Jakarta -
Terdakwa kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Rutan KPK, Eks Plt Karutan Deden Rochendi, mengaku menerima jatah Rp 10 juta/bulan dan merasa 'dikolongin' usai tahu total setoran bulanan yang dibayar para tahanan Rp 60-70 juta. Eks penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap mengaku miris.
"Pernyataan itu kembali membuka kotak Pandora terkait dengan kasus korupsi yang ada di rutan bahwa memang itu merupakan jaringan yang terjadi karena nir-integritas yang ada di KPK yang melakukan pungli itu," ujar Yudi kepada wartawan, Jumat (15/11/2024).
"Sungguh miris melihat pernyataan mereka bahwa ternyata terbongkar pungli jtu kebih besar dari yang mereka terima, sehingga mereka berharap harus dapat lebih besar. Ini tentu sangat ironis di tubuh KPK seperti ini, kita mengecam bahwa mereka seharusnya menjadi orang-orang yang terlibat dalam pemberantasan korupsi kemudian malah korupsi," tambahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yudi mengatakan harusnya para pelaku menyesali atas perbuatan haram itu. Dia berharap KPK melakukan evaluasi besar-besaran demi integritas.
"Dan ternyata mereka tidak kapok bahkan sekarang jadi terdakwa malah tidak menyesali perbuatan mereka. Karena mereka orang KPK ya tentu hukumannya harus diperberat," katanya.
"Solusi ke depan KPK mampu menjaga integritas pegawainya, kalau gaji saya pikir tentu juga harus menjadi perhatian, dikaji, kenapa mereka korup, apakah memang karena gaji, tapi kalau saya pikir cukup lah ya, atau memang karena gaya hidup?" tambahnya.
Pernyataan Eks Plt Karutan KPK
Terdakwa kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Rutan KPK, Deden Rochendi, mengaku menerima jatah Rp 10 juta/bulan saat menjabat sebagai Plt Karutan KPK. Deden merasa 'dikolongin' usai tahu total setoran bulanan yang dibayar para tahanan Rp 60-70 juta dan mengaku ingin meminta jatah lebih besar jika tahu sejak awal.
Hal itu disampaikan Deden dalam kapasistasnya sebagai saksi yang diperiksa untuk terdakwa Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh dan Ramadhan Ubaidillah. Deden mengaku masih menerima jatah bulanan meski tak lagi menjabat sebagai Plt Karutan KPK di cabang Pomdam Jaya Guntur.
"Ini kan kemudian setelah Saudara tidak menjadi lagi Plt Karutan, Saudara masih menerima Rp 10 juta itu?" tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (15/11/2024).
"Iya, siap," jawab Deden.
Jaksa heran mengapa Deden tetap menerima jatah bulanan padahal sudah tak menjabat. Deden mengatakan uang itu tetap diberikan agar dirinya tutup mulut dan tutup telinga.
"Kenapa? Karutannya ada yang lain itu, Komang?" tanya jaksa.
"Ya nggak tahu Pak, yang jelas saya terima. Kalau masalah itu, kan gini Pak. Gini Pak Jaksa, setahu saya ya, yang berhak atau yang tidak, dicoret atau tidak dicoret itu Kamtib dengan korting. Oh orang ini si A dapat, ini nggak, itu Kamtib dan Korting," jawab Deden.
"Maksudnya begini loh, Hengki mau memasukkan Saudara itu masih terima Rp 10 juta itu alasannya apa?" tanya jaksa.
"Ya biar saya tutup mata tutup telinga," jawab Deden.
Total uang yang diterima Deden terkait jatah bulanan pungli Rutan KPK mencapai Rp 399 juta. Dia mengaku sedang menyicil untuk mengembalikan uang tersebut.
"Sudah dikembalikan belum?" tanya jaksa.
"Berusaha untuk menyicil Pak," jawab Deden.
Jaksa lalu menanyakan berapa total uang yang dikumpulkan korting dari para tahanan setiap bulannya. Deden mengaku tak tahu kalau para korting diminta mengumpulkan sekitar Rp 72,5 juta setiap bulan untuk petugas Rutan KPK.
"Kalau target setiap Rutan itu berapa yang harus disetorkan? mereka udah kita hadirkan yang dari korting Guntur mereka diminta sekitar Rp 72.500.000 setiap bulannya untuk semua petugas. Saudara tahu itu?" tanya jaksa.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya..