Jakarta -
Warga Kampung Peuntas, Desa Kupahandap, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang Dika Anggraeni Safitri menjadi saksi perjuangan ayahnya Sodikin (61) melawan penyakit gagal ginjal dengan layanan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan program dari BPJS Kesehatan.
Dika menceritakan pada awal tahun 2024 ayahnya mulai mengeluhkan nyeri punggung, sakit perut dan Mudah merasa lelah. Dengan kondisi yang terus memburuk, akhirnya Dika dan keluarga membawa Sodikin ke Klinik Dr H Agus Santoso Samaboa dan sempat dirawat selama satu Minggu guna observasi dan pemulihan.
Karena tidak ada perubahan, maka Dika dan keluarga membawa ayahnya dirujuk ke RSUD Berkah Cikoneng Pandeglang. Namun karena saat ini kondisi ruangan sedang penuh, maka ayahnya di alihkan ke Rumah Sakit SHL Pandeglang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah mendapatkan penanganan dari pihak Rumah Sakit SHL, barulah diketahui bahwa ayah Dika ternyata didiagnosa mengidap penyakit gagal ginjal dan harus dilakukan cuci darah.
"Jadi awal kontrol di Klinik Samaboa, didiagnosa DBD, dirawat delapan hari bahkan mulut berdarah. Dibawa lagi, dua hari langsung drop, langsung dirujuk ke RSUD Berkah Cikoneng tapi penuh dan kita dirujuk untuk ke Rumah Sakit SHL," tutur Dika, dalam keterangan tertulis, Jumat (25/10/2024).
"Baru ketahuan bahwa bapak mengalami gagal ginjal," sambungnya.
Setelah menerima saran dan rujukan dari Rumah Sakit SHL, Dika dan keluarga akhirnya membawa ayahnya ke RSUD Banten. Namun saat di RSUD Banten Sodikin belum dilakukan operasi dan hanya melakukan cuci darah sebanyak 12 kali.
Setelah menjalani cuci darah di RSUD Banten, Sodikin kembali dirujuk ke Rumah Sakit Hermina Ciruas untuk menjalani laser treatment atau lithotripsy laser yang merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menghilangkan batu ginjal tanpa operasi terbuka.
Seusai menjalani laser treatment, Sodikon diusulkan untuk menjalani operasi