Jakarta -
Di saat krisis iklim telah menjadi tantangan terbesar manusia pada saat ini, Pulau Raja Ampat yang selama ini dikenal sebagai surganya dunia di Indonesia, kini berada di ambang kehancuran. Ia dikeruk sumber daya alamnya secara serakah yang mengabaikan alam dan keberlangsungan makhluk hidup yang menetap di dalamnya.
Pengabaian atas hak makhluk hidup, alam, dan juga yang lainnya – yang masih berkaitan dengan alam. Menandakan bahwa cara pandang kebanyakan manusia cenderung bersifat antroposentris, yang menjadikan alam sebagai objek dan mengabaikan nilai interisiknya. Cara pandang ini – menurut hemat saya – masih begitu sempit dan dangkal dalam memahami relasi manusia dan alam, di mana alam dipandang sebagai sumber daya yang harus dilindungi untuk kesejahteraan manusia saja, sementara hak hidup alam dan makhluk hidup lainnya tidak begitu diperhatikan.
Cara pandang yang seperti ini menjadi problematika serius pada perilaku manusia dalam menyikapi alam dan kelestariannya. Kita dapat melihat sebagian besar interpretasi Fikih Lingkungan, yang menurut saya cenderung bersifat antroposentris. Meskipun ia melarang atas tindakan merusak alam yang dapat membahayakan manusia. Namun secara tersirat ini berarti ada potensi membolehkan untuk mengekslpoitasi alam, jika tidak menimbulkan bahaya bagi manusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya, alam dan makhluk hidup lainnya masih kurang dipertimbangkan dalam merumuskan sebuah jawaban dalam Fikih Lingkungan. Fikih, sebagai pengetahuan yang digali dari matriks teologi, dalam persoalan ini telah menyisakan keambiguan dalam memahaminya, di satu sisi kemashlahatan manusia memang menjadi prinsip universal dalam menentukan produk fikih, namun di sisi lain tindakan menyakiti terhadap makhluk lain juga dilarang. Sehingga bisa dikatakan fikih yang bercorak antroposentris dalam merespon isu lingkungan masih terlihat kurang seimbang, ia masih mengabaikan alam dan nilai interisiknya.
Dari sini, perlu bagi kita untuk mengintegrasikan antara kepentingan manusia dan hak hidup alam demi melahirkan sebuah interpretasi fikih yang seimbang antara manusia dan alam: bukan hanya kemashlahatan manusia saja yang menjadi pertimbangan, tetapi alam dan nilai interisiknya juga, jangan sampai terabaikan.
Terlepas dari persoalan Fikih Lingkungan, setidaknya dapat dimengerti bahwa cara pandang manusia dalam memahami alam dapat mengimplikasikan sebuah tindakan krusial yang berkaitan dengan alam dan seisinya. Dengan demikian, perubahan radikal dalam memahami alam yang masih bersifat antroposentrisme ekstrim ke cara pandang kosmosentrisme yang berpandangan bahwa manusia dan alam memiliki nilai integral, sehingga menjaga kelestariannya merupakan sebuah bentuk tanggung jawab (Rachman, 2024), adalah suatu keharusan yang tidak dapat dielakkan.
Perubahan paradigma lama ke paradigma yang baru, dapat menggeser secara radikal cara pandang manusia terhadap sesuatu. Untuk sebuah Solusi, paradigma lama yang tidak lagi mampu menjelaskan realitas mau tidak mau harus dirubah demi mewujudkan kemajuan ilmu pengetahuan. Sebagaimana Thomas Samuel Kuhn (1970) mengatakan, "bahwa kemajuan ilmu pengetahuan hanya dapat terlaksana jika kita mau merubah paradigma lama yang tidak lagi relevan dengan realitas. Perubahan paradigma yang dimaksud bukan sekadar pemikiran, pemahaman dan cara pandang saja, namun juga termasuk nilai dan perilaku yang disandarkan terhadap cara pandang tertentu" (Keraf, 2014).
Dari Antroposentrisme ke Kosmosentrisme
Sebagaimana yang telah disinggung di muka, bahwa cara pandang manusia terhadap alam lebih bersifat antroposentris, alam sebagai objek manusia. Sehingga alam dieksploitasi tanpa menimbang dampaknya terhadap lingkungan hidup dan keberlangsungan ekosistem.
Cara pandang yang menempatkan manusia sebagai pusat dari alam, menjadikan manusia tidak peduli ketika alam tidak memberikan kesejahteraan. Sehingga Arnee Naess, seorang filsuf kelahiran Norwewgia menyampaikan cara pandang yang berusaha untuk menggeser pandangan yang cenderung antroposentris ini dengan mengatakan, bahwa alam memiliki nilai intrisik yang tidak bergantung pada manfaatnya pada manusia. Alam dan seisinya memiliki hak untuk hidup tanpa memberikan manfaat kepada manusia sekalipun (Rachman, 2024).
Artinya, Naess mendorong manusia untuk lebih menghormati alam yang memiliki nilai intrinsik dengan menghindari tindakan yang dapat merusak lingkungan dan keberlangsungan ekosistemnya. Sebab dengan mengakui nilai intrinsiknya, manusia sendiri merupakan sebagian dari alam, bukan sebagai pemilik yang sewaktu-waktu dapat memperlakukan dengan semaunya.
Pandangan demikian, sama sekali tidak untuk menegasikan kepentingan manusia, melainkan beruasaha untuk mengembalikan keseimbangan kesejahteraan manusia dan alam, dengan menekaankan keduanya memiliki nilai intrisik yang sama. Pandangan demikian yang kemudian disebut Budhy Munawwar Rachman – dalam tulisannya yang mengkritik gagasan Ulil Abshar Abdalla mengenai isu lingkungan, sebagai pandangan Kosmosentrisme.
Penggeseran paradigma antroposentrisme ke paradigma kosmosentrisme dalam menyikapi isu lingkungan mutakhir ini adalah sesuatu yang tidak mau tidak, demi wujudnya perubahan sikap dan tindakan manusia kepada alam, dari yang merasa memiliki menjadi merasa terikat dengan alam secara emosional. Sehingga sikap peduli manusia dengan melindungi lingkungannya hadir dengan sukarela, tanpa adanya paksaan hukum atau moralitas.
Bukan hanya itu, penggeseran cara pandang yang antroposentris ke paradigma kosmosentris dalam kajian fikih, akan menghasilkan rumusan jawaban yang seimbang dalam mersepon isu lingkungan: ia hadir bukan untuk kesejahteraan manusia saja, melainkan alam dan makhluk hidup lainnya.
Pentingnya memahami filsafat lingkungan pada saat ini, adalah salah satu cara yang dapat menggeser perilaku manusia kepada alam, dengan menghadirkan cara pandang yang adil antara manusia dan alam. Sehingga, tidak berlebihan jika tulisan ini diberikan judul "Kita Membutuhkan Filsafat Lingkungan Hidup". Sekian.
Muhammad Asyrofudin, penulis lepas sekaligus mahasiswa Hukum Pidana Islam UIN Raden Mas Said Surakarta
(imk/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini