Ngadu ke DPR Tak Dibayar Istaka Karya Rp 786 M, Korban Istaka Karya Menangis

3 hours ago 2

Jakarta -

Komisi VI DPR RI melakukan rapat dengan sejumlah vendor yang menjadi korban dan tidak dibayar oleh PT Istaka Karya (Persero). Perusahaan pelat merah itu yang sudah disuntik mati oleh Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) pada Maret 2023.

Total utang yang belum dibayar mencapai Rp 786 miliar dari sekitar 179 vendor yang mengerjakan sejumlah proyek. Meski proyek-proyek tersebut sudah berjalan dan dinikmati masyarakat, para vendor itu belum juga menerima bayaran.

Joeliman, pria berusia 85 tahun mencurahkan harapannya agar DPR RI membantu menyelesaikan permasalahan ini. Meski telah puluhan tahun menagih haknya, Joeliman mengaku tak pernah putus asa dan menyatakan tetap semangat membangun Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sempat ada solusi yang ditawarkan dari bapak-bapak anggota komisi VI DPR RI. Katanya ini hanya bisa diselesaikan secara out-of-the-box.Untuk itu kami ingin mohon, kalau bisa itu segera saja dilaksanakan. Kami puluhan tahun menunggu. Demikian, maafkan kata-kata saya," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2025).

"Kami tidak putus asa, kami sangat semangat. Saya sudah tidak bisa bicara dengan baik, tapi kami punya semangat ingin membangun Indonesia. Terima kasih pak, wassalamualaikum," sambung Joeliman sambil menangis.

Utang yang belum dibayarkan Istaka Karya kepada Joeliman adalah sebesar Rp 723 juta untuk proyek pembangunan kantor Imigrasi di Jakarta Selatan. Tak hanya Joeliman, nasib pilu juga dialami ratusan vendor Istaka Karya.

Beberapa dari mereka bahkan ada yang sudah meninggal dunia, gulung tikar, hingga bunuh diri. Persatuan Rakyat Korban BUMN Istaka Karya (Perkobik) Bambang Susilo menyebut kondisi ini sangat merugikan para vendor Istaka Karya.

Istaka Karya sudah dilikuidasi sejak tahun 2023 sehingga asetnya berali ke kurator yang diawasi pengadilan. Meskipun Belum ada kejelasan juga hingga saat ini soal pembayaran kepada vendor.

Menurut Bambang, para vendor tidak mengetahui bahwa kondisi keuangan Istaka Karya sudah bermasalah sehingga mau mengerjakan proyek. Mirisnya saat proyek sudah selesai Istaka Karya tidak membayar kewajibannya. Para vendor justru dikejar-kejar pihak bank, sebab mereka mengajukan pinjaman untuk mengerjakan proyek.

"Nah pada saat proyek selesai ternyata tidak ada pembayaran saya dikirimi surat dari Kejaksaan. Bahwa aset kami yang dulu kami agunkan untuk mendapatkan modal ini mau disita oleh pihak bank, bank pemerintah, bank BRI. Ini saya malah dikirimi surat dari Kejaksaan," sebut Bambang.

"Jadi ini hal yang ironi ketika kami bersama rekan-rekan ini melakukan pembangunan dengan modal kami keluar, sudah keluar modal mengagunkan aset-aset kita di bank, malah kita belum bisa bayar ke bank karena dari BUMN juga nggak bisa bayar kami. Secara otomatis kami tidak bisa ngasih duit ke bank. Kami malah mau disita rumah kami," bebernya.

Bambang yang juga seorang disabilitas ini sempat mencontohkan proyek Tol Professor Doktor Insinyur Sedyatmo yang sudah selesai pengerjaannya dan kini dikerjakan oleh Jasa Marga. Menurutnya menjadi miris ketika vendor belum dibayar oleh Istaka Karya tapi harus membayar biaya tol saat melintas di sana.

"Contoh yang paling miris adalah tol Sedyatmo, terus kantor Imigrasi Jakarta Selatan, Pak Joeliman, itu belum dibayar sama sekali. Tol Sedyatmo sudah menghasilkan, masuk Jasa Marga. Dia (vendor) lewat jalan yang dibangun pun harus bayar lagi, gimana coba rasa mirisnya," tutupnya.

Bambang diketahui merupakan sub kontraktor CV Dewi Sri yang menyediakan pasir dan batu untuk proyek Underpass Kentungan. Nilai yang belum dibayar untuk proyek itu mencapai Rp 30 miliar, sementara kerugian pribadi Bambang Rp 2 miliar.

(ily/rrd)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial