Jakarta -
Mantan supervisor security system control Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam Tbk, Andi Asmara, mengaku diperintah mencopot dua CCTV yang dipasang di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01. Padahal CCTV itu baru terpasang satu hari.
"Terus kapan ada perintah untuk pencabutan?" tanya ketua majelis hakim Toni Irfan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (22/10/2024).
"Saya itu pemasangan tanggal 19 Juli dicabut sehari sesudahnya, besoknya tanggal 20," jawab Andi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andi mengatakan perintah pemasangan dan pencopotan dua CCTV tambahan di BELM 01 Surabaya diberikan oleh Abdul Hadi Aviciena selaku General Manager PT Antam. Dia menuturkan pencopotan dilakukan karena broker Eksi Anggraeni marah saat tahu CCTV itu juga merekam suara.
"Saudara dapat perintah itu dari siapa?" tanya hakim.
"Saya dapat informasi itu, pagi-pagi itu, saya ceritakan dulu ya, Pak. Tanggal 19 itu saya mendampingi pemasangan, setelah itu tanggal 20 saya datang lagi pagi-pagi untuk mengontrol, biasanya saya setelah pemasangan itu dikontrol dulu apakah sudah merekam, kan gitu Pak. Biasanya saya seperti itu, memastikan sudah berjalan, setelah itu baru saya yakin besoknya baru saya pulang. Nah, saya datang di hari kedua itu, saya ketemu sama Misdi (Misdianto), Misdi bilang katanya Bu Eksi marah," jawab Andi.
"Bu Eksi marah?" tanya hakim.
"Ya, begitu. Bu Eksi marah, nggak nyaman, intinya gitu karena CCTV-nya ada suaranya, seperti itu, Pak. Saya langsung lapor Pak Paiman (mantan asisten manager system control UBPP LM PT Antam), 'Pak, bagaimana ini?' gitu," jawab Andi.
"Terus setelah Saudara melapor ke Pak Paiman?" tanya hakim.
"Pak Paiman langsung menghubungi Pak Abdul Hadi terus kembali menghubungi lagi ke saya bahwa itu dicabut aja, bawa pulang," jawab Andi.
Hakim mendalami posisi dua CCTV yang dicopot tersebut. Andi mengatakan dua CCTV itu terletak di ruangan back office dan di area depan Butik.
"Berarti Saudara mencabut yang dua itu?" tanya hakim.
"Saya yang mencabutnya memang," jawab Andi.
"Di ruangan mana aja yang Saudara buka itu?" tanya hakim.
"Ruangan, satu ruangan back office yang sudah terpasang sama di depan Pak satu," jawab Andi.
Hakim anggota Teguh Santoso juga mendalami Andi terkait alasan pencopotan dua CCTV tersebut. Hakim heran mengapa Abdul Hadi ketakutan saat mengetahui Eksi marah.
"Saudara tahu nggak hubungannya Bu Eksi dengan Pak Abdul Hadi?" tanya hakim.
"Nggak tahu, Pak, saya nggak kenal Bu Eksi, Pak, kalau Pak Abdul Hadi saya kenal," jawab Andi.
"Karena Bu Eksi marah terus Pak Abdul Hadi takut, terus dicopot CCTV," kata hakim heran.
"Saya nggak tahu, Pak," jawab Andi.
Hakim juga mendalami tujuan pemasangan dua CCTV tambahan tersebut. Hakim menanyakan apakah pemasangan CCTV itu untuk mengawasi Eksi.
"CCTV dipasang untuk apa tujuannya?" tanya hakim.
"Untuk memantau, Pak," jawab Andi.
"Bu Eksi?" tanya hakim.
"Memantau aktivitas di butik itu, Pak," jawab Andi.
"Ya kan yang marah Bu Eksi, berati kan mantau Bu Eksi?" tanya hakim.
"Mungkin, Pak, saya nggak tahu," jawab Andi.
Hakim terus mencecar Andi terkait hubungan Eksi dan Abdul Hadi serta tujuan pemasangan, pencabutan CCTV tersebut. Namun Andi mengaku tak tahu hubungan Eksi dan Abdul Hadi.
"Keterangan Saudara ini Bu Eksi ini, memantau Bu Eksi karena pembeli terbesar di Butik 01 Surabaya?" cecar hakim.
"Saya dapat infonya kan dari Pak Misdi begitu, Pak, saya nggak kenal Bu Eksi," jawab Andi.
"Makanya, ada hubungan apa dengan Bu Eksi Saudara nggak tahu ya, sampai-sampai Bu Eksi berani memerintahkan ke general manager untuk copot. Ndak tahu?" cecar hakim.
"Ndak tahu, Pak," jawab Andi.
Duduk sebagai terdakwa dalam persidangan ini adalah pengusaha Budi Said, yang dikenal sebagai crazy rich Surabaya serta mantan General Manager (GM) PT Antam Tbk, Abdul Hadi Aviciena.
Dakwaan Budi Said
Sebelumnya, Budi Said didakwa melakukan korupsi terkait jual beli emas. Jaksa mengatakan Budi melakukan kongkalikong pembelian emas dengan harga di bawah prosedur PT Antam, yang merupakan BUMN, sehingga merugikan keuangan negara Rp 1,1 triliun.
Sidang dakwaan Budi Said digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2024). Jaksa mengatakan rekayasa pembelian emas di bawah harga resmi itu dilakukan Budi bersama mantan General Manager PT Antam Tbk Abdul Hadi Avicena, Eksi Anggraeni selaku broker, Endang Kumoro selaku Kepala Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01, Ahmad Purwanto selaku general trading manufacturing and service senior officer, serta Misdianto selaku bagian administrasi kantor atau back office Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01.
"Terdakwa Budi Said bersama-sama dengan Eksi Anggraeni, Endang Kumoro, Ahmad Purwanto, dan Misdianto melakukan transaksi jual beli emas Antam pada butik emas logam mulia Surabaya 01 di bawah harga resmi emas Antam yang tidak sesuai prosedur penetapan harga emas dari prosedur dewan emas PT Antam Tbk," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa mengatakan Budi mendapatkan selisih lebih emas Antam 58,135 kg. Budi disebut melakukan pembayaran transaksi jual beli emas Antam yang tak sesuai spesifikasi sebesar Rp 25,2 miliar.
Jaksa mengatakan kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp 1.166.044.097.404 (Rp 1,1 triliun). Kerugian keuangan itu dihitung berdasarkan kekurangan fisik emas Antam di butik emas logam mulia Surabaya 01 dan kewajiban penyerahan emas oleh PT Antam ke Budi Said.
"Kerugian keuangan negara sebesar kekurangan fisik emas Antam di Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 sebanyak 152,80 kg atau senilai Rp 92.257.257.820 (Rp 92 miliar) atau setidak-tidaknya dalam jumlah tersebut sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas pengelolaan aset emas pada Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 PT Antam Tbk Tahun 2018 oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 12/LHP/XXI/09/2021 tanggal 21 September 2021," kata jaksa.
"Kerugian keuangan negara sebesar nilai kewajiban penyerahan emas oleh PT Antam Tbk kepada Terdakwa Budi Said atas Putusan Mahkamah Agung RI No 1666K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022 yaitu sebesar 1.136 kg emas atau setara dengan Rp 1.073.786.839.584 (Rp 1 triliun)," tambah jaksa.
Budi Said juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Jaksa mengatakan Budi menyamarkan duit korupsi hasil selisih pembelian emas itu.
(mib/idn)