Pesan buat Pemerintah Jangan Sampai Danantara Kebal Hukum

3 hours ago 2

Jakarta -

Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara resmi diluncurkan Presiden Prabowo Subianto hari ini, Senin (24/2). Badan ini nantinya akan mengelola berbagai aset negara dan BUMN senilai US$ 900 miliar atau sekitar Rp 14.715 triliun (kurs Rp 16.350).

Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional Ariawan Gunadi mengatakan penting bagi para direksi Danantara untuk bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum atas seluruh keputusannya. Meski operasional badan investasi ini dilindungi oleh prinsip Business Judgment Rule (BJR).

Perlu diketahui dalam UU BUMN, BJR pada dasarnya memberikan perlindungan hukum bagi direksi dalam mengambil keputusan bisnis, selama keputusan tersebut dibuat dengan itikad baik, bebas dari konflik kepentingan, dan selaras dengan prinsip good corporate governance (GCG).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi meskipun BJR dimaksudkan untuk memberikan ruang bagi manajemen dalam menjalankan keputusan bisnis tanpa rasa takut yang berlebihan, prinsip ini tetap memiliki batasan yang tidak boleh dilanggar guna menjaga kepercayaan publik terhadap pengelolaan aset negara," kata Ariawan dalam keterangan resminya, Senin (24/2/2025).

Namun menurut Ariawan penerapan BJR harus dilakukan dengan pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh direksi Danantara. Terlebih jika ditemukan unsur penipuan (fraud), konflik kepentingan yang merugikan, atau kelalaian berat (gross negligence).

"Prinsip BJR memang memberikan keleluasaan kepada direksi dalam mengambil keputusan bisnis, tetapi kebijakan tersebut harus senantiasa dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil tidak menimbulkan benturan kepentingan atau mengarah pada kelalaian yang dapat merugikan negara," terangnya.

Oleh karena itu Ariawan berpendapat pengawasan Direksi Danantara harus bersifat preventif dengan menerapkan mekanisme evaluasi yang jelas, termasuk adanya mekanisme pertanggungjawaban yang mengikat bagi direksi apabila ditemukan indikasi pelanggaran dalam pengelolaan perusahaan.

"Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa pengawasan dan audit internal terhadap Danantara dilakukan secara ketat guna menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan entitas tersebut. Meskipun Danantara tidak berada di bawah pengawasan langsung KPK maupun BPK, bukan berarti mekanisme pengawasan dapat diabaikan," papar Ariawan.

Lebih lanjut, Ariawan juga ini mengatakan sebagai langkah strategis, pemerintah perlu membentuk sistem pengawasan independen yang memiliki kredibilitas tinggi dan tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu.

Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah pelaksanaan audit oleh lembaga internasional yang memiliki standar audit ketat serta melibatkan organisasi masyarakat sipil dalam pengawasan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa praktik tata kelola yang diterapkan sesuai dengan prinsip GCG dan terbebas dari potensi penyimpangan.

"Transparansi publik juga menjadi elemen kunci dalam memperkuat pengawasan Danantara. Pemerintah perlu memastikan bahwa informasi mengenai kebijakan, keputusan strategis, serta pengelolaan keuangan perusahaan dapat diakses oleh masyarakat secara luas," sambungnya.

Sebab menurutnya ketersediaan informasi yang terbuka ini tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan Danantara, tetapi juga berfungsi sebagai instrumen kontrol sosial yang dapat mencegah terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

"Dengan adanya akses informasi yang memadai, masyarakat dapat berperan aktif dalam melakukan pemantauan serta memberikan masukan terhadap kebijakan yang diterapkan, sehingga prinsip akuntabilitas dalam tata kelola perusahaan dapat benar-benar diwujudkan," pungkasnya.

(hns/hns)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial