Kebut Aturan Tambang Masuk Kampus

1 month ago 39

Ilustrasi : Edi Wahyono

Senin, 27 Januari 2025

20 Januari 2024, tiba-tiba Revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) dibahas dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira, mengkritik proses kilat kebut dalam sehari rapat tersebut.

Andreas merasakan keganjilan rapat yang dilaksanakan pada hari terakhir DPR RI dalam masa reses. Tak hanya itu, rapat berlangsung selama 12 jam, dimulai pagi pukul 10.47 WIB hingga tengah malam berujung pengambilan keputusan hasil penyusunan RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Minerba.

“Rangkaian yang begitu padat, dalam sehari, rapat undang-undang sampai ke pleno pengesahan di Baleg. Ya, itu terlalu cepat untuk satu undang-undang yang revisi, sehingga tidak ada kesempatan bagi publik untuk dengar pendapat kalau gitu,” ujarnya kepada detikX pada Rabu, 22 Januari 2025.

Apalagi rapat Revisi UU Minerba itu menambahkan norma baru tentang izin usaha tambang (IUP) prioritas bagi ormas keagamaan dan perguruan tinggi. Andreas menilai seharusnya rapat tersebut tidak perlu dilakukan terburu-buru untuk memastikan partisipasi publik terpenuhi.

“Norma baru itu prosesnya harus membuka ke ruang publik untuk meaningful participation kan, mendengar dari stakeholder terkait, terus kemudian rapat dengar pendapat dari berbagai pihak yang berkaitan dengan soal ini,” lanjutnya.

Menurut politikus kelahiran Maumere tersebut, perkara pembahasan pemberian izin tambang terhadap suatu pihak mestinya didasari dialog yang mendalam. Seperti alasan mengapa ormas dan perguruan tinggi pihak yang diprioritaskan hingga kapabilitas mereka.

“Yang kita dengar dari APNI itu, ya tidak mudah gitu untuk menjadi penambang. Jangan sampai, nanti kita sudah dapat IUP, terus dijual lagi. Karena perorangan kan juga bisa mengusulkan IUP. Nanti semua orang bikin UMKM, bikin ormas, untuk kemudian nanti dapat ini, lalu nanti dijual lagi ke orang lain,” ucapnya melalui sambungan telepon.

Badan legislasi (Baleg) DPR menggelar rapat dengan pendapat umum (RDPU) dengan perwakilan Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Muhammadiyah hingga Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) membahas RUU Minerba, Rabu (22/1/2025).
Foto : Dwi Rahmawati/detikcom

Politikus PDI Perjuangan lainnya, Putra Nababan, turut mengkritik karena, sebagai anggota Baleg DPR RI, ia mengaku baru menerima naskah akademik RUU 30 menit sebelum rapat berlangsung. Padahal panjangnya mencapai 78 halaman.

Senin itu, rapat pembahasan RUU Minerba melangsungkan tiga sesi sekaligus, dari yang awalnya terbuka kemudian menjadi tertutup. Esoknya, pada Selasa, 21 Januari 2025, Baleg langsung bersepakat RUU akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi RUU Inisiatif DPR.

Baru pada Rabu, 22 Januari 2025, DPR RI mengundang sejumlah pihak, mulai perwakilan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Muhammadiyah, hingga Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI). Ini untuk rapat dengar pendapat umum (RDPU), tak ada perwakilan dari pihak perguruan tinggi.

Secara beruntun, pada Kamis, 23 Januari 2025, RUU tentang Perubahan Keempat atas UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara disetujui menjadi RUU inisiatif DPR. Tak ada satu pun fraksi yang menolak dalam rapat itu.

Beda pendapat, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia merasa prosedur pembahasan Revisi UU Minerba sudah tepat. Justru, menurutnya, yang dilakukan Baleg selangkah lebih maju.

Kata Doli, meaningful participation atau partisipasi publik yang bermakna biasanya baru dilakukan ketika sudah dilakukan pembahasan terbuka, ketika sudah disepakati pimpinan DPR, dan mendapat pandangan dari pemerintah.

“Kemarin, kami justru mendahulukan gitu lho. Walaupun kemudian kita sudah putuskan sebagai hak inisiatif DPR, dan sambil nunggu surpres, kita sudah mulai melaksanakan meaningful participation itu. Justru kita duluan nih ngambil inisiatif,” jelasnya.

