Jakarta -
Gedung Nusantara merupakan gedung utama dalam Kompleks Parlemen yang selama ini telah menjadi tempat dilantiknya presiden dan wakil presiden (wapres) RI juga anggota legislatif (MPR/DPR/DPD RI). Gedung ini berlokasi di Senayan, Jakarta.
Mengutip dari Portal Informasi Indonesia (Indonesia.go.id), Gedung Nusantara adalah titik sentral kegiatan dari Kompleks Parlemen Senayan dan menjadi saksi bisu bagi pelantikan sekitar anggota DPR/DPD/MPR RI sejak pertama kali digunakan pada 1966.
Sebelum ada Kompleks Parlemen Senayan, pelantikan para wakil rakyat RI beberapa kali berpindah lokasi. Saat sidang umum pertama hingga ketiga MPR Sementara (MPRS) pada November 1960-April 1965 bertempat di Gedung Soiceit Concordia, Bandung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini sejarah Gedung Nusantara dan Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta yang menjadi saksi sejarah pelantikan para wakil rakyat:
Sejarah Kompleks Parlemen
Pada awalnya, Kompleks Parlemen Senayan adalah bagian dari mega proyek pembangunan kawasan terintegrasi Senayan yang dicetuskan oleh Presiden pertama RI Soekarno, pada 8 Maret 1965. Kawasan ini menjadi pusat GANEFO (Games of the New Emerging Force) dan CONEFO (Conference of the New Emerging Force) yang diadakan pada 1964 dan 1966.
Kemudian Soekarno menetapkan, Gelanggang Olahraga Senayan (sekarang Kompleks Gelora Bung Karno/GBK) sebagai tempat olahraga (sport venue), dan Kompleks Parlemen Senayan sebagai bangunan politik (political venue). Hal ini berdasarkan surat Keputusan Presiden RI Nomor 48 Tahun 1965.
Pada 19 April 1965, tepat saat peringatan satu dasawarsa KTT Asia Afrika, dilakukan pemancangan tiang (groundbreaking) pertama Gedung CONEFO, demikian nama awal dari Kompleks Parlemen Senayan. Kegiatan groundbreaking ini dilakukan oleh Presiden Soekarno dan disaksikan oleh perwakilan negara-negara peserta KTT Asia Afrika kala itu.
Mengutip dari buku Selayang Pandang Gedung DPR, Presiden Soekarno meminta agar kompleks bangunan ini dibangun dengan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia dan harus mampu menjawab tantangan zaman ke depan. Soekarno meminta agar bangunan ini menampilkan kemegahan sebagai sebuah karya rancang bangun unggulan putra putri Indonesia dan bisa memberi kesan tak terlupakan bagi peserta konferensi.
Potret bangunan Gedung Nusantara zaman dulu (Foto: Dok. MPR RI)
Tentang Gedung Nusantara
Mengutip dari laman resmi MPR, arsitektur Kompleks Parlemen merupakan hasil rancangan karya Soejoedi Wirjoatmodjo, Dpl.Ing. yang ditetapkan dan disahkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 22 Februari 1965. Pada desain awal, Soejoedi menampilkan empat massa bangunan yang kini dikenal sebagai Gedung Nusantara, Nusantara II, Nusantara IV, dan Nusantara V.
Komplek Parlemen terdiri dari beberapa Gedung, yaitu: Gedung Nusantara yang merupakan gedung utama dalam komplek MPR/DPR/DPD yang berbentuk kubah dengan bentuk setengah lingkaran yang melambangkan kepakan sayap burung yang akan lepas landas, Gedung Nusantara I setinggi 100 meter dengan 24 lantai yang diresmikan, Gedung Nusantara II, Gedung Nusantara III, Gedung Nusantara IV, Gedung Nusantara V, Gedung Bharana Graha, Gedung Sekretariat Jenderal MPR/DPR/DPD, Gedung Mekanik, dan Masjid Baiturrahman.
Pembangunan sempat terhambat karena adanya peristiwa pemberontakan G30S/PKI. Kemudian dilanjutkan kembali berdasarkan Surat Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 79/U/Kep/11/1966 tertanggal 9 November 1966 yang peruntukannya diubah menjadi Gedung MPR/DPR RI.
(wia/imk)