Jakarta -
Indonesia mendukung Reformasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk perdagangan inklusif dan berkelanjutan. Indonesia juga menekankan bahwa Kawasan Perdagangan Bebas Asia-Pasifik (FTAAP) merupakan inisiatif penting dalam integrasi kawasan Asia Pasifik sesuai dengan Visi APEC Putrajaya 2040. Hal ini disampaikan dalam Pertemuan Menteri Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC Ministerial Meeting/AMM) ke-35 di Lima, Peru.
Acara yang dilaksanakan pada Kamis (14/11) ini dihadiri oleh Menteri Perdagangan Budi Santoso, Menteri Luar Negeri Sugiono, dan Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Djatmiko Bris Witjaksono. Mendag Budi mengatakan Indonesia mendukung Reformasi WTO untuk perdagangan inklusif dan berkelanjutan. Indonesia juga mendukung peran FTAAP dalam integrasi regional dan perdagangan terbuka sesuai dengan Visi APEC Putrajaya 2040.
"WTO merupakan pilar utama Sistem Perdagangan Multilateral. Untuk menjaga sistem yang tetap relevan, kita harus berdialog secara terbuka dan melangkah menuju reformasi WTO. Hal ini penting agar pertumbuhan yang inklusif, saling terhubung, dan berkelanjutan dapat tercapai, sekaligus memperkuat stabilitas rantai nilai global kita," ujar Budi dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/11/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Budi, WTO tetap menjadi landasan Sistem Perdagangan Multilateral yang memberikan kerangka kerja penting untuk mengatasi tantangan bersama di antara berbagai perekonomian.
"Untuk menjaga relevansi dan efektivitas WTO, kita harus melakukan reformasi yang berarti," ungkapnya.
Dengan memprioritaskan pemulihan sistem penyelesaian sengketa dua tingkat melalui penunjukan anggota Badan Banding, percepatan pembahasan mengenai Reformasi Penyelesaian Sengketa WTO sangatlah penting.
"Hal ini penting untuk membangun kembali kepercayaan anggota terhadap WTO dan memperkuat kredibilitasnya dalam menyelesaikan perselisihan perdagangan," urainya.
Lebih lanjut, Budi menggarisbawahi pentingnya memastikan akses pasar yang adil dan merata bagi produk pertanian, terutama dari negara berkembang. Selain itu, memberdayakan usaha kecil dan menengah UKM) dari negara-negara berkembang untuk berpartisipasi dalam perdagangan global juga tak kalah penting.
"WTO dapat mendukung hal ini dengan memberikan bantuan teknis, peningkatan kapasitas, dan mengatasi hambatan non-tarif yang berdampak besar terhadap UKM, sehingga mendorong pasar global yang lebih inklusif," lanjut Budi.
Sementara itu, Djatmiko menambahkan Indonesia berkomitmen dalam memajukan inklusivitas dan mendukung paragraf khusus mengenai pemberdayaan ekonomi perempuan dalam Deklarasi Menteri MC13. Meningkatkan peran perempuan dalam perdagangan akan meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan ekonomi, sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan.
Dalam mengatasi tantangan lingkungan hidup, Indonesia juga menyadari pentingnya upaya untuk melindungi lingkungan dan melakukan mitigasi perubahan iklim.
"Namun, penting untuk memastikan bahwa kebijakan lingkungan hidup yang terkait dengan perdagangan tidak bersifat diskriminatif atau menciptakan hambatan yang tidak perlu terhadap perdagangan internasional, khususnya bagi negara-negara berkembang," ungkap Djatmiko
Terkait FTAAP, Djatmiko menjabarkan untuk mewujudkan visi ini, kerja sama, peningkatan kapasitas, dan fleksibilitas sangat penting dalam mengakomodasi berbagai tingkat pembangunan dalam APEC. Hal ini termasuk menciptakan kerangka kerja untuk integrasi bertahap dan memberikan dukungan bagi perekonomian pada berbagai tahap kesiapan.
"Memaksimalkan potensi FTAAP secara penuh juga memerlukan penanganan isu-isu utama seperti ketahanan rantai pasokan, fasilitasi investasi, dan penghapusan hambatan teknis terhadap perdagangan. Dengan menyamakan kedudukan, khususnya bagi UKM, kita dapat mendorong Asia-Pasifik yang lebih tangguh, inklusif, dan sejahtera," kata Djatmiko
Djatmiko berpendapat Indonesia sangat yakin dengan upaya kolektif, visi bersama, dan saling menghormati Visi Putrajaya 2040 akan terwujud. Hal ini juga bisa memastikan masa depan kemakmuran bersama yang bermanfaat bagi semua orang.
Ada tiga agenda di AMM ke-35, yaitu inovasi dan digitalisasi untuk transisi ekonomi formal dan ekonomi global, pertumbuhan berkelanjutan; serta perdagangan dan investasi bagi pembangunan yang inklusif dan terkoneksi. Pada AMM, Indonesia juga menyoroti pengurangan limbah pangan, transisi energi adil, dan inovasi hidrogen.
Selain itu, Indonesia juga mendorong investasi dan kerja sama di bidang ketahanan ekonomi dan energi berkelanjutan. Di sela pelaksanaan AMM, Mendag Budi melakukan sejumlah pertemuan bilateral dengan negara mitra dagang, seperti Jepang, Singapura, dan Kanada.
Sebelumnya, Mendag Budi juga telah melakukan pertemuan bilateral dengan Korea Selatan dan Hong Kong. Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk meningkatkan perdagangan dengan para mitra dagang. Selain itu, Mendag Budi mendampingi Presiden RI Prabowo Subianto dalam sejumlah agenda, seperti Kunjungan Kenegaraan dengan Presiden Peru serta APEC CEO Summit.
(prf/ega)