Terkait dengan naskah akademik yang mendadak diberikan, Doli mengklaim dikarenakan undang-undang yang dibahas merupakan undang-undang yang sedang berlaku atau undang-undang yang sudah ada, tak perlu lagi disebarkan naskah akademik dan hanya perlu brainstorming saja.

Ia membeberkan brainstorming sudah dilakukan seminggu sebelumnya kepada masing-masing ketua dan anggota pokok subkomisi (kapoksi). “Sama kapoksi-kapoksi, drafnya kita bagi. Nah, urusan drafnya nyampeke orang per orang, itu kan tanggung jawabnya kapoksinya masing-masinglah,” jawabnya.

Ternyata pada 14 Januari, Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menggelar rapat informal dengan para kapoksi dan menyepakati hilirisasi, pengelolaan pertambangan oleh ormas keagamaan menjadi prioritas untuk diatur dalam UU Minerba. Dalam rapat itulah, kata Doli, dibagikan pula semua bahan dan draf yang dibahas pada rapat 20 Januari 2025.

Seperti yang diketahui, UU Minerba yang belum direvisi tidak selaras dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang diteken mantan Presiden Jokowi.

PP tersebut bertentangan dengan UU Minerba karena memberikan izin tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas). Padahal UU Minerba yang belum direvisi menyebutkan prioritas pemberian IUPK diberikan kepada badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD).

Di lain pihak, Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung Prof Ridho K Wattimena menanggapi kampusnya siap menerima jika memang diberi izin usaha tambang. Namun peraturan yang nantinya diterbitkan diharapkan tidak bertentangan dengan UU Pendidikan.

“Ya, asal jelas, asal jangan sampai kami dikasih wilayah usaha pertambangan, kemudian kami melanggar aturan mengenai perguruan tinggi gitu loh. Saya nggak tahu apakah misalnya perguruan tinggi boleh berbisnis? Saya juga nggak tahu apakah kita harus bikin perusahaan sendiri, kalau kita mau, harus bikin perusahaan yang terpisah dari perguruan tinggi,” kata Ridho kepada detikX.

Gerakan Bersihkan Indonesia memasang instalasi seni bertemakan 'Terpenjara dalam UU Minerba' di depan gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Kamis (4/8/2022).
Foto : Andhika Prasetia/detikcom

Sedangkan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni UGM, Arie Sujito, menyatakan belum ada sikap resmi dari kampusnya. Namun, secara pribadi, Arie berpendapat kampus bukan ladangnya untuk berbisnis tambang.

“Kampus itu biar konsentrasi, memahami, dan berperan untuk urusan pendidikan, pengajaran, dan pengabdian. Ya, pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, Tridarma itu. Nah, atas dasar itu, ya tidak perlulah ngurus tambang itu. Berikan kepada yang profesional,” jelasnya.

Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, menilai prosedur rapat RUU Minerba seharusnya tetap mengutamakan partisipasi publik dan tak boleh terburu-buru. Pemaknaan terkait publik tidak hanya terlepas dari ormas ataupun perguruan tinggi negeri.

“Mahkamah Konstitusi bilang ada istilahnya partisipasi. Nah, itu artinya ada hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk mendapatkan jawaban atas pertimbangan itu, dan harus mengikutsertakan semua pihak yang peduli pada isu itu. Jadi bukan cuma kampus misalnya ya, tapi misalnya mau ada masukan dari organisasi nonpemerintah, dari akademisi yang mungkin kampus tapi kampus swasta,” terang Bivitri kepada detikX.

Terlepas adanya norma baru ataupun tidak, pembuatan undang-undang tak bisa ditawar tanpa melibatkan publik, apalagi rapat dilakukan pada jam-jam yang tidak wajar sampai tengah malam. Hal itu juga mengindikasikan rapat masih kental nuansa maskulin, minim mempertimbangkan waktu yang tepat untuk partisipasi perempuan.

“Ini mengingatkan kita pada revisi Undang-Undang Minerba juga tahun 2020, itu juga cuma enam hari. Jadi kita mesti soroti kepentingan ekonomi politik dari Minerba ini. Jadi memang sangat kelihatan prosesnya diburu-buru ya. Okelah memang nggak tertutup kita bisa nonton di YouTube, tapi tetap saja keterburu-buruan ini memang mau tidak mau bikin kita jadi punya dugaan bahwa ada motif politik di baliknya,” tandasnya.

Reporter: Ani Mardatila, Fajar Yusuf Rasdianto, Ahmad Thovan Sugandi
Penulis: Ani Mardatila
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Fuad Hasim

[Widget:Baca Juga]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial