Jakarta -
Pemerintah menetapkan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 1%, dari 11% menjadi 12% pada 2025. Pertimbangan itu didasari atas ketetapan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Asumsi tax ratio yang disetujui di Undang-Undang APBN kita itu sudah 12%. Karena memang Undang-Undang APBN yang diketok untuk tahun anggaran 2025 tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang HPP. Kan itu dasarnya," kata Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (4/12/2024).
UU APBN 2025 target tax ratio atau rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi sebesar 10,24%, dengan target penerimaan perpajakan sendiri senilai Rp 2.490,9 triliun, terdiri dari target penerimaan pajak Rp 2.189,3 triliun dan penerimaan bea cukai Rp 301,6 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh sebab itu, Kamarussamad mengatakan bila PPN 12% ditunda oleh pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Penggantu Undang-Undang (Perpu) atau melakukan penurunan tarif dengan menerbitkan peraturan pemerintah (PP) tersendiri, penerimaan pajak 2025 berpotensi besar meleset dari target atau shorfall.
"Kita juga tahu ada program quick win, kemarin pemerintah juga sudah memberikan satu kebijakan terhadap buruh, guru, itu kan sumbernya semuanya dari APBN. Mau tidak mau kita harus memperkuat sumber pendapatan negara," ucapnya.
Kenaikan PPN ini juga dikonfirmasi langsung oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Parjiono. Meskipun demikian, kebijakan tersebut bakal mengecualikan beberapa kelompok demi menjaga daya beli. Beberapa di antaranya kelompok masyarakat miskin, kesehatan, hingga pendidikan.
"Jadi kita masih dalam proses ke sana, artinya akan berlanjut. Tapi kalau kita lihat dari sisi, khususnya menjaga daya beli masyarakat, di situ kan pengecualiannya sudah jelas: untuk masyarakat miskin, kesehatan, pendidikan, dan seterusnya di sana," kata Parjiono dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Selasa (3/12/2024).
Sementara, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Deni Surjantoro mengatakan kenaikan PPN menjadi 12% di 2025 telah melalui pembahasan mendalam antara pemerintah dengan DPR RI. Rencana itu disebut telah mempertimbangkan berbagai aspek termasuk ekonomi dan sosial.
"Pada dasarnya kebijakan penyesuaian tarif PPN 1% tersebut telah melalui pembahasan yang mendalam antara pemerintah dengan DPR dan pastinya telah mempertimbangkan berbagai aspek antara lain aspek ekonomi, sosial dan fiskal," kata Deni.
Selain itu, Deni menyebut rencana kenaikan PPN menjadi 12% juga telah memperhatikan kajian ilmiah yang melibatkan para akademisi dan praktisi.
"Bahkan juga memperhatikan kajian ilmiah yang melibatkan para akademisi dan para praktisi," jelas Deni.
Terpisah, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono mengatakan secara yuridis, kenaikan tersebut mengacu pada Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN (hasil revisi UU HPP).
"Jadi, secara legal formal pemerintah menaikkan tarif PPN karena melaksanakan ketentuan yang diamanatkan oleh Pasal 23A UUD 1945, yaitu 'Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara didasarkan UU'," kata Prianto.
Secara substantif, kata Prianto, pemerintah bersepakat dengan rakyat Indonesia melalui wakilnya di DPR ingin menaikkan rasio pajak. Caranya ada dua, yaitu: (1) memperluas objek pajak, dan (2) meningkatkan tarif pajak.
"Kedua kebijakan tersebut tertuang di UU pajak melalui revisian di UU HPP," ucap Prianto.
Daftar Barang dan Jasa Tidak Kena PPN 12%
Berdasarkan UU HPP tahun 2021 dan PMK No 116/PMK.010/2017, jenis barang yang tidak dikenai PPN, yaitu barang tertentu yang dikelompokkan beberapa kategori. Berikut daftar barnag dan jasa yang tidak kena PPN 12 persen.
Makanan
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman, baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
Uang
Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.
Jasa
Jasa keagamaan
Jasa pelayanan sosial
Jasa keuangan
Jasa asuransi
Jasa pendidikan
Jasa tenaga kerja
Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
Jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan aktivitas pelayanan yang hanya dapat dilakukan pemerintah sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain.
Jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik atau pengusaha pengelola tempat parkir, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
Jasa pelayanan kesehatan medis tertentu dan yang berada dalam sistem program jaminan kesehatan nasional (JKN).
Jasa angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri.
Jasa boga atau katering, yaitu semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
Daftar Barang Tidak Kena PPN 12% dalam PMK 116/2017
Beras dan gabah: berkulit, dikuliti, disosoh atau dikilapkan maupun tidak, setengah giling atau digiling semua, pecah, menir, salin yang cocok untuk disemai.
Jagung: dikupas maupun belum, termasuk pipilan, pecah, menir, tidak termasuk bibit.
Sagu: empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung bubuk dan tepung kasar.
Kedelai: berkulit, utuh dan pecah, selain benih.
Garam konsumsi: beryodium atau tidak, termasuk garam meja dan garam didenaturasi untuk konsumsi atau kebutuhan pokok.
Daging: segar dari hewan ternak dan unggas dengan/tanpa tulang yang tanpa diolah, dibekukan, dikapur, didinginkan, digarami, diasamkan, atau diawetkan dengan cara lain.
Telur: tidak diolah, diasinkan, dibersihkan, atau diawetkan, tidak termasuk bibit.
Susu: susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan mauoun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya.
Buah-buahan: Buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, dan degrading selain dikeringkan.
Sayur-sayuran: sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, disimpan pada suhu rendah dan dibekukan, termasuk juga sayuran segar yang dicacah.
Ubi-ubian: ubi segar baik yang sudah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, dan degrading.
Bumbu-bumbuan: segar, dikeringkan namun tidak dihancurkan atau ditumbu.
Gula konsumsi: gula Kristal putih asal tebu untuk konsumsi tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna
Daftar Barang Kena PPN 12%
Barang kena PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Berikut objek yang dikenakan PPN berdasarkan Pasal 4 Ayat 1.
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan pengusaha.
Impor BKP.
Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan pengusaha.
Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Ekspor BKP berwujud oleh pengusaha kena pajak.
Ekspor BKP tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak.
Ekspor JKP oleh pengusaha kena pajak.
(prf/ega)