Jalan Putar Balik Reformasi TNI

1 day ago 8

Foto : Demonstrasi tolak UU TNI di Surabaya, Jawa Timur, Senin (24/03/2025). (Deny Prastyo Utomo/detikcom)

Senin, 31 Maret 2025

Pasal 47 Undang-Undang TNI membatasi jabatan sipil bagi perwira aktif hanya di beberapa kementerian atau lembaga tertentu, tapi pemerintah mencari cara untuk mengakalinya. Menurut mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto, ketika ia masih mendampingi Presiden Joko Widodo, ada sejumlah usulan agar perwira TNI aktif bisa ditempatkan di jabatan sipil di luar yang diizinkan UU TNI.

Salah satu contoh yang menonjol adalah penunjukan Doni Monardo sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan status perwira aktif bintang tiga. Sebelumnya, Kepala BNPB dari unsur TNI harus beralih status menjadi aparatur sipil negara (ASN). 

"Pak Jokowi cuma bertanya ke kami, dimungkinkan tidak? Lalu saya sangat ingat waktu itu kami berinteraksi dengan Pak Luhut, dengan tim hukum, coba dicari celahnya bagaimana," ungkap Andi kepada detikX.

Saat itu, menurut Andi, Doni Monardo sempat menyatakan siap dan bersedia jika harus beralih status menjadi ASN. Namun Jokowi memberi arahan agar dicari celah hukum yang memungkinkan yang bersangkutan tetap berstatus TNI aktif.

Itu bertentangan dengan undang-undang. Memorandum kan tidak mempunyai kekuatan derajat hukum yang lebih tinggi daripada undang-undang."

"Waktu itu kami bilang permintaan Presiden coba kita kaji dulu," sambung kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut.

Hal serupa terjadi di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Seorang perwira tinggi TNI AL aktif diangkat sebagai pejabat eselon I. Pemerintah berargumen penugasan tersebut selaras dengan Pasal 10 UU TNI yang mengatur tugas AL dalam penegakan hukum di laut.

Meski demikian, tidak semua permintaan bisa diwujudkan. Ada juga permintaan yang ditolak karena tidak ditemukan dasar hukumnya. Salah satunya adalah keinginan Luhut Binsar Pandjaitan, saat menjabat Kepala Staf Kepresidenan, agar posisi Deputi V KSP yang menangani pertahanan diisi oleh perwira bintang dua aktif.

"Kami coba mencari celahnya, ternyata tidak ditemukan, akhirnya permintaan itu tidak diproses," ujarnya.

Suasana aksi massa BEM se-Semarang Raya di Jalan Pahlawan, Kelurahan Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Kamis (29/3/2025).
Foto : Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Pada masa awal rezim Prabowo Subianto, indikasi pelonggaran aturan terkait UU TNI juga mulai terlihat. Salah satu contohnya adalah posisi Letkol Teddy Indra Wijaya, yang kini menjabat Sekretaris Kabinet di bawah Sekretariat Militer. Secara kelembagaan, posisi ini mengalami perubahan dari yang sebelumnya dijabat oleh kalangan sipil.

Upaya menerabas aturan makin nyata ketika Kepala Sekretariat Presiden diisi oleh seorang perwira aktif. "Kepala Sekretariat Presiden itu nggak boleh, itu jabatan sipil. Nggak boleh militer maksudnya, sekarang diduduki oleh bintang 2 aktif," tegas Andi.

Kasus lain yang lebih terang-terangan melanggar Pasal 47 adalah pencalonan seorang perwira tinggi aktif untuk menduduki posisi Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog). Secara hukum, pengangkatan ini tidak diperbolehkan. Saat ini Direktur Utama Perum Bulog Mayjen Novi Helmy Prasetya sedang dalam proses pengunduran diri dari TNI. Saat ini Novi dimutasi sebagai Staf Khusus Panglima dari sebelumnya sebagai Komandan Jenderal Akademi TNI.

"Berdasarkan Pasal 47 TNI, nggak bisa. Ya, sama sekali nggak bisa," lanjutnya.

Nyatanya, penempatan prajurit aktif di berbagai kementerian atau lembaga negara dalam beberapa tahun terakhir meningkat jumlahnya. Menurut pengamat politik dan militer Universitas Nasional, Selamat Ginting, persoalan ini berawal dari kebijakan yang memungkinkan TNI ditempatkan di kementerian atau lembaga tertentu melalui nota kesepahaman (MoU) antara Mabes TNI dan instansi terkait. Namun ia menilai praktik tersebut bermasalah secara hukum.

"Sesungguhnya itu bertentangan dengan undang-undang. Memorandum kan tidak mempunyai kekuatan derajat hukum yang lebih tinggi daripada undang-undang," kata Ginting kepada detikX.

Dalam UU TNI, tugas militer di luar operasi perang diatur dalam kategori operasi militer selain perang (OMSP). Namun Ginting mempertanyakan mengapa banyak personel TNI ditempatkan di kementerian atau lembaga yang tidak berkaitan langsung dengan tugas OMSP. Ia menyoroti keberadaan personel TNI di Kementerian BUMN sebagai contoh yang perlu dikritisi.

"Rata-rata yang menjadi pertanyaan saya adalah kok banyak berada di Kementerian BUMN misalnya," katanya.

Dalam catatan Ginting, jumlah prajurit TNI aktif yang ditempatkan di kementerian atau lembaga negara melonjak drastis dalam beberapa tahun terakhir. "Di era Jokowi inilah berantakan. Jadi saya mencatat di 2024 ini ada 4.473 (tentara aktif), bayangkan," ungkapnya.

