Jadi 12%, PPN Akan Naik 1% pada 2025

1 month ago 29

Jakarta -

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik 1% dari sebelumnya 11% menjadi 12% pada awal 2025. Kenaikan PPN ini merupakan yang kedua setelah naik pada 2022 dari 10% menjadi 11%.

Rencana kenaikan PPN ini sempat dikabarkan akan diundur. Ketua Dewan Ekonomi Nasional Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah kini tengah menggodok stimulus untuk masyarakat menengah ke bawah.

"Ya hampir pasti diundur, biar dulu jalan tadi yang ini. (Menunggu kebijakan stimulus?) Ya kira-kira begitulah," kata Luhut ditemui di TPS 004, Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan, Rabu (27/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Selasa (3/12), Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Parjiono menegaskan rencana kenaikan PPN sebesar 1% tetap akan berlaku pada 1 Januari 2025. Namun, terdapat sektor yang mendapat pengecualian kebijakan ini.

"Jadi kita masih dalam proses ke sana, artinya akan berlanjut. Tapi kalau kita lihat dari sisi, khususnya menjaga daya beli masyarakat, di situ kan pengecualiannya sudah jelas: untuk masyarakat miskin, kesehatan, pendidikan, dan seterusnya di sana," katanya.

Selain itu Parjiono juga menyebut keberadaan subsidi bakal menjadi jaring pengaman kebijakan ini. Terkait insentif perpajakan, kata dia, hal itu justru lebih banyak dinikmati kelas menengah atas.

"Kan daya beli jadi salah satu prioritas, kita perkuat juga subsidi jaring pengaman. Kalau kita lihat juga insentif perpajakan, kan yang lebih banyak menikmati kan kelas menengah atas," tambah dia.

Sebelumnya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga mengatakan potensi penundaan kenaikan PPN sebesar 1% seperti yang dikatakan Luhut sejauh ini belum dibahas secara internal oleh pemerintah.

"Belum. Belum, belum dibahas," sebut Airlangga ketika dikonfirmasi langsung di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (28/11).

Mengutip laman Ditjen Pajak, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Hartono mengatakan tambahan pungutan pajak bisa menambah harga. Namun penyebab kenaikan harga barang di pasar tidak hanya semata-mata dari kenaikan pajak.

Ia menerangkan sebagian besar kenaikan harga dipengaruhi oleh dinamika penawaran dan permintaan barang di pasaran seperti hari raya keagamaan, perubahan selera masyarakat, dan sebagainya.

Selain itu, ia mengatakan penyesuaian tarif PPN ini akan menambah harga konsumen sebesar 0,90% bukan 9%.

"Misalnya, harga barang Rp 100.000 dengan tarif PPN 11%, pembeli akan membayar Rp111.000. Perinciannya harga Rp 100.000 dan PPN sebesar Rp 11.000 (11% dari harga). Sementara dengan tarif PPN menjadi 12%, pembeli harus membayar sebesar Rp112.000 (harga + 12% PPN). Dari transaksi tersebut ada penambahan harga sebesar Rp 1.000 atau 0,90% ((112.000-111.000)/111.000)," tulisnya.

Pengamat sekaligus Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono mengatakan terlepas dari perbedaan cara pandang kenaikan angka 1%, logika dasar kenaikan tarif PPN tersebut tidak terlepas dari latar belakangnya. Secara yuridis, kenaikan tersebut mengacu pada Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN (hasil revisi UU HPP).

"Jadi, secara legal formal pemerintah menaikan tarif PPN karena melaksanakan ketentuan yang diamanatkan oleh Pasal 23A UUD 1945, yaitu Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara didasarkan UU," ujar Prianto.

Ia mengatakan secara substantif pemerintah bersepakat dengan rakyat Indonesia melalui wakilnya di DPR ingin menaikkan rasio pajak. Caranya yakni memperluas objek pajak, dan meningkatkan tarif pajak.

"Kedua kebijakan tersebut tertuang di UU pajak melalui revisian di UU HPP," pungkasnya.

Daftar Barang dan Jasa Tidak Kena PPN 12%

Berdasarkan UU HPP tahun 2021 dan PMK No 116/PMK.010/2017, jenis barang yang tidak dikenai PPN, yaitu barang tertentu yang dikelompokkan beberapa kategori. Berikut daftar barnag dan jasa yang tidak kena PPN 12%.

Makanan
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman, baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.

Uang
Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.

Jasa
Jasa keagamaan
Jasa pelayanan sosial
Jasa keuangan
Jasa asuransi
Jasa pendidikan
Jasa tenaga kerja

Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.

Jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.

Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan aktivitas pelayanan yang hanya dapat dilakukan pemerintah sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain.

Jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik atau pengusaha pengelola tempat parkir, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.

Jasa pelayanan kesehatan medis tertentu dan yang berada dalam sistem program jaminan kesehatan nasional (JKN).

Jasa angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri.

Jasa boga atau katering, yaitu semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.

Daftar Barang Tidak Kena PPN 12% dalam PMK 116/2017

  • Beras dan gabah: berkulit, dikuliti, disosoh atau dikilapkan maupun tidak, setengah giling atau digiling semua, pecah, menir, salin yang cocok untuk disemai.
  • Jagung: dikupas maupun belum, termasuk pipilan, pecah, menir, tidak termasuk bibit.
  • Sagu: empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung bubuk dan tepung kasar.
  • Kedelai: berkulit, utuh dan pecah, selain benih.
  • Garam konsumsi: beryodium atau tidak, termasuk garam meja dan garam didenaturasi untuk konsumsi atau kebutuhan pokok.
  • Daging: segar dari hewan ternak dan unggas dengan/tanpa tulang yang tanpa diolah, dibekukan, dikapur, didinginkan, digarami, diasamkan, atau diawetkan dengan cara lain.
  • Telur: tidak diolah, diasinkan, dibersihkan, atau diawetkan, tidak termasuk bibit.
  • Susu: susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan mauoun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya.
  • Buah-buahan: Buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, dan degrading selain dikeringkan.
  • Sayur-sayuran: sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, disimpan pada suhu rendah dan dibekukan, termasuk juga sayuran segar yang dicacah.
  • Ubi-ubian: ubi segar baik yang sudah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, dan degrading.
  • Bumbu-bumbuan: segar, dikeringkan namun tidak dihancurkan atau ditumbu.
  • Gula konsumsi: gula Kristal putih asal tebu untuk konsumsi tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna

Daftar Barang Kena PPN 12%

Barang kena PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Berikut objek yang dikenakan PPN berdasarkan Pasal 4 Ayat 1.

  • Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan pengusaha.
  • Impor BKP.
  • Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan pengusaha.
  • Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  • Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  • Ekspor BKP berwujud oleh pengusaha kena pajak.
  • Ekspor BKP tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak.
  • Ekspor JKP oleh pengusaha kena pajak.

(prf/ega)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial