Jakarta -
Donald Trump menang dalam pemilihan presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS). Lalu, bagaimana dengan dampaknya terhadap pasar global?
Dikutip dari Reuters, Kamis (7/11/2024), Edison Research menilai, kondisi ini dapat menjadi kemenangan bagi nilai tukar dolar AS dan pasar saham. Namun, kemenangan Trump dapat berdampak kurang baik bagi obligasi, negara berkembang, energi bersih, dan investasi berkelanjutan.
Mata Uang
Posisi Trump sebagai presiden AS akan memperkuat nilai tukar dolar AS. Para investor mengharapkan kebijakan Trump terhadap inflasi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, itu berarti bank sentral AS, Federal Reserve perlu mempertahankan suku bunga tinggi untuk mencegah ekonomi menjadi 'terlalu panas' yang pada akhirnya membuat dolar AS menguat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada saat yang sama, rencana Trump mengenakan tarif pada perdagangan membuat Eropa membayar lebih banyak untuk pertahanan, dan kewaspadaannya terhadap lembaga multilateral kemungkinan menekan pertumbuhan di negara lain, sehingga meningkatkan daya tarik dolar AS.
Analis Citi memperkirakan penurunan tajam nilai tukar euro hingga di bawah level kunci US$ 1 jika tarif dan pemotongan pajak domestik diberlakukan. Nilai tukar Yuan China juga diperkirakan merosot lebih dalam, seperti pada 2018-2020 ketika nilainya terdepresiasi dengan cepat.
Trump diharapkan mengambil langkah yang lebih luwes terhadap regulasi kripto, sehingga harga Bitcoin bisa melonjak. Mata uang kripto terbesar di dunia ini naik ke titik tertinggi sepanjang masa pada Rabu kemarin
Saham
Sejumlah janji kampanye Trump dipandang mendatangkan dampak positif bagi pasar modal karena bisa menyebabkan pertumbuhan dan inflasi yang lebih kuat. Janji itu antara lain mengurangi regulasi dan penerapan pajak yang lebih rendah untuk perusahaan besar, lebih banyak produksi minyak, dan imigrasi yang ketat.
Sektor-sektor seperti bank, teknologi, pertahanan, dan bahan bakar fosil kemungkinan diuntungkan. Berdasarkan estimasi Goldman Sachs, tarif pajak perusahaan dipangkas menjadi 15% dari 21% dan bisa menaikkan laba S&P 500 4%.
Pada saat yang sama, kebijakan proteksionisme dan sikap kerasnya terhadap China akan menaikkan biaya, mengurangi keuntungan, dan merugikan perusahaan multinasional. Sektor-sektor yang terpapar perubahan tarif, seperti semikonduktor, otomotif, dan energi bersih kemungkinan bergejolak.
Dampak Trump ke harga komoditas hingga negara berkembang di halaman berikutnya.
Obligasi
Sementara itu, investor semakin khawatir tentang skala utang pemerintah AS dan defisit fiskalnya. Kondisi ini berangkat dari kekhawatiran bahwa hal itu akan mendorong biaya pinjaman, atau imbal hasil Treasury. Rencana belanja Trump dapat menambah US$ 7,5 triliun pada defisit selama 10 tahun, jauh lebih besar dari yang diusulkan Kamala Harris.
Imbal hasil Treasury naik hampir 50 basis poin pada Oktober, ketika pasar memperkirakan kemungkinan kemenangan Trump. Tekanan inflasi dari kebijakan Trump akan membuat Fed memiliki lebih sedikit ruang untuk memangkas suku bunga, yang akan membuat imbal hasil Treasury tetap tinggi.
Tekanan yang lebih besar pada mata uang euro, yen, franc Swiss, dan lainnya, serta inflasi yang lebih tinggi akan mengurangi ruang bagi bank sentral untuk memangkas suku bunga sesuai kebutuhan.
Komoditas
Trump akan berusaha memaksimalkan pengeboran minyak dan gas AS sebagai upaya menjamin negara tersebut tetap menjadi produsen teratas dunia. Pasokan yang kuat dapat membantu menjaga harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS yang sudah turun 4% sepanjang tahun ini.
Di sisi lain, Trump kemungkinan meningkatkan sanksi minyak terhadap Iran yang dapat memangkas sebagian besar pasokan minyak mentah dunia. Ia juga akan mengisi Cadangan Minyak Strategis ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kacang kedelai juga menjadi incaran. Para pedagang AS telah berlomba-lomba untuk mengirimkan panen yang memecahkan rekor menjelang pemilihan umum di tengah kekhawatiran akan ketegangan perdagangan baru dengan China, importir kedelai terbesar di dunia.
Negara Berkembang
Sebelum pemilihan umum, kekhawatiran atas kebijakan Trump telah membebani ekonomi negara berkembang. Selain tarif terhadap China, Trump berencana mengenakan tarif 200% terhadap impor kendaraan Meksiko. Peso Meksiko dapat melemah terhadap dolar AS.
Potensi hambatan lainnya adalah Calon Wakil Presiden Trump, JD Vance telah mengusulkan pajak 10% atas pengiriman uang yang akan mempengaruhi ekonomi Amerika Latin. Rand Afrika Selatan, pasar riil dan saham Brasil di negara-negara ini rentan jika terjadi kenaikan tarif, seperti halnya produsen chip di Taiwan, Korea Selatan, dan negara-negara lain yang memproduksi untuk perusahaan teknologi China.
Penjualan obligasi pemerintah dan penguatan dolar AS juga akan menyedot uang dari pasar berkembang dan memaksa kebijakan moneter yang lebih ketat di banyak negara. Namun, negara dengan pertumbuhan domestik seperti India atau Afrika Selatan dapat memperoleh manfaat dan menjadi tempat berlindung di lingkungan global yang tidak stabil.
Investasi Berkelanjutan
Kemenangan Trump membuka peluang tindak lanjut janji kampanye untuk mencabut peraturan ramah lingkungan yang membatasi pengeboran minyak dan gas serta penambangan batu bara. Kondisi ini dapat meningkatkan saham di sektor-sektor tersebut.
Trump juga akan mencabut semua dana yang tidak terpakai berdasarkan Undang-Undang Pengurangan Inflasi, Undang-Undang iklim khas pemerintahan Biden-Harris yang mencakup subsidi ratusan miliar dolar AS untuk kendaraan listrik, energi surya, dan angin.
Trump juga berjanji untuk memecat Gary Gensler sebagai Ketua Komisi Sekuritas dan Bursa AS. Hal ini akan menjadi kemunduran bagi kemampuan dana berkelanjutan AS.