Jakarta - Data dari Global Nutrition Report 2023 menunjukkan bahwa 24,4% anak Indonesia mengalami stunting, sementara 10,2% menderita gizi kurang. Makan siang gratis yang bergizi seimbang dapat membantu mengurangi angka tersebut. Penelitian oleh World Food Programme juga menemukan bahwa pemberian makan siang sekolah dapat meningkatkan asupan energi anak hingga 20–30%, memberikan kontribusi besar terhadap kebutuhan nutrisi harian.
Program serupa di negara lain memberikan hasil yang menjanjikan. Di India, program Mid-Day Meal Scheme meningkatkan kehadiran siswa hingga 9,3% di daerah pedesaan (data: World Bank). Hal ini menunjukkan bahwa program makan siang gratis tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga mendorong anak-anak untuk tetap sekolah.
Jika program ini melibatkan petani lokal sebagai penyedia bahan pangan, akan ada dampak positif pada sektor ekonomi. Sebagai contoh, kebijakan makan siang sekolah di Brasil (Programa Nacional de Alimentacao Escolar) meningkatkan pendapatan petani kecil karena pemerintah membeli bahan pangan secara lokal. Hal ini dapat diterapkan di Indonesia untuk memberdayakan petani lokal dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Pengelolaan yang Baik
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) resmi diluncurkan pada 6 Januari 2025 sebagai sebuah revolusi. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 71 triliun dalam APBN 2025 untuk mendukung pelaksanaan program ini. Program ini bertujuan untuk memberikan makanan bergizi kepada anak-anak sekolah dan kelompok rentan lainnya, sebagai upaya meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan masyarakat Indonesia.
Meskipun program makan siang gratis ini memiliki banyak manfaat, implementasinya membutuhkan pengelolaan yang baik. Tantangan utama adalah memastikan distribusi yang merata, kualitas makanan yang sesuai standar gizi, dan keberlanjutan pendanaan. Di Brebes, Jawa Tengah, uji coba makan gratis menunjukkan beberapa sekolah mengalami keterlambatan distribusi makanan, terutama di daerah terpencil. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur dan akses transportasi.
Banyak sekolah tidak memiliki fasilitas dapur yang memadai untuk menyimpan atau mempersiapkan makanan. Di Makassar, misalnya, menu makanan disiapkan oleh pihak ketiga, yang kadang mengalami kendala operasional. Uji coba di Makassar menunjukkan bahwa beberapa siswa kurang menyukai lauk tertentu, seperti sayuran, sehingga makanan terbuang sia-sia. Hal ini mencerminkan kurangnya penyesuaian menu dengan kebiasaan makan lokal.
Belum Selalu Seimbang
Laporan di beberapa daerah menunjukkan bahwa meski program bertujuan untuk menyediakan makanan bergizi, komposisi menu belum selalu seimbang. Misalnya, ada makanan yang kekurangan protein atau sayuran segar. Di Makassar, anggaran per porsi makanan dipotong dari Rp 15.000 menjadi Rp 10.000, yang berdampak pada kualitas bahan makanan yang disediakan. Dengan harga yang lebih rendah, sulit untuk memastikan menu tetap bergizi seimbang.
Beberapa daerah melibatkan donatur atau sponsor untuk menutup kekurangan biaya, yang membuat keberlanjutan program bergantung pada pihak luar.
Di beberapa sekolah, anak-anak lebih memilih makanan yang digoreng atau memiliki rasa gurih dibandingkan makanan sehat seperti sayuran rebus. Hal ini menunjukkan kurangnya edukasi tentang pentingnya gizi.
Dalam beberapa program bantuan makanan sebelumnya, ditemukan kasus mark up harga bahan makanan atau pengadaan fiktif. Risiko ini juga bisa terjadi dalam program makan siang gratis jika pengawasan kurang ketat.
Peningkatan infrastruktur seperti menyediakan dapur sekolah atau fasilitas penyimpanan makanan yang layak, terutama di daerah terpencil. Edukasi gizi dengan melibatkan guru, orangtua, dan komunitas untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya makanan sehat.
Pemerintah perlu memastikan alokasi dana yang cukup untuk menjaga kualitas makanan dan penggunaan teknologi seperti aplikasi monitoring untuk memantau distribusi, pengadaan, dan kualitas makanan diharapkan mampu mengatasi kekurangan revolusi makan gratis ini. Dengan mengatasi kekurangan ini, program makan siang gratis dapat berjalan lebih efektif dan memberikan dampak positif jangka panjang bagi siswa dan masyarakat.
Tundung Memolo Kepala SMPN 3 Satap Sapuran Wonosobo
(mmu/mmu)