Jakarta -
Regulasi tanah sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pasca kemerdekaan, bukti kepemilikan itu terus dikonsolidasikan. Bagaimana bila masih memiliki bukti Girik?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca. Berikut pertanyaan lengkapnya:
Pagi detik's Advocate
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya mendiami rumah warisan dengan alas hak bukti Girik. Apakah Girik sudah sama dengan Sertifikat Hak Milik (SHM)?
Terima kasih
Tedi
Terima kasih atas pertanyaanya. Akan kami coba menjawab berdasarkan apa yang penanya sampaikan.
Menjawab pertanyaan di atas, kami mengutip pendapat Hakim Agung Pri Pambudi Teguh dalam bukunya, yaitu 'Pembuktian Materiil Dalam Perkara Tanah: Upaya Pemberantasan Mafia Tanah Melalui Putusan Hakim'. Berikut sejumlah pemahaman atas alat bukti di bidang pertanahan, yaitu:
GIRIK
Girik adalah bukti seseorang memiliki kuasa atas sebidang tanah yang belum didafarkan pada Badan Pertanahan Nasional. Selain itu, girik juga menjadi bukti atas pembayaran pajak tanah.
PETUK
Petuk merupakan surat keterangan pemilikan tanah dari kepala desa dan camat setempat. Sebelum UU Pokok Agraria berlaku 24 Desember 1961, petuk merupakan alat bukti pemilikan tanah yang sama nilainya dengan sertifikat tanah. Setelah berlakukan UU Pokok Agraria, petuk hanya merupakan alat bukti pembayaran pajak tanah dan tidak lagi berfungsi sebagai alat bukti pemilikan tanah.
KIKITIR
Kikitir tanah merupakan bukti tanda pajak tanah dan bukan merupakan surat bukti kepemilikan tanah.
LATTER C
Latter C adalah tanda bukti penguasaan tanah berupa catatan yang disimpan di kantor desa/kelurahan.
Berikut contoh pertimbangan Mahkamah Agung (MA) terhadap alat bukti di atas:
Putusan MA Nomor 663 K/Sip/1970 tanggal 22 Maret 1972, disebutkan:
Kikitir tanah bukan merupakan surat bukti kepemilikan tanah, melainkan hanya merupakan bukti tanda pajak tanah, dan bukan menjamin bahwa orang yang namanya tercantum dalam Kikitir tanah tersebut adalah juga pemilik tanah.
Putusan MA Nomor 624 K/Sip/1970 tanggal 24 Maret 1971:
Nama seseorang yang tercatat dalam buku latter C tidak merupakan bukti mutlak dalam buku latter C tidak merupakan bukti mutlak bahwa ia adalah orang yang berhak/pemilik tanah yang bersangkutan. Latter C hanya merupakan bukti awal (permulaan) yang masih harus ditambah dengan bukti-bukti lainnya.
Kesimpulan:
Bagi pemilik surat-surat tanah adat, berupa girik, petuk dan Latter C dapat mengajukan penerbitan sertifikat ke BPN.
Terima kasih
Tim Pengasuh detik's Advocate
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: [email protected] dan di-cc ke-email: [email protected]
Pertanyaan ditulis dengan runtut dan lengkap agar memudahkan kami menjawab masalah yang anda hadapi. Bila perlu sertakan bukti pendukung.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/haf)