Jumlah tersebut termasuk TNI aktif yang menempati kementerian atau lembaga yang diperbolehkan oleh UU maupun yang tidak, seperti Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Badan Gizi Nasional, serta Kementerian ESDM. Di Kementerian BUMN saja, lanjutnya, ada 101 prajurit aktif yang ditempatkan, sehingga total jumlah prajurit yang tersebar di berbagai kementerian atau lembaga mencapai lebih dari 4.500 orang.

Siasat Baru Prabowo

Andi Widjajanto mengatakan pemerintahan Prabowo Subianto membutuhkan revisi UU TNI untuk mendorong lebih banyak keterlibatan TNI aktif di ranah sipil. Sementara sebelumnya militer hanya dikerahkan dengan cara mencari celah hukum, kini pendekatan yang diambil bisa lebih langsung dan masif. Artinya, bisa saja pemerintahan Prabowo akan mengubah aturan secara fundamental agar pelibatan militer di banyak lembaga atau kementerian tak lagi membutuhkan manuver hukum yang rumit.

"Karena ini akan masif berskala besar, sehingga akan capek kan kalau cari celah-celah kecil-kecil," ungkapnya.

Menurut Andi, contoh nyata upaya itu dapat dilihat di Universitas Pertahanan, yang  kini telah disiapkan program kursus eksekutif manajemen bagi ratusan kolonel.

"Dan itu nggak cuma terjadi di Unhan, terjadi juga di beberapa kampus di daerah-daerah," ungkapnya.

Dengan itu, Unhan berpotensi meluluskan sekitar 200 kolonel yang telah dibekali dengan kursus selama 6-9 bulan. Sayangnya, penempatan ratusan kolonel di berbagai sektor publik justru dinilai berpotensi menimbulkan kekhawatiran bagi calon investor global.

"Lalu apa sinyal yang ingin disampaikan Pak Prabowo ke calon-calon investor global? Silakan masuk ke Indonesia, Indonesia akan lebih bagus dari 10 tahun masa Jokowi karena sekarang kami menempatkan kolonel di mana-mana. Percaya nggak investor global?” ucap Andi.

Jangan Semua Dimasukkan Ranjang Sekuritisasi

Revisi UU TNI yang dilakukan secara kilat dianggap tak menyentuh masalah utama reformasi militer. Sebaliknya, revisi tanpa partisipasi publik yang berarti itu justru memperluas peran militer di luar urusan pertahanan.

Letjen (Purn) Agus Widjojo, mantan Gubernur Lemhannas yang berkontribusi terhadap reformasi TNI, menegaskan revisi UU TNI harus dimulai dengan evaluasi terhadap kesalahan-kesalahan dalam aturan yang berlaku saat ini. Misalnya terkait pola rekrutmen calon perwira. Agus mengusulkan agar jumlah perwira yang dididik di Akademi Militer dikurangi agar hanya mereka yang benar-benar potensial yang bisa mencapai posisi jenderal.

"Kita hanya perlu 20 bintang dua supaya mereka bisa berkompetisi untuk masuk ke bintang empat. Berarti 20 ini saja perwira yang dibentuk oleh Akademi guna penggunaan jangka panjang. Dengan harapan, mereka mencapai jenderal. Yang lain-lain itu ambil dari sekolah calon perwira. Ambil dari bintara-bintara. Agar mereka dididik, dilatih, menjadi perwira," jelasnya.

Demonstrasi tolak UU TNI di Kota Malang, Minggu (23/03/2025).
Foto : M Bagus Ibrahim/detikJatim

Agus juga mengingatkan agar konsep pertahanan tidak disalahartikan dengan sekuritisasi segala aspek kehidupan. Ia mengatakan, dalam beberapa wacana, masalah-masalah sipil sering kali dikaitkan dengan keamanan nasional secara berlebihan.

"Jangan semua masalah itu dimasukkan ke ranjang sekuritisasi, yang kalau tidak mampu menangani, ujung-ujungnya memang menuju sekuritisasi," tegasnya.

Adapun UU TNI telah disahkan DPR dalam rapat paripurna beberapa waktu lalu. Terdapat tiga pasal yang diubah dalam UU TNI. Salah satunya Pasal 47, yang mengatur prajurit TNI boleh menduduki jabatan di 14 kementerian atau lembaga. Dikutip dari detikNews, Mabes TNI menyampaikan prajurit aktif yang menduduki jabatan di luar 14 institusi yang telah ditentukan diminta pensiun dini atau mengundurkan diri.

"Untuk hal ini sudah jelas, Panglima TNI sudah menegaskan bahwa anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil (kementerian/lembaga) di luar yang sudah diamanatkan dalam Pasal 47 UU No 34 /2004 (10 K/L, 14 K/L dalam revisi UU TNI) harus pensiun dini/mengundurkan diri dari dinas keprajuritan," kata Kapuspen TNI Brigjen Kristomei Sianturi melalui pesan singkat pada Minggu, 23 Maret 2025.

Direktur Imparsial Al Araf menegaskan fungsi utama militer adalah untuk operasi perang, bukan terlibat dalam urusan sipil. Agenda reformasi TNI kini justru berjalan mundur sejak otoritas sipil perlahan memperbanyak TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil. Hal itu dibuktikan dengan maraknya MoU TNI dengan beragam kementerian dengan alasan operasi militer selain perang. Ini secara hukum lemah dan bertentangan dengan UU TNI.

"Sayangnya, DPR membiarkan, pemerintah justru mendorong (pelanggaran UU TNI) ini (terjadi)," kata Al Araf kepada detikX.

Reporter: Ahmad Thovan Sugandi, Ani Mardatila, Fajar Yusuf Rasdianto
Penulis: Ahmad Thovan Sugandi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana

[Widget:Baca Juga]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial