Siapa Tanggung Jawab atas Kerugian Lingkungan dari Tambang Timah? Ini Kata Ahli

1 week ago 8

Jakarta -

Ahli hukum keuangan negara, Siswo Suryanto, dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang kasus dugaan korupsi pengelolaan timah yang mengakibatkan kerusakan lingkungan Rp 271 triliun. Siswo mengatakan ada rumus untuk menghitung kerugian kerusakan lingkungan.

Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini adalah pengusaha Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin (PT RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT sejak 2018, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak 2017.

"Mengenai kerugian lingkungan, ahli ya. Seandainya ada peraturan yang mengatakan bahwa mengenai kerugian lingkungan, kemudian kerugian ekologi, pemulihan habitat seperti itu ahli ya. Itu ada aturan, yang ada rumusnya untuk menghitung ya?" tanya ketua majelis hakim Eko Aryanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (7/11/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Siap, betul," jawab Siswo.

Siswo mengatakan kerugian kerusakan lingkungan menjadi tanggung jawab dan kewajiban para penambang. Namun, jika kewajiban pemulihan itu tak dilaksanakan, beralih menjadi tanggung jawab negara.

"Sehingga ada keluar angka gitu lho, ahli ya, apakah kemudian itu harus juga dibebankan kepada siapa ini ahli? Mengenai besarnya kerugian itu?" tanya hakim.

"Sebagaimana tadi saya sampaikan, seharusnya itu menjadi tanggung jawab para penambang ketika itu resmi. Tapi ketika mereka tidak melakukan, maka beralih menjadi tanggung jawab negara untuk melaksanakan pemulihan lingkungan itu," jawab Siswo.

Hakim menanyakan batas waktu peralihan tanggung jawab atas kerugian kerusakan lingkungan ke negara tersebut. Hakim menanyakan aturan prinsip dalam hukum keuangan negara soal penanggung jawab kerugian kerusakan lingkungan.

"Kenapa kok buru-buru langsung ke negara gitu lho, kenapa tidak yang secara nyata mengakibatkan kerugian lingkungan dan itu yang dibebani? Kenapa kok tiba-tiba ke negara?" tanya hakim.

"Kepada siapa ini ? Prinsipnya, Pak? Asasnya? Harus dibebankan kepada siapa?" imbuh hakim.

Siswo kemudian memberikan penjelasan. Siswo mengatakan secara prinsip tanggung jawab atas kerugian kerusakan lingkungan akibat penambangan dibebankan kepada para penambang.

"Jadi prinsipnya yang mengakibatkan?" tanya hakim.

"Adalah yang harus menanggung," sahut Siswo.

"Jadi pada saat apa kemudian negara mengambil alih itu? Untuk pemulihan tadi itu? Untuk parameternya apa?" tanya hakim.

"Jadi untuk sampai tiba di kerugian negara, kewajiban itu lahir, kemudian kewajiban itu diabaikan, kemudian beralih kepada negara. Jadi langkahnya seperti itu, Yang Mulia," jawab Siswo.

Berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

"Bahwa akibat perbuatan Terdakwa Suranto Wibowo bersama-sama Amir Syahbana, Rusbani alias Bani, Bambang Gatot Ariyono, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, Alwin Albar, Tamron alias Aon, Achmad Albani, Hasan Tjhie, Kwan Yung alias Buyung, Suwito Gunawan alias Awi, m.b. Gunawan, Robert Indarto, Hendry Lie, Fandy lingga, Rosalina, Suparta, Reza Andriansyah dan Harvey Moeis sebagaimana diuraikan tersebut di atas telah mengakibatkan kerugian Keuangan negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14," ungkap jaksa saat membacakan dakwaan Harvey di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (24/8).

Kerugian negara yang dibeberkan jaksa meliputi kerugian negara atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. Lalu, jaksa juga membeberkan kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun berdasarkan hitungan ahli lingkungan hidup.

Tonton juga Video: JPU Bakal Hadirkan 15 Ahli di Sidang Harvey Moeis

[Gambas:Video 20detik]

(mib/whn)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial