Jakarta -
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), Abdul Kadir Karding, bertemu dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). Pertemuannya keduanya membahas isu Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) bermasalah.
Dalam pertemuan itu, Karding meminta data perusahaan hingga LPK nakal kepada Ketum SBMI, Hariyanto Suwarno. Dia mengatakan data yang diberikan serikat buruh akan menjadi acuan kementeriannya dalam melakukan langkah penindakan bersama aparat kepolisian.
"Dan mudah-mudahan ini menjadi kerja sama yang baik. Saya minta sama Mas Hariyanto sebagai aktivis, kalau ada data perusahaan, data LPK, data orang-orang yang nakal selama ini, langsung kasih ke saya. Supaya saya bisa, bersama Kementerian ini, ada langkah-langkah yang cepat di dalam menangani masalah," kata Karding dalam jumpa pers di kantor P2MI, Jakarta Selatan, pada Rabu (6/11/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karding juga bicara kriteria LPK nakal yang acap kali menjadi pintu masuk masalah bagi pekerja migran. Dia menyebut LPK sering menyalahi aturan dengan mengirimkan pekerja migran Indonesia ke luar negeri.
"Ya salah satunya itu, dia mengirim unprocedural. Kan nggak boleh, LPK tuh nggak boleh ngirim. Peraturannya tuh nggak boleh ngirim. Jadi LPK tuh tidak boleh ngirim. Jadi ketika ada LPK ngirim, itu sudah harus, sudah offside itu. Apalagi ngirimnya unprocedural. Wah itu offside-nya dobel-dobel tuh, kuadrat," ujarnya.
Isu kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap pekerja migran Indonesia juga menjadi hal yang dibahas. Karding mengatakan pihaknya akan bertemu dengan polisi dan Komnas HAM dalam menuntaskan persoalan tersebut.
"Jadi TPPO ini core utamanya di kepolisian. Kami nanti akan support. Caranya adalah kita ketemu dulu kepolisian apa kerja sama bentuknya nih? Ketemu dengan Komnas HAM sama ketemu dengan bagian yang di mana itu, Kementerian PPPA, ya soal TPPO ini. Kita harus ketemu, merumuskan peran masing-masing di mana," katanya.
"Kalau kami kan perannya, kalau mereka (pekerja migran) mau berangkat itu, bagaimana caranya menutup jalan mereka keluar. Dan ketika mereka sudah bisa pulang, itu menjadi kewenangan kami. Tapi kalau urusan penegakan hukum, apa semua, penanganannya di luar, itu polisi dengan Kemenhub," terang Karding lebih lanjut.
Karding juga menyampaikan rencana dari KemenPPMI terkait kerja sama penyaluran pekerja migran dalam program government to government (G2G). Dia menyebut pihaknya memiliki rencana membuka kerja sama itu kepada dua negara baru, yaitu Amerika Serikat dan Kanada.
"Kita memang dalam rencana quick win kita, kita akan membuka beberapa negara baru. Berusaha membuka beberapa negara baru. Kanada, Amerika, Polandia, dan beberapa negara lain. Sehingga kita jajaki ya untuk kita ruang pasang di sana seperti apa. Jadi, jadi ini akan kita lihat," jelas Karding.
Karding menjelaskan alasan pihaknya memilih ketiga negara tersebut. Salah satunya karena memiliki regulasi yang tidak rumit.
"Karena satu, kita bisa. Yang kedua, peraturannya nggak ribet. Yang ketiga, perlindungannya bagus. Yang keempat, penghasilannya bagus," terangnya.
Sementara itu, Ketua SBMI Hariyanto menyinggung soal regulasi pekerja migran yang saat ini diatur oleh beberapa kementerian. Hariyanto berharap agar peraturan pekerja migran diatur oleh KemenPPMI saja.
"Salah satunya tujuan kami Pak Menteri, satu perizinan. Tidak ada lagi suatu perizinan yang nanti berada di kementerian yang lain. Salah satunya sektor perikanan, yang saat ini masih ada di Kementerian Perhubungan sama di Kementerian Ketenagakerjaan," kata dia.
"Dengan harapan menteri baru ini, kemudian menyatukan perizinan sesuai dengan mandat PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 22 Tahun 2022. Terima kasih," pungkasnya.
(ygs/ygs)