Jakarta -
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada mengatakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tidak boleh kendur. Dia mengatakan penangkapan pelaku dan penyelamatan korban terus dilakukan.
Hal itu disampaikan Wahyu dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (22/11/2024). Wahyu awalnya menyebut TPPO menjadi perhatian dunia karena merupakan kejahatan lintas negara atau transnational crime.
Wahyu kemudian mengatakan pencegahan dan penanganan TPPO menjadi salah satu prioritas dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dia mengatakan Kapolri Jenderal Sigit kemudian menindaklanjuti hal tersebut dengan memaksimalkan penangkapan para pelaku TPPO.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah sendiri tentu memberikan perhatian yang serius melalui program prioritas dari Bapak Presiden Prabowo Subianto dan juga ditindaklanjuti oleh Bapak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang telah mengarahkan kita semua untuk memaksimalkan penangkapan para pelaku TPPO serta upaya untuk menyelamatkan para saksi dan korban," ucap Wahyu.
Dia mengatakan pemberantasan TPPO telah dilakukan secara masif sejak 2023. Dia mengatakan Jenderal Sigit menginstruksikan penegakan hukum TPPO tidak boleh kendor.
"Bapak Kapolri telah memerintahkan kepada saya langsung untuk melakukan penindakan penegakan hukum yang diawali pada bulan Oktober lalu. Pada tahun 2023 kegiatan penindakan TPPO ini juga sudah cukup berhasil dan beliau meminta supaya jangan kendor. Terus intensifkan penindakan terhadap para pelaku TPPO karena kalau korbannya sudah ada di luar kita sulit untuk memberikan perlindungan, sulit untuk kita tracing kalau ke luar negerinya melalui jalur-jalur ilegal," ucapnya.
Bareskrim Polri, katanya, telah mengungkap 397 kasus TPPO sejak 22 Oktober-22 November 2024. Dari jumlah itu, ada 482 orang tersangka yang dijerat dan ada 904 orang korban TPPO yang diselamatkan.
Dia kemudian mengungkap berbagai modus yang dilakukan para tersangka. Salah satunya dengan mengirimkan pekerja migran Indonesia atau tenaga kerja Indonesia (TKI) secara ilegal. Dia mengatakan para korban diberangkatkan dengan visa yang bukan untuk bekerja, tanpa pelatihan dan diberangkatkan oleh perusahaan tidak terdaftar.
Dia mengatakan para tersangka ini juga bermodus menawarkan pekerjaan di luar negeri ke para korban. Namun, para pekerja dieksploitasi sebagai PSK setelah tiba di negara tujuan.
"Modusnya menawarkan pekerjaan, tetapi setelah sampai di negara yang lain tidak dipekerjakan sesuai dengan apa yang dijanjikan. Bahkan, ada beberapa pekerja kita yang dijadikan pekerja seks komersial. Namun, di dalamnya mereka dipaksa untuk menandatangani perjanjian utang seolah mereka punya utang yang harus dibayarkan," ujar Wahyu.
"Ini adalah modus untuk mengikat mereka supaya mereka mau tetap bekerja," sambungnya.
Dia mengatakan paspor dan berkas lain juga ditahan oleh para tersangka. Dia juga mengungkap ada eksploitasi anak.
"Contohnya memperdagangkan anak melalui aplikasi online untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial. Kemudian, juga dipekerjakan sebagai LC kalau di negara kita di dalam negeri, kemudian sebagai PSK disalurkan ke beberapa negara lain," ujarnya.
Para tersangka dijerat pasal 4 UU Pemberantasan TPPO dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 600 juta. Mereka juga bakal dijerat pasal 81 UU Perlindungan Pekerja Migran dengan ancaman penjara maksimal 10 tahun.
(ond/haf)