Jakarta - Banyak orang seperti mengalami euforia menyambut lebaran dan mudik 2025, setelah setahun terakhir sepanjang 2024 diwarnai dengan saling sikut dalam tahun politik. Namun mudik kali ini pun dipastikan rakyat tidak mendapatkan layanan yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Mudik masih menjadi perjalanan menyengsarakan bagi sebagian besar rakyat. Betapa tidak, sesuai perkiraan Polri akan ada 100 juta penduduk Indonesia yang akan bergerak melakukan mudik.
Ini berarti ada pergerakan massal dalam waktu bersamaan yang pastinya membutuhkan penanganan tersendiri karena pasti akan merepotkan dari sisi transportasi, penyediaan logistik, keamanan, dan jaminan kelancaran menuju dan kembali dari kampung halaman. Tidak mudah memang mengelola mudik karena peristiwa ini menjadi katarsis sosial kepenatan hidup di kota besar yang cenderung membosankan.
Namun pergerakan 100 juta penduduk bukanlah perkara sederhana. Jika melihat dari angka itu hanya penduduk berusia lanjut usia lansia yang akan tinggal di rumah selama lebaran. Yang jadi pertanyaan, siapkah pemerintah melayani hampir 50% penduduk Indonesia melakukan pergerakan dalam waktu bersamaan di saat mudik? Jawabannya tentu tidak.
Dalam keadaan normal saja kedodoran di sana-sini apalagi dalam momen mudik ketika semua moda transportasi memenuhi udara, lautan, jalan-jalan darat mulai dari jalan tol, provinsi, kabupaten hingga jalan-jalan tikus yang sempit. Perpindahan penduduk kolosal sebenarnya momen tahunan yang dapat dikelola pemerintah dengan lebih bertanggung jawab.
Mudik kali ini bisa menyengsarakan karena ribuan kilometer jalan-jalan masih rusak dan belum diperbaiki baik akibat banjir maupun karena lama tidak ada perbaikan. Hal ini diperburuk dengan efisiensi anggaran yang biaya perbaikan jalan berkurang. Akses jalan rusak ini pasti akan mengganggu kenyamanan pemudik dan tidak lancar. Selain tentu saja beresiko kecelakaan lalu lintas.
Dengan tidak lancar berarti memperlambat perjalanan dan bikin macet. Di beberapa titik yang akan dilalui pemudik juga rawan dilanda banjir. Belajar dari musibah banjir yang melanda DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur awal Januari 2025 lalu saat ini beberapa titik juga berpotensi terhambat oleh banjir. Apalagi hujan deras juga sukar diprediksi sehingga menyebabkan masalah di perjalanan.
Hal ini penting diketahui pemudik karena puncak musim penghujan belum usai dan penanganan banjir juga masih seadanya menyebabkan potensi banjir menggenangi pemukiman dan jalan raya yang dilintasi pemudik masih besar. Di samping masalah akses jalan di beberapa provinsi BMKG sudah memperingatkan akan potensi cuaca buruk selama musim mudik tahun ini.
Tentu saja peringatan ini harus diwaspadai sebab demi memburu recehan pengelola angkutan laut kerap mengabaikan aspek keselamatan rakyat. Alasan ingin cepat sampai ke kampung halaman dengan sarana yang tidak laik jalan menyebabkan penghalalan segala cara dan menghilangkan logika akal sehat.
Pengelola angkutan kapal dan pesawat udara tentu saja harus memperhatikan aspek keselamatan akibat cuaca ini agar rakyat tidak menjadi korban. Dan, yang tidak kalah penting yakni kesiapan petugas di lapangan di bawah komando petugas kepolisian. Praktik di lapangan tentu lebih sulit ketimbang di atas kertas waktu rapat.
Dalam pengalaman mudik tahun-tahun sebelumnya kemacetan bahkan pemicu kecelakaan lalu lintas selain disebabkan sarana-prasarana jalan juga disebabkan ketidaksiapan aparat yang bertugas di lapangan. Di lapangan jelas ada persoalan persimpangan jalan, pasar tumpah, obyek wisata, obyek vital, rumah makan, bottle neck dan parkir liar yang biasanya marak di jalur mudik.
Ini membutuhkan pengaturan yang cermat. Kita tentu saja amat prihatin selama ini pengaturan lalu lintas tidak dilakukan oleh petugas kepolisian melainkan oleh "pak ogah". Kehadiran pak ogah selama ini cukup membantu cuma yang jadi pertanyaan para polisi yang jumlahnya ribuan itu disimpan di mana pada saat rakyat membutuhkan layanan ketika banjir, pohon tumbang, lampu pengatur lalu lintas mati atau bahkan kecelakaan. Kondisi ini jangan terjadi pada mudik yang sebentar lagi akan menggeliat.
Apakah wajah selama mudik 2025 juga masih akan diwarnai dengan wajah-wajah pak ogah yang berseliweran di jalan raya melancarkan arus lalu lintas. Tidak terbayangkan di jalur-jalur alternatif yang sempit dan banyak tikungan pasti akan banyak pak ogah dan menjadikan sebagai ajang mencari rezeki dadakan dari para pemudik. Tak pelak masih buruknya layanan terhadap pemudik menyebabkan momen silaturahmi ke kampung halaman bukan kisah bahagia yang mereka dapat.
Sepanjang saya temui dari para pemudik kisah heroik yang selalu diceritakan dari tahun ke tahun terjebak kemacetan puluhan jam di jalan tol atau jalan nasional. Ketika mudik menyengsarakan di mana letak tanggung jawab pemerintah? Pemerintah juga gagal menghentikan penggunaan sepeda motor untuk mudik. Seharusnya karena momentum mudik ini pasti akan terjadi menjelang lebaran pemerintah lebih siap mengantisipasinya. Tapi apa yang terlihat kemacetan di sana-sini, kecelakaan demi kecelakaan, yang semuanya tentu menyengsarakan rakyat.
Karena mudik ini menjadi peristiwa budaya dan katarsis sosial rakyat seyogianya pemerintah lebih sigap melayani para pemudik. Jangan sampai rakyat dijadikan "tumbal" karena pemerintah dengan sumber daya dan anggaran yang tersedia dapat melakukan segalanya demi kebaikan masyarakat. Kiranya pemerintah Indonesia bisa meniru langkah Malaysia dengan memberi diskon pesawat dan tarif tol.
Paulus Mujiran pengamat sosial, pemerhati kebijakan publik
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini