Jakarta -
Berbeda dengan sebelum-sebelumnya, kali ini saya datang ke New York tidak untuk bertugas, melainkan menikahkan putri saya, yang lulusan Columbia University, di Masjid Al Hikmah New York. Suaminya lulusan New York University.
Setelah acara sakral yang sangat membahagiakan itu, saya meluangkan waktu untuk jalan-jalan. Melihat dan menikmati beberapa aspek lain dari New York, yang berbeda dari yang sudah biasa jadi objek turisme. Salah satu yang gunakan untuk berkeliling adalah subway atau kereta bawah tanah.
Sistem kereta subway di kota New York adalah salah satu yang paling lama di dunia dan punya stasiun amat banyak. Secara resmi sistem subway New York bermula pada 27 Oktober 1904, walaupun sebagian stasiun ada yang sudah bermula pada 1885, seperti yang saya lihat dekat Time Square yang dikenal luas di dunia untuk peringatan tahun baru. Data menunjukkan bahwa pada 3 Juli 1886 mulai beroperasi angkutan cepat layang pertama. Pada 9 Oktober 1863 dimulai operasi kereta api pertama, tentu belum terhubung luas ketika itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena sudah seratusan tahun, stasiunnya terkesan "jadul". Beda sekali dengan stasiun MRT kita di Jakarta yang baru berusia 6 tahun, diresmikan Presiden Joko Widodo pada 24 Maret 2019. Di sisi lain, kita bisa lihat dinding stasiun dan lantai tangga dengan semacam keramik yang antik, unik dan mengesankan. Jalan masuk ke bawah tanah masuk stasiun juga kuno dan antik, seperti foto saya ini. Kata anak saya, lihat saja bentuk "lolly pop' itu maka kita tahu bahwa itu adalah stasiun subway.
Jumlah stasiunnya kini ada 472. Setiap naik kereta selalu diumumkan bahwa ada sekitar 140-an stasiun yang dilengkapi lift. Belum terlalu banyak memang, dan tentu amat bermanfaat untuk lansia seperti saya. Di stasiun lainnya (baik yang di bawah tanah maupun di atas tanah) kita memang harus mengandalkan anak tangga, kadang-kadang melelahkan juga. Karena stasiun sudah lama, jumlahnya banyak pula, maka walau secara umum bersih tapi kadang terkesan tidak terlalu resik karena sesekali ada sampah dan lain-ain.
Di stasiun yang besar ada "pertunjukan pengamen musik". Lagunya bagus-bagus. Di dalam gerbong kereta kita juga bisa melihat berbagai "perilaku", mulai dari yang tenang membaca, ngobrol, bernyanyi, pakai pakaian "unik" sampai yang mabuk.
Sistem transportasi New York ini ada dalam bentuk Metropolitan Transportation Authority (MTA), meliputi jaringan ratusan kilometer. Harga karcisnya jauh dekat sama saja, 2,9 Dolar Amerika. Karena bayarnya sama saja maka kita hanya harus "tap" karcis atau kartu (bisa pakai kartu kredit Bank kita) pada waktu masuk stasiun saja, keluarnya bebas tanpa harus "tap" apapun juga. Kalau dari kereta lalu melanjutkan langsung dengan bis, kabarnya tidak usah bayar lagi, walaupun waktu naik bis tetap harus "tap" juga.
Kita juga bisa membeli karcis mingguan, 34 Dolar Amerika, yang bisa dipakai tanpa batas (unlimited). Karcis kereta ini juga bisa digunakan untuk naik kereta gantung, mereka sebut sebagai "tram", dari simpang 2nd Avenue dan 59th street lalu "melayang" di atas East River (yang memisahkan Brooklyn dengan Manhattan) menuju ke Roosevelt Island, pulau kecil di tengah sungai, yang cukup mengesankan dan cucu saya, Andra, senang menaikinya.
Yang juga menarik, di dalam gerbong subway yang jadi modalitas transportasi umum masyarakat New York ada cukup banyak tulisan tentang "bantuan makanan". Disebutkan antara lain bahwa ada sekitar 1,3 juta penduduk New York ("New Yorkers") yang tidak punya cukup uang untuk makan. Untuk itu ada program bantuan makanan lewat foodbanknyc.org.
Sejak didirikan pada 1983, organisasi ini sudah membagikan lebih dari 1,8 miliar paket makanan kepada mereka yang membutuhkannya. Pada akhir Maret 2025 organisasi ini memberitakan telah memberikan bantuan makanan halal bagi kaum muslim yang berpuasa, yang membutuhkan bantuan makanan.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI)
(lir/lir)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini