Jakarta -
Rencana kenaikan PPN 1% dari 11% menjadi 12% dikonfirmasi akan berlaku awal 2025. Dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Parjiono menegaskan rencana kenaikan PPN sebesar 1% tetap akan berlaku pada 1 Januari 2025. Namun, terdapat sektor yang mendapat pengecualian kebijakan ini.
"Jadi kita masih dalam proses ke sana, artinya akan berlanjut. Tapi kalau kita lihat dari sisi, khususnya menjaga daya beli masyarakat, di situ kan pengecualiannya sudah jelas: untuk masyarakat miskin, kesehatan, pendidikan, dan seterusnya di sana," katanya, Selasa (3/12).
Selain itu Parjiono juga menyebut keberadaan subsidi bakal menjadi jaring pengaman kebijakan ini. Terkait insentif perpajakan, kata dia, hal itu justru lebih banyak dinikmati kelas menengah atas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kan daya beli jadi salah satu prioritas, kita perkuat juga subsidi jaring pengaman. Kalau kita lihat juga insentif perpajakan, kan yang lebih banyak menikmati kan kelas menengah atas," tambah dia.
Terkait alasan naiknnya PPN sebesar 1%, Pengamat sekaligus Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono mengatakan logika dasar kenaikan tarif PPN tersebut tidak terlepas dari latar belakangnya. Secara yuridis, kenaikan tersebut mengacu pada Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN (hasil revisi UU HPP).
"Jadi, secara legal formal pemerintah menaikan tarif PPN karena melaksanakan ketentuan yang diamanatkan oleh Pasal 23A UUD 1945, yaitu Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara didasarkan UU," ujar Prianto, kepada detikcom belum lama ini.
Ia mengatakan secara substantif pemerintah bersepakat dengan rakyat Indonesia melalui wakilnya di DPR ingin menaikkan rasio pajak. Caranya yakni memperluas objek pajak, dan meningkatkan tarif pajak.
"Kedua kebijakan tersebut tertuang di UU pajak melalui revisian di UU HPP," jelasnya.
Mengutip situs resmi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), rencana kenaikan tarif PPN ini adalah bagian dari upaya reformasi perpajakan dan menaikkan penerimaan perpajakan.
Sedangkan Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan strategi pemerintah ke depan bukanlah mengerek PPN, tetapi penghasilan pajak.
"Pertama, strategi ke depan adalah bukan kerek PPN, tapi kerek penghasilan pajak," terangnya saat ditemui di Kolese Kanisius, Sabtu (11/5).
Dengan diterapkannya sistem pajak yang canggih, pendapatan dari pajak diharapkan dapat lebih optimal. Untuk mengoptimalkan sistem pajak ini, pemerintah sedang menggarap Core Tax Administration System (CTAS).
"Diharapkan dengan implementasi dari sistem yang lebih baik, tentu kalau di Ditjen Pajak ada implementasi dari core tax kita harapkan itu bisa maksimal," lanjut sang Menko Perekonomian Kabinet Indonesia Maju.
Untuk diketahui, CTAS adalah teknologi informasi yang akan mendukung pelaksanaan tugas Ditjen Pajak Kemenkeu dalam automasi proses bisnis, seperti pemrosesan surat pemberitahuan, dokumen perpajakan, pembayaran pajak, hingga penagihan sebagaimana penjelasan dalam situs UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Sementara itu Sri Mulyani menyebut penerapan PPN 12% mulai 2025 sudah melalui pembahasan yang panjang dengan DPR RI. Semua indikator sudah dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan, salah satunya terkait kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Bukannya membabi buta, tapi APBN memang tetap harus dijaga kesehatannya, namun pada saat yang lain APBN itu harus berfungsi dan mampu merespons seperti saat episode global financial crisis, waktu terjadinya pandemi (COVID-19) itu kita gunakan APBN," ucapnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (13/11).
Daftar Barang dan Jasa Tidak Kena PPN 12%
Berdasarkan UU HPP tahun 2021 dan PMK No 116/PMK.010/2017, jenis barang yang tidak dikenai PPN 12%, yaitu barang tertentu yang dikelompokkan beberapa kategori. Berikut daftar barnag dan jasa yang tidak kena PPN 12%.
Makanan
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman, baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
Uang
Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.
Jasa
Jasa keagamaan
Jasa pelayanan sosial
Jasa keuangan
Jasa asuransi
Jasa pendidikan
Jasa tenaga kerja
Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
Jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan aktivitas pelayanan yang hanya dapat dilakukan pemerintah sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain.
Jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik atau pengusaha pengelola tempat parkir, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
Jasa pelayanan kesehatan medis tertentu dan yang berada dalam sistem program jaminan kesehatan nasional (JKN).
Jasa angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri.
Jasa boga atau katering, yaitu semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
Daftar Barang Tidak Kena PPN 12% dalam PMK 116/2017
●Beras dan gabah: berkulit, dikuliti, disosoh atau dikilapkan maupun tidak, setengah giling atau digiling semua, pecah, menir, salin yang cocok untuk disemai.
●Jagung: dikupas maupun belum, termasuk pipilan, pecah, menir, tidak termasuk bibit.
●Sagu: empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung bubuk dan tepung kasar.
●Kedelai: berkulit, utuh dan pecah, selain benih.
●Garam konsumsi: beryodium atau tidak, termasuk garam meja dan garam didenaturasi untuk konsumsi atau kebutuhan pokok.
●Daging: segar dari hewan ternak dan unggas dengan/tanpa tulang yang tanpa diolah, dibekukan, dikapur, didinginkan, digarami, diasamkan, atau diawetkan dengan cara lain.
●Telur: tidak diolah, diasinkan, dibersihkan, atau diawetkan, tidak termasuk bibit.
●Susu: susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan mauoun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya.
●Buah-buahan: Buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, dan degrading selain dikeringkan.
●Sayur-sayuran: sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, disimpan pada suhu rendah dan dibekukan, termasuk juga sayuran segar yang dicacah.
●Ubi-ubian: ubi segar baik yang sudah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, dan degrading.
●Bumbu-bumbuan: segar, dikeringkan namun tidak dihancurkan atau ditumbu.
●Gula konsumsi: gula Kristal putih asal tebu untuk konsumsi tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna
Daftar Barang Kena PPN 12%
Barang kena PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Berikut objek yang dikenakan PPN berdasarkan Pasal 4 Ayat 1.
●Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan pengusaha.
●Impor BKP.
●Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan pengusaha.
●Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
●Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
●Ekspor BKP berwujud oleh pengusaha kena pajak.
●Ekspor BKP tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak.
●Ekspor JKP oleh pengusaha kena pajak.
(prf/ega)