Jakarta -
Mantan Komisioner Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab, mendukung Menteri HAM Natalius Pigai yang menginginkan anggaran Kementerian HAM sebesar Rp 20 triliun. Amiruddin menilai penegakan dan perlindungan HAM memang mahal biayanya.
"Pernyataan Menteri HAM itu buat saya surprise ya, karena dia membuka tabir yang selama ini gelap tentang kebijakan atau politik anggaran terhadap hak asasi manusia, artinya selama ini mengapa masalah HAM di Indonesia jalan di tempat nggak selesai selesai? Karena politik anggarannya tidak pernah berpihak pada hak asasi manusia. Apa yang disampaikan Menteri HAM membuka tabir itu, sekarang semua orang tahu dan kaget. Artinya apa? Menegakkan HAM dan melindungi HAM itu memang mahal," kata Amiruddin saat dihubungi, Kamis (24/10/2024).
Amiruddin menilai penegakan dan perlindungan HAM akan jalan di tempat seperti 20 tahun belakangan ini jika anggarannya tidak mencukupi. "Butuh anggaran yang cukup, kalau anggaran nggak cukup seperti 20 tahun ini, 20 tahun reformasi tidak pernah ada kebijakan anggaran atau politik anggaran yang berpihak pada HAM," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amiruddin lantas bicara terkait banyaknya pihak yang menuntut keadilan atas pelanggaran HAM tapi tidak pernah terwujud. Dia menyebut itu karena anggarannya tidak mencukupi.
"Kenapa problem pelanggaran HAM selalu tuntut adanya keadilan? Keadilan itu tidak bisa diwujudkan karena anggaran untuk wujudkannya nggak ada secara signifikan. Jadi apa yang dinyatakan Pigai ini sebetulnya membuka kesadaran semua orang bahwa HAM harus ditegakkan dengan anggaran yang cukup, sehingga politik anggaran tentang HAM yang selama ini abai, sekarang tampak. Kita harap itu saja. Selama ini orang marah-marah, apakah dipikir menegakkan HAM itu murah? Kan harkat dan martabat seorang manusia tidak ternilai harganya," jelasnya.
Meskipun demikian, Amiruddin juga mengingatkan Natalius Pigai untuk tetap memberikan penjelasan rinci terkait apa yang akan dilakukan dengan anggaran Rp 20 triliun tersebut. Dia menilai tidak bisa jika Menteri HAM hanya sekadar omon-omon.
"Namun kritik saya, Pak Menteri ini baru omon-omon kan, dia perlu segera menurunkan itu kepada programnya apa. Programnya apa dalam setahun, 2 tahun, 3 tahun, apa? Karena besaran anggaran itu tampak dari program apa yang mau dilakukan. Misal saya kasih contoh, tempo hari Pak Presiden Jokowi buat kebijakan pemulihan korban pelanggaran HAM, nah itu berhenti di tengah jalan, nggak tuntas, apakah tahun 2025 nanti program itu dilanjutkan? Dan harus tuntas, nah berapa itu anggarannya, data sementara dari Komnas HAM saja ada 7 ribu korban yang harus dibereskan," jelasnya.
"Kedua ada penyelidikan HAM yang belum kelar di Komnas HAM, apakah kementerian mau dukung penyelidikan supaya tuntas? Karena Komnas HAM nggak punya anggaran, lebih menyedihkan lagi lah. Ketiga ada persoalan real di depan mata soal HAM hari ini yaitu Papua, apakah ada program itu di situ?" lanjutnya.
Dia menyebut program yang konkret dengan tujuan dan sasaran yang jelas akan membuat postur anggaran menjadi jelas. "Jadi kalau dirancang dengan program konkret, sasaran jelas, tujuan tampak, akan tampak postur anggaran seberapa butuhnya sebetulnya itu. Tantangannya merumuskan itu, tapi prinsipnya melindungi dan memenuhi HAM butuh biaya yang besar, kalau tidak, ya jalan di tempat seperti 20tahun ini, lihat saja, nggak ada yang beres kan? Karena nggak ada perhatian," imbuh dia.
Pernyataan Natalius Pigai
Menteri HAM Natalius Pigai mengatakan kementeriannya mendapatkan anggaran Rp 64 miliar. Natalius pun mengusulkan agar anggaran untuk kementeriannya dirombak.
"Rombak itu. Dari Rp 20 T (pagu anggaran) cuma Rp 64 M. Tidak bisa. Tidak tercapai cita-cita dan visi keinginan Presiden Indonesia," ujar Natalius Pigai saat acara penyambutan di Gedung Kemenkumham, Jakarta Selatan, Senin (21/10).
Pigai mengatakan ingin anggaran Rp 20 triliun jika negara menyanggupi. Hal itu agar pekerjaan membangun di bidang HAM dapat maksimal.
"Kalau negara punya kemampuan, maunya di atas Rp 20 triliun. Pigai bisa bangun. Saya ini orang pekerja lapangan. Kalau negara punya anggaran, saya maunya Rp 20 triliun," sebutnya.
(maa/fjp)