Kisah Budak Beri Makan Anjing dan THR Ormas

3 days ago 9

Jakarta -

Pernyataan Wakil Menteri Agama Romo Muhammad Syafi'i soal ulah sejumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang meminta-minta dana THR ke beberapa perusahaan sungguh mencengangkan. Ia meminta agar isu itu jangan terlalu dipersoalkan sebab merupakan bagian dari budaya berlebaran di Indonesia sejak dulu. Andai yang melontarkan hal tersebut adalah Menteri Sosial, penulis dapat memakluminya. Namun bila dari seorang Wakil Menteri Agama?

Semula penulis membayangkan Romo Syafi'i akan mengutip hadits populer yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad bin Hanbal bahwa, "Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah." Hadits ini menjelaskan, bahwa tangan di atas adalah orang yang bersedekah, dan tangan di bawah adalah orang yang menerima pemberian. Atau sederhananya "orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima."Maknanya adalah menjaga kehormatan seseorang untuk tidak menjadi orang yang meminta-minta. Apalagi meminta dengan tendensi intimidatif.

Mengingat sebelum menjadi politisi, beliau adalah seorang guru agama, penulis juga membayangkan Romo Syafi'i akan merujuk kisah masyhur antara Abdullah bin Ja'far dan budak hitam di kebun kurma. Alkisah, Abdullah bin Ja'far yang dikenal sangat dermawan singgah di kebun kurma yang dijaga oleh pemuda kulit hitam itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sana ia melihat pemuda itu mengeluarkan bekal makanannya sebanyak tiga bagian. Tiba-tiba ada seekor anjing mendekat, lalu pemuda itu melemparkan satu bagian makanannya, dan langsung disantap si anjing dengan lahapnya. Kemudian pemuda itu melemparkan bagian makanannya sampai habis.

Abdullah bertanya, "Wahai Anak Muda, berapa bekal makananmu setiap hari?" Pemuda menjawab, " Sesuai yang telah engkau lihat."

Abdullah berkata, "Kenapa engkau memprioritaskan anjing itu?" Dia menjawab, "Ini bukan daerah anjing. Ia datang dari tempat jauh dalam keadaan lapar, maka aku tidak mau memulangkannya."

Abdullah kembali bertanya,"Apa yang akan engkau lakukan hari ini." Jawabnya, "Aku tidak makan hari ini."

Abdullah bergumam dalam hati, " Pemuda ini menampakkan kedermawanan. Sungguh dia lebih dermawan dari padaku." Singkat cerita, yang penulis kutip dari e-bookanak.com, 'Budak yang Lebih Pemurah dari Abdullah bin Ja'far' Abdullah pun membeli kebun kurma itu berikut penjaganya. Setelah dimerdekakan, si pemuda hitam itu pun diberinya kebun kurma tersebut.

Penulis tak paham kenapa Romo Syafi'i sama sekali tak merujuk hadist maupun kisah tersebut. Semoga saja karena beliau punya empati lebih. Namun, andai memang benar meminta dana THR sudah menjadi tradisi atau budaya, apakah patut dilanggengkan. Apalagi di tengah kondisi ekonomi yang kian berat? Bukankah kaum buruh yang sehari-hari memerah peluh lebih berhak ketimbang para ormas pemalas itu?

Hingga batas tertentu permintaan dana THR menjelang lebaran mungkin dapat disiasati dengan menggunakan dana CSR. Namun tidak semua perusahaan siap karena kondisi yang berbeda-beda. Selain itu penggunaan dana CSR yang berlebih untuk THR ormas tentu saja dapat mengganggu bantuan pembangunan di suatu daerah.

Fenomena ormas meminta dana THR menjelang lebaran bukan cuma bersifat kasuistis. Cuma terjadi di Depok dan Tangerang. Menurut Ketua Himpunan Kawasan Industri, Sanny Iskandar gangguan tersebut oleh ormas hampir terjadi di semua kawasan industri di Indonesia, terutama di daerah seperti Bekasi dan Karawang, Jawa Barat.

Fakta lain, permintaan uang THR ini sejatinya merupakan modus lain yang kerap dilakukan sehari-hari dalam bentuk pungutan liar, uang keamanan, jatah proyek, dan lain-lain. Akibat praktik ini, para pengusaha harus menanggung kerugian akibat biaya tambahan.

Hal itu tentu saja akan meningkatkan ketidakpastian dalam berbisnis, serta menurunkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Jika hal demikian terus terjadi dan dibiarkan, pada gilirannya daya saing Indonesia sebagai tujuan investasi akan menurun.

Atas dasar itu, tentu kita semua berharap pemerintah bersama segenap aparat terkait memberantasnya secara permanen, agar tradisi atau budaya negatif semacam itu tak tumbuh subur. Bila perlu, ormas dapat dijerat sanksi administratif maupun penjatuhan sanksi pidana bagi oknum anggota ormas yang bertindak tidak patut itu dapat dikenai sanksi administrative berdasarkan UU Ormas dan perubahannya. Selain itu, oknum anggota ormas juga dapat diancam pidana sesuai ketentuan Pasal 368 KUHP dan Pasal 482 UU 1/2023.

*penulis Wartawan detikcom Ini merupakan sepenuhnya pandangan pribadi

(jat/azh)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial