Uni Eropa Perbarui Sanksi ke Rusia, Serukan Persatuan Lawan Trump

1 month ago 34

Brussels -

Uni Eropa (UE) memperbarui sanksi terhadap Rusia dan menyetujui rencana untuk mencabut beberapa sanksi terhadap Suriah. Pada pertemuan menteri luar negeri UE pada hari Senin (27/01), mereka juga menyerukan pendekatan terpadu untuk menghadapi Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan kebijakannya yang dinilai transaksional dan bersifat divide et impera atau memecah-belah untuk menguasai.

Diplomat utama UE Kaja Kallas mengatakan, ketika AS melakukan kebijakan luar negeri transaksional, Eropa perlu "lebih kuat ketika kita bersatu," katanya kepada wartawan.

Zsuzsanna Vegh, dari NGO German Marshall Fund of the United States, mengatakan bahwa Trump bermaksud melemahkan UE dan berurusan dengan negara-negara anggota UE secara bilateral.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

"Jika para pemimpin negara Eropa bersaing untuk mendapatkan perhatian dari Pemerintahan Trump, hal itu akan berdampak negatif pada persatuan UE," kata Zsuzsanna Vegh kepada DW.

"Dan dukungan Trump terhadap mereka yang skeptis terhadap Eropa dapat semakin melemahkan persatuan tersebut."

Meski tidak seorang pun mengetahui dengan jelas bagaimana tepatnya kebijakan Trump akan berjalan dalam beberapa minggu mendatang, dan kekhawatiran akan perang dagang terus meningkat, tetap ada harapan bahwa ia tidak akan bersikap lunak terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin.

Di balik pintu tertutup, para diplomat Eropa tampaknya lega bahwa Trump mengancam akan mengenakan tarif yang lebih tinggi dan sanksi yang lebih berat, jika Rusia tidak mengakhiri perang terhadap Kyiv.

Kallas mengatakan, Trump telah memberikan "tekanan lebih besar" terhadap Rusia, dan menegaskan tanggung jawab untuk mengakhiri perang ada di tangan Putin.

UE perpanjang sanksi bagi Rusia, Hungaria sempat ancam veto

UE memperbarui sanksi terhadap Rusia yang membatasi perdagangan dengan negara itu, serta kembali membekukan miliaran aset negara.

"Eropa menepati janji," tulis Kallas di X saat mengonfirmasi perpanjangan sanksi setiap enam bulan.

"Ini akan terus mengurangi pendapatan Moskow dalam membiayai perangnya," tambahnya. "Rusia perlu membayar kerusakan yang mereka timbulkan."

Sebagai reaksi, Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban mengancam akan memveto perpanjangan sanksi tersebut, jika UE tidak membuat Ukraina mengangkut gas Rusia lewat jaringan pipanya ke Hungaria.

Awal bulan ini, Ukraina memutuskan untuk tidak memperbarui perjanjian yang mengizinkan sumber energi Rusia mengalir melalui wilayahnya.

Orban mengatakan mengklaim Hungaria telah kehilangan miliaran dolar sejak Ukraina menghentikan pasokan energi dari Rusia.

"Jika Ukraina menginginkan bantuan, misalnya untuk memberi sanksi kepada Rusia, maka biarkan mereka membuka kembali jaringan pipa gas dan biarkan mereka mengizinkan negara-negara Eropa Tengah, termasuk Hungaria, untuk mengimpor gas yang kami butuhkan melalui Ukraina," kata Orban.

Namun, Orban kemudian mengalah dan menuruti sikap UE.

Mengapa Orban menyerah?

Kantor berita Reuters melaporkan, Komisi UE merilis pernyataan yang mengatakan mereka siap untuk melanjutkan diskusi dengan Ukraina "mengenai pasokan ke Eropa melalui sistem jaringan pipa gas di Ukraina sesuai dengan kewajiban internasional Ukraina."

Komisi juga mengatakan akan melibatkan Hungaria dan Slovakia dalam proses tersebut.

"Komisi akan menghubungi Ukraina untuk meminta jaminan mengenai pemeliharaan pemindahan jaringan pipa minyak ke UE," lanjut komisi itu.

Namun, pernyataan ini tidak menyebutkan apakah UE akan meminta Ukraina untuk melanjutkan pasokan gas Rusia, yang ditolak mentah-mentah oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.

"Kami tidak akan membiarkan Rusia untung," kata Zelenskyy kepada pers minggu lalu. Alternatifnya, ia menyarankan untuk membiarkan Azerbaijan memasok gas ke negara-negara Eropa yang membutuhkan.

Para ahli mengatakan, setelah teguran tak terduga Trump kepada pemerintah Rusia untuk mengakhiri "perang konyol" dan "membuat kesepakatan," Orban seolah kebingungan.

Vegh mengatakan lebih lanjut, kepasrahan Orban mengenai sanksi UE mencerminkan bahwa ia "mempertimbangkan posisi Amerika."

Posisi Trump mungkin mengejutkan bagi Hungaria, imbuhnya. Orban "harus meredakan keberatannya" terhadap perpanjangan sanksi terhadap Rusia, dan kini terpaksa "berhati-hati dalam menjalin hubungannya dengan Moskow dan Washington."

UE tangguhkan sanksi bagi Suriah

Uni Eropa juga menilai perkembangan di Suriah di bawah otoritas transisi kelompok Islamis Hayat Tahir al Sham (HTS), mantan afiliasi al Qaeda, saat mengajukan alasan mencabut sanksi terhadap negara yang dilanda perang itu.

Blok UE menyetujui "peta jalan untuk meringankan sanksi" sambil tetap mempertahankan opsi untuk memberlakukannya kembali, jika ternyata Suriah tidak membentuk pemerintahan yang inklusif, atau jika dituduh melakukan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.

Julien Barnes-Dacey, direktur program Timur Tengah & Afrika Utara di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa (ECFR), mengatakan ada konsensus yang berkembang di Eropa tentang perlunya gerakan cepat untuk meringankan sanksi.

"Kondisi ekonomi yang buruk jelas merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi transisi positif," kata Barnes-Dacey kepada DW. "Ada risiko nyata bahwa jika negara tidak dapat distabilkan, keadaan dapat memburuk dengan cepat."

Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

(nvc/nvc)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial