Jakarta -
Joko Widodo (Jokowi) sebelum purnatugas sebagai presiden ternyata menandatangani aturan menaikkan gaji dan tunjangan hakim yang sempat menuai aksi cuti massal para hakim. Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) mengaku bersyukur atas dukungan pemerintah itu.
"Dengan penuh rasa syukur, kami menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada Presiden ke-7 Republik Indonesia Bapak Joko Widodo beserta jajaran kementerian terkait atas dukungan dan keberpihakannya terhadap upaya penegakan hukum yang berkeadilan," kata juru bicara SHI Fauzan Arrasyid dalam konferensi secara virtual, Selasa (22/10/2024).
"Perubahan terhadap hak keuangan dan fasilitas Hakim akhirnya diwujudkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2024, sebagai perubahan ketiga atas PP Nomor 94 Tahun 2012," tambahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, Fauzan menilai terbitnya PP 44 Tahun 2024 yang ditandatangani Jokowi belum menyelesaikan masalah. Dia menyebut peraturan pemerintah itu hanya mencakup kenaikan tunjangan jabatan, sementara sembilan komponen hak keuangan lainnya belum diatur.
"PP Nomor 44 Tahun 2024 hanya mencakup kenaikan tunjangan jabatan, sementara sembilan komponen hak keuangan lainnya belum diatur. Komponen tersebut mencakup gaji pokok, fasilitas perumahan, transportasi, jaminan kesehatan, jaminan keamanan, biaya perjalanan dinas, kedudukan protokoler, serta penghasilan pensiun dan tunjangan lainnya," tuturnya.
Lalu, kata Fauzan, kenaikan 40 persen belum bisa mengatasi masalah ketidakmerataan bagi hakim tingkat pertama. Sementara itu, katanya, para hakim di tingkat tersebut menghadapi tantangan lebih besar.
"Ketimpangan kesejahteraan masih terjadi. Skema kenaikan 40 persen belum mampu mengatasi masalah ketidakmerataan bagi hakim tingkat pertama, khususnya di pengadilan kelas II yang berada di berbagai kabupaten/kota. Hakim-hakim di tingkat tersebut menghadapi tantangan lebih besar, dan kebijakan saat ini belum sepenuhnya efektif untuk mengurangi beban tersebut," ujarnya.
Fauzan mengatakan pemerintah perlu memahami utuh putusan Mahkamah Agung Nomor 23P/HUM/2018. Di mana, ujar Fauzan, putusan ini tidak sekadar mengatur pemisahan gaji pokok dan pensiun hakim, tetapi juga menuntut penetapan nominal yang lebih tinggi.
"Pemerintah perlu memahami secara komprehensif putusan Mahkamah Agung Nomor 23P/HUM/2018. Putusan ini tidak sekadar mengatur pemisahan norma gaji pokok dan pensiun Hakim dari Aparatur Sipil Negara (ASN), tetapi juga menuntut penetapan nominal yang lebih tinggi. Pemerintah terkesan hanya fokus pada pemisahan pengaturan, tanpa memastikan besaran yang sesuai dengan tanggung jawab Hakim," ungkapnya.
Para hakim, kata Fauzan, tetap menuntut penyesuaian terhadap seluruh hak keuangan dan fasilitas hakim. Mereka juga mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera membuka kembali pembahasan RUU Jabatan Hakim.
Fauzan menyebut RUU Jabatan Hakim saat ini sudah masuk program legislasi nasional (prolegnas). Dia mengaku tengah menunggu DPR membahas RUU tersebut sesuai janji saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama pimpinan DPR beberapa waktu lalu.
"Terkait dengan pembahasan RUU Jabatan hakim, saat ini sedang masuk dalam prolegnas. Kita tunggu juga dari pimpinan DPR RI juga, untuk melakukan pembahasan ini sesuai dengan janji yang sama-sama kita dengarkan saat RDP bersama pimpinan DPR dan juga kita telah mendengarkan bersama komitmen dari Prabowo. jadi posisinya kita sedang menitipkan harapan dan juga mengawal janji itu," ungkapnya.
Berikut empat tuntutan utama Solidaritas Hakim Indonesia yang dibacakan Fauzan:
Kami tetap berkomitmen untuk memperjuangkan empat tuntutan utama kepada pemerintah:
1. Penyesuaian terhadap seluruh hak keuangan dan fasilitas hakim yang diatur dalam PP 94 Tahun 2012. Hingga saat ini, hanya tunjangan jabatan yang mengalami penyesuaian, meskipun nominalnya belum mencerminkan angka yang layak sesuai dengan aspirasi para-Hakim. Sementara itu, delapan komponen hak lainnya masih belum mendapat perhatian
2. Mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera membuka kembali pembahasan RUU Jabatan Hakim hingga disahkan menjadi undang-undang
3. Mendorong penyusunan RUU Contempt of Court guna melindungi kehormatan peradilan dan Hakim
4. Mendesak peraturan pemerintah tentang jaminan keamanan bagi hakim dan keluarganya
Baca halaman selanjutnya>>