Jakarta -
Rencana kenaikan tarif pajak penambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% membuat pedagang was-was harga barang dagangan mereka akan semakin mahal. Sebab tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu produk kena PPN.
Di mana kenaikan harga produk ini dikhawatirkan dapat membuat dagangan mereka semakin sepi karena masyarakat akan menahan diri untuk berbelanja. Atau jika tidak mereka harus menurunkan besaran keuntungan yang bisa diambil dari setiap penjualan untuk membuat harga tetap kompetitif.
Salah seorang pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang Blok A, Tomi, mengatakan jika tarif PPN naik kemungkinan besar modal produksi di pabrik juga akan ikut mengalami kenaikan. Walaupun ia tidak tahu pasti seberapa besar pusat-pusat produksi ini akan menaikkan harga barangnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harga barang pasti naik. Nggak ada yang nggak naik. Pokoknya kalau pajak sudah naik, sudah naik semua," kata Tomi saat ditemui detikcom, Jumat (22/11/2024).
"Kalau naik berapanya dari pabrik sih saya nggak tahu, tapi kan kalau dia juga kena pajak naik ya ongkos bikinnya bisa naik juga kan? Buat sekarang sih nggak tahu juga bakal gimana," terangnya lagi.
Namun ia memprediksi kenaikan harga dari tingkat produksi ini dapat mempengaruhi omzet pedagang. Sebab di tengah penurunan daya beli saat ini para pedagang sudah sebisa mungkin menjual barang dagangannya dengan harga murah agar tetap laku.
"Ya kalau menerkan naik berapa persen saja, nurunin ke ke kita jadi berapa kan? Ke sini bisa naik 10% atau 15%, kan dia juga butuh cari untung. Mau ambil, kalau nggak ya sudah," ucap Tomi.
Karenanya ia memperkirakan harga jual produknya bisa naik hingga Rp 5.000 per piece. Walaupun pada akhirnya harga akhir produk yang dijualnya berdasarkan hasil kesepakatan usai tawar menawar.
"Jadi mau nggak mau kita yang harus pintar-pintar, kita biasanya ngambil untung sekian, sekarang harus kurang. Tapi paling biasanya kalau ada kenaikan-kenaikan dari pabrik gitu, biar karena pajak naik atau harga barang baku naik gitu, satu piece bisa naik harga Rp 5.000," ungkapnya.
"Tapi ya kan biasanya pelanggan itu nawar kan. Mana sekarang nawar bisa setengah harga, dari biasa dia beli Rp 100.000, kita jual dari Rp 80.000, nawar lagi dia kan jadi Rp 45.000 atau Rp 50.000 tadi kan. Kalau kondisi pasar bagus nggak mungkin mau kita ditawar segitu, jadi ya harus pintar-pintar juga kita," ucapnya.
Sementara itu pedagang lain bernama Pito juga mengatakan kenaikan tarif PPN ini juga berpotensi menaikkan harga jual produknya. Walaupun ia juga belum tahu berapa kenaikan harga yang bisa terjadi.
"Kaya dulu saya pernah pengalaman pesan ikat pinggang itu tujuh lusin. Itu dulu pernah kena tahan bea cukai nggak tahu saya gimana ceritanya, yang pasti waktu itu orangnya harus nebus sekian, pas dihitung-hitung per lusinnya jadi naik Rp 7.000 ribu. Saya beli tujuh lusin kan lumayan juga naiknya. Ya kaya gitu lah nanti naiknya kan," terangnya.
"Jangankan pajak, dulu saya ingat sekali saat BBM naik itu jadi Rp 10.000, itu kan imbasnya ke transport, nggak mungkin yang dulu bisa kirim barang Rp 200.000 pas BBM naik tetap Rp 200.000 kan? Jadi mau nggak mau kita bagi tuh selisih kenaikannya terus jadi naik kan harga barangnya jadi nambah berapa ribu," terang Pito lagi.
Berdasarkan berbagai pengalaman itu, Pito memperkirakan harga tas yang dijualnya bisa naik Rp 5.000-10.000 per unit. Di mana kenaikan itu bisa semakin terasa untuk para pelanggannya yang membeli produk dengan jumlah banyak.
"Kalau naik paling naik, paling Rp 5.000-10.000. Kan dari dia naik, ya sedikit-sedikit kita juga harus naik untuk cari untung kan, tapi kalau beli banyak kan bisa lumayan berasa juga kan," kata Pito.
"Ya kalau bisa naik pajaknya ditunda dulu, karena naik 1% saja itu dampaknya ke masyarakat. Ya yang kaya tadi saya bilang, jangankan pajak, BBM naik saja semua naik kok," pungkasnya.
(fdl/fdl)