Eks Kepala Balai KA Dituntut 8 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Besitang-Langsa

1 week ago 7

Jakarta -

Mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Wilayah Sumatera Bagian Utara, Nur Setiawan Sidik, dituntut 8 tahun penjara. Jaksa menyakini Nur Setiawan melakukan korupsi terkait proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa.

"Menyatakan Terdakwa Nur Setiawan Sidik telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2024).

Nur Setiawan Sidik juga dituntut membayar denda Rp 750 juta subsider 6 bulan dan uang pengganti Rp 1,5 miliar subsider 4 tahun kurungan. Jaksa juga membacakan tuntutan untuk tiga terdakwa lainnya yakni Amana Gappa selaku Kepala BTP Sumbagut dan Kuasa Pengguna Anggaran periode Juli 2017-Juli 2018, Arista Gunawan selaku team leader tenaga ahli PT Dardela Yasa Guna, serta Freddy Gondowardojo selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Bersama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut detail tuntutan Nur Setiawan Sidik dkk:

- Nur Setiawan Sidik dituntut 8 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 1,5 miliar subsider 4 tahun kurungan
- Arista Gunawan dituntut 8 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 12.336.333.484 (Rp 12,3 miliar) subsider 4 tahun kurungan
- Amana Gappa dituntut 7 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 3.292.180.000 (Rp 3,2 miliar) subsider 3,5 tahun kurungan.
- Freddy Gondowardojo dituntut 7 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 64.297.134.494 (Rp 64,2 miliar) subsider 3,5 tahun kurungan.

Sebelumnya, Nur Setiawan Sidik didakwa merugikan keuangan negara Rp 1,1 triliun. Jaksa menyebut Nur Setiawan melakukan korupsi dalam proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa.

"Merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.157.087.853.322 (Rp 1,1 triliun) atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut sebagaimana dalam laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan Tahun 2015 sampai dengan 2023, dengan Surat Pengantar dari Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Nomor PE.03.03/SR/SP-464/D5/02/2024 tanggal 13 Mei 2024 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP RI)," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (17/7).

Jalur kereta api ini membentang dari Besitang di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, hingga Langsa di Aceh. Jaksa mengatakan Nur Setiawan melakukan korupsi secara bersama-sama dengan enam orang lainnya yang juga menjadi terdakwa dalam kasus tersebut. Para terdakwa diadili dalam berkas terpisah.

Nur Setiawan disidang bersama Amana Gappa selaku Kepala BTP Sumbagut dan Kuasa Pengguna Anggaran periode Juli 2017-Juli 2018, Arista Gunawan selaku team leader tenaga ahli PT Dardela Yasa Guna, serta Freddy Gondowardojo selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Bersama. Sementara, tiga terdakwa lain telah disidangkan lebih dulu pada Senin (15/7) kemarin.

Mereka yang disidang lebih dulu adalah mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa, Akhmad Afif Setiawan, Rieki Meidi Yuwana selaku Kepala Seksi Prasarana sekaligus Ketua Pokja pengadaan pekerjaan konstruksi pembangunan jalur KA Besitang-Langsa periode 2017 dan 2018, serta Halim Hartono selaku PPK jalur KA Besitang-Langsa periode Agustus 2019-Desember 2022.

Jaksa mengatakan korupsi dilakukan sejak tahap perencanaan, pelelangan hingga proses pelaksanaan. Jaksa mengatakan perbuatan itu telah memperkaya Afif sebesar Rp 10.596.000.000, Nur Setiawan Sidik sebesar Rp 3.500.000.000, Amanna Gappa sebesar Rp 3.292.180.000, dan Rieki Meidi Yuwana sebesar Rp 1.035.100.000.

Kemudian, Halim Hartono sebesar Rp 28.134.867.600, Arista Gunawan dan PT Dardela Yasa Guna sebesar Rp 12.336.333.490, Fredy Gondowardojo dan PT Tiga Putra Mandiri Jaya sebesar Rp 64.297.135.394, Preseyo Boeditjahjono sebesar Rp 1.400.000.000, serta pihak-pihak lainnya dengan total Rp 1.032.496.236.838.

(mib/whn)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial