Bos Buruh Minta Airlangga-Pengusaha Tak Pakai UU Ciptaker soal Upah

1 week ago 8

Jakarta -

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sempat melangsungkan pertemuan dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pada Rabu (30/10) kemarin. Kala itu salah satu hal yang menjadi pembahasan adalah usulan skema kebijakan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025.

Dalam hal ini, skema kenaikan upah minimum tahun depan tetap mengikuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Terkait usulan tersebut, para buruh dengan tegas menyampaikan penolakan. Sebab menurut mereka PP 51/2023 merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang belum lama ini dicabut atau direvisi berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sehingga PP 51/2023 yang merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja seharusnya tidak berlaku lagi. Jadi tidak boleh digunakan sebagai acuan perhitungan kenaikan upah minimal tahun depan.

"Undang-undang Cipta Kerja itu sudah dicabut atau tidak berlaku lagi oleh Mahkamah Konstitusi. Pemerintah dan DPR, seluruh rakyat Indonesia termasuk Apindo-Kadin wajib mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi, tidak ada tafsir lain," kata Presiden Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam konferensi pers yang diselenggarakan secara online, Senin (4/11/2024).

"Dengan demikian norma-norma hukum yang sudah dicabut tadi, aturan turunannya juga tidak berlaku. Khusus pengupahan aturan turunannya adalah Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2023, tidak berlaku," jelasnya lagi.

Atas dasar inilah para buruh yang diwakili Said Iqbal berpendapat pemerintah secara tidak adil memihak kepada para pengusaha dan melanggar konstitusi jika benar nanti menggunakan formula dalam PP 51/2023 untuk perhitungan kenaikan upah 2025.

"Padahal kan keputusan MK konstitusi sudah kami terima nih, partai buruh dan Serikat-serikat buruh sebagai penggugat, tapi dikangkangi, kami tidak ditaati oleh pemerintah dalam hal ini Menko Perekonomian, Menteri Ketenagakerjaan dan menteri-menteri terkait khususnya dalam waktu dekat akan menetapkan kenaikan upah minimum atas saran Apindo. Apindo itu siapa? Masa disuruh melawan konstitusi menteri mau? Ini ada apa?" ucapnya.

Kondisi ini lantas membuat 5 juta buruh dari 15.000 pabrik di berbagai wilayah Indonesia berencana untuk melakukan aksi mogok nasional minimal selama dua hari antara 19 November-24 Desember 2024.

"Maka akan ada mogok nasional dari serikat-serikat buruh didukung oleh mahasiswa. Tapi sedang melakukan konsolidasi dengan mahasiswa didukung oleh mahasiswa dan masyarakat lainnya. Itu bisa dipastikan didukung oleh mahasiswa dan masyarakat lainnya," terang Said.

"Mogok nasional ini diperkirakan diikuti 5 juta buruh, direncanakan 5 juta buruh di 15 ribu pabrik sekurang-kurangnya," tegasnya.

Sebagai informasi, sebelumnya Menko Perekonomia Airlangga bertemu dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan mendapat usulan terkait kebijakan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025.

Disebutkan ada tiga hal yang bisa masuk skema pengupahan. Airlangga menjelaskan dalam usulan pengusaha, pertama skema pengupahan selain UMP juga melihat kondisi perkembangan perekonomian dan industri saat ini. Kedua, skema pengupahan tetap sesuai regulasi. Ketiga, pengusaha usul agar ada skema struktur skala pengupahan baru yang berdasarkan produktivitas.

"Komitmen dari pengusaha untuk bicaranya tidak hanya UMP tetapi juga bicara mengenai skala upah dan juga struktur skala upah, dan juga berharap produktivitas bisa menjadi salah satu faktor," terang Airlangga, Rabu (30/10) lalu.

Kemudian di lain kesempatan, Airlangga juga sempat bertemu dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dan meminta para pengusaha tak khawatir soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh terkait judicial review Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Menurut Airlangga putusan MK tidak perlu dikhawatirkan karena sebagian besar yang telah diputus oleh MK sesuai dengan peraturan yang telah diturunkan pemerintah.

"Pemerintah telah meninjau hasil pembatalan MK dan tidak perlu khawatir karena sebagian besar hal yang telah diputuskan oleh MK sebenarnya sesuai dengan peraturan yang telah diturunkan dari undang-undang tersebut," kata Airlangga.

(fdl/fdl)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial