Cerita di Balik Angka, Perjalanan Upah Minimum dan Hidup Layak di Indonesia

1 month ago 59

Jakarta -

Pemerintah memutuskan menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sekitar 6,5%. Hal ini seperti diumumkan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (29/11) kemarin. Tapi tahukah kamu bagaimana sejarah atau asal-usul penetapan standar pemberian gaji di Indonesia ini?

Melansir dari laporan International Labour Organization (ILO), konsep upah minimum pertama kali diterapkan di Indonesia pada 1969 atau 45 tahun yang lalu. Akan tetapi, saat itu konsep upah minimum dinamakan sebagai Kebutuhan Fisik Minimum (KFM).

Konsep KFM telah digodok sejak 1956 melalui konsensus tripartit dan para ahli gizi untuk menghitung upah minimum. Barulah kebijakan standar upah pertama Indonesia muncul pada awal 1970-an, setelah dibentuknya Dewan Penelitian Pengupahan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) No, 85 Tahun 1969.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bersamaan dengan itu para Pemerintah Daerah membentuk Dewan Penelitian Pengupahan Daerah (DPPD). Pembentukan DPPD ini dilakukan agar penetapan standar upah ini sesuai dengan kebutuhan dan wilayahnya masing-masing.

Kala itu besaran KFM memperhitungkan 48 komponen yang mencakup 17 komponen makanan dan minuman. Kemudian ada bahan bakar, penerangan, penyejuk yang terdiri dari 4 komponen; perumahan dan alat dapur terdiri dari 11 komponen; serta pakaian terdiri dari 10 komponen dan terakhir kelompok lain-lain ada 6 komponen.

"Penentuan nilai KFM dilakukan oleh DPPD melalui penelitian harga-harga pada pasar-pasar tradisional yang di lakukan sekali dalam sebulan untuk wilayah DKI Jakarta dan sekali dalam 3 bulan untuk wilayah propinsi lain," tulis ILO dalam laporannya.

"DPPD kemudian menyampaikan hasil kajian KFM dan kesimpulannya mengenai upah minimum kepada Gubernur, untuk kemudian direkomendasikan kepada Menteri Tenaga Kerja," terang serikat buruh internasional itu lagi.

Konsep kebijakan upah minimum resmi berlaku sejak ada Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 5 Tahun 1989 tentang upah minimum, yang definisinya sudah dirumuskan sebagai upah pokok terendah belum termasuk tunjangan. Kemudian ada revisi melalui Permenaker Nomor 10 Tahun 1990.

Seiring berjalannya waktu dan perubahan kondisi ekonomi di Indonesia, pada 1995 muncul perubahan konsep Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang ditetapkan melalui Permenaker Nomor 81 Tahun 1995.

Dalam hal ini perhitungan upah minimum ditetapkan dari beberapa komponen antara lain kelompok makanan dan minuman ada 11 komponen, perumahan dan fasilitas sebanyak 19 komponen, sandang ada 8 komponen dan aneka kebutuhan 5 komponen sehingga totalnya ada 43 komponen.

Kemudian muncul Permanaker Nomor 3 Tahun 1997 tentang Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku 2 tahun, dengan terbitnya Permenaker No 1 tahun 1999 tentang upah minimum. Aturan ini merupakan yang pertama menggunakan istilah upah minimum yang saat ini sudah banyak dikenal masyarakat.

Di mana dalam aturan ini UMR kemudian ditetapkan menjadi tingkat I dan tingkat II, antara lain kebutuhan, indeks harga konsumen, kemampuan perusahaan, kondisi pasar kerja dan tingkat perekonomian.

"Penetapan besaran upah minimum dilakukan oleh menteri tenaga kerja dan diadakan peninjauan besaran upah minimum selambat-lambatnya 2 tahun sekali. Upah minimum ini hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 tahun," jelas ILO mengutip Pasal 4 Ayat (1) dan (5) serta Pasal 13 Ayat (12) aturan itu.

Hingga akhirnya, pada 2006 muncul konsep upah minimum berdasarkan Permenaker Nomor 16 Tahun 2005 tentang Komponen dan Penetapan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Aturan itu berlaku sampai sebelum adanya UU Cipta Kerja.

Lalu pada tahun 2000, muncul Kemenakertrans Nomor 226 Tahun 2000 tentang perubahan Permenaker No 1 tahun 1999. Semenjak itu UMR tingkat I berubah menjadi UMP, sedangkan UMR tingkat II berubah menjadi Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).

Pada waktu itu terdapat tujuh kelompok yang mencakup 46 komponen KHL terdiri dari makanan minuman ada 11 komponen, sandang 9 komponen, perumahan 19 komponen, pendidikan 1 komponen, kesehatan 3 komponen, transportasi 1 komponen, dan rekreasi-tabungan ada 2 komponen.

Kemudian, jumlah komponen KHL direvisi melalui Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012. Jumlah komponen KHL lantas bertambah menjadi 60 komponen terdiri dari makanan minuman 1 komponen, sandang 13 komponen, perumahan 26 komponen, pendidikan 2 komponen, kesehatan 5 komponen, transportasi 1 komponen dan rekreasi-tabungan 2 komponen.

(fdl/fdl)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial