Jakarta -
Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan sela terhadap gugatan uji formil mengenai konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. MK meminta pemerintah tidak menerbitkan aturan lain mengenai konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sampai gugatan terkait UU ini tuntas.
Putusan sela itu dibacakan dalam sidang MK dengan perkara 132/PUU-XXII/2024, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (14/11/2024). Perkara tersebut menguji formil Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dalam gugatannya, Pemohon meminta agar MK menjatuhi putusan sela untuk menunda berlakunya UU Nomor 32 Tahun 2024 atas perubahan dari UU Nomor 5 Tahun 1990. Pemohon menilai pembentukan UU Nomor 32 Tahun 2024 tidak memenuhi ketentuan UUD 1945, UU Nomor 13 Tahun 2022 dan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Pemohon berpandangan UU Nomor 32 Tahun 2024 tidak memenuhi asas kejelasan tujuan. Di mana, seharusnya setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan jelas yang hendak dicapai.
"Dalam konsideran Menimbang huruf a, menimbang bahwa sumber daya alam hayati Indonesia dan ekosistemnya yang mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan karunia Tuhan Yang Maha Esa sehingga perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya, baik pada masa kini maupun masa depan," bunyi gugatan Pemohon.
"Konsideran tersebut tidak mempertimbangkan subjek hukum in casu masyarakat adat yang ada dan hidup di wilayah konservasi jauh sebelum UU a quo ada, bahkan jauh sebelum negara NKRI terbentuk. Di mana apabila dilihat cara dan pola hidup masyarakat adat yang hidup di wilayah tersebut, masyarakat adat tersebut mengelola dan memanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan seimbang, bahkan tidak hanya mengelola dan memanfaatkan namun juga menjaga kelestariannya," sambungnya.
Dalam pertimbangannya, MK menilai terdapat urgensi untuk memutus permohonan setelah mendapatkan penjelasan dari pihak pembentuk UU. Namun, bersamaan dengan proses itu, MK akan menghadapi gugatan perselisihan hasil Pilkada.
"Mahkamah akan dihadapkan pada agenda nasional, yaitu penyelesaian perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah tahun 2024 yang dapat menjadikan Mahkamah menghentikan untuk sementara seluruh pemeriksaan perkara termasuk perkara para Pemohon a quo," kata Hakim MK Saldi Isra.
MK memutuskan menunda pemeriksaan persidangan permohonan tersebut sampai sidang Pilkada selesai. MK meminta pemerintah untuk sementara tidak menerbitkan aturan lain mengenai konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
"Menyatakan menunda pemeriksaan persidangan permohonan pengujian formil Perkara Nomor 132/PUU-XXII/2024 sampai dengan selesainya persidangan penyelesaian perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah tahun 2024," kata Ketua MK Suhartoyo.
"Memerintahkan pemerintah atau pihak lain untuk tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6953) sampai dengan adanya putusan akhir Mahkamah Konstitusi," imbuhnya.
(amw/haf)