Bareskrim Duga Operator SPBU-Kades Terlibat Penyelewengan Solar Subsidi

2 days ago 4

Jakarta -

Bareskrim Polri mengungkap kasus penyelewengan solar subsidi menggunakan barcode ilegal di Tuban dan Karawang. Polisi menduga ada keterlibatan sejumlah pihak, termasuk operator SPBU.

Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Nunung Syaifuddin menyebut dugaan tersebut muncul dari hasil penyelidikan polisi terhadap delapan tersangka yang telah diamankan. Di Tuban diduga ada keterlibatan operator SPBU dalam perolehan 45 barcode MyPertamina berbeda-beda dalam satu perangkat.

"Bagaimana mereka mendapatkan barcode ini tentu mereka sudah bekerjasama dengan operator yang ada di SPBU," kata Nunung dalam jumpa pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (6/3/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nunung memastikan pihaknya akan menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam kasus ini, termasuk operator SPBU. Sedangkan di Karawang, polisi juga menemukan dugaan keterlibatan kepala desa dalam penerbitan surat rekomendasi untuk dapat memperoleh sejumlah barcode MyPertamina.

Surat tersebut, jelasnya, seharusnya diperuntukkan bagi petani. Namun dalam praktiknya disalahgunakan oleh para pelaku.

"Dari Kepala Desa membuat rekomendasi surat keterangan petani yang berhak untuk mendapatkan barang bersubsidi atau solar bersubsidi. Kemudian itu dikumpulkan oleh para petani, oleh Kepala Desa. Oleh Kepala Desa diserahkan, dan (barcode) digunakan untuk membeli surat bersubsidi," jelas Nunung.

Kepala Desa yang diduga terlibat yaitu Kepala Desa Kamijaya, Dawuan Barat, Karawang. Nunung menyebut pihaknya masih mendalami peran kepala desa dan pihak lainnya dalam penerbitan surat rekomendasi ini.

Kemudian, Nunung menuturkan solar subsidi yang dibeli di SPBU menggunakan barcode ilegal itu dilakukan secara berulang. Solar kemudian dikumpulkan lalu dijual kembali dengan harga industri.

"Untuk wilayah industri biasanya ya, untuk industri, untuk alat berat, dan kegiatan-kegiatan yang menggunakan solar industri, dengan solar harga industri," ucap Nunung.

Memang terdapat selisih harga yang cukup tinggi antara solar subsidi dan nonsubsidi. Hal itu diduga menjadi salah satu pemicu praktik ilegal ini.

"Untuk disparitas atau selisih harga, untuk barang bersubsidi atau solar bersubsidi itu harganya Rp 6.800. Sementara mereka menjualnya di atas harga subsidi dengan harga Rp 8.600," terang Nunung.

Dalam penyelidikan ini, polisi menyatakan bahwa SPBU di Tuban dan Karawang yang terlibat penyelewengan adalah milik swasta. Meskipun, lanjutnya, solar yang disalurkan berasal dari Pertamina.

"Untuk SPBU yang di Tuban, kalau kita lihat dari kodenya, ini adalah milik swasta. Kalau masing-masing SPBU itu kan ada kodenya milik Pertamina, kodenya tersendiri, nanti swasta juga tersendiri, walaupun itu barang dari Pertamina semuanya," ujarnya.

Nunung mengimbau masyarakat untuk aktif melaporkan jika menemukan praktik serupa. Tujuannya agar penyalahgunaan barang subsidi dapat segera diberantas.

"Langkah penegakan hukum ini tentunya perlu sinergi antara pemerintah dan Kepolisian serta partisipasi aktif dari masyarakat dalam mengawasi dan memberikan informasi terhadap praktik-praktik ilegal dan curang dalam menggunakan penyalahgunaan barang-barang yang bersubsidi oleh pemerintah," imbuhnya.

(ond/taa)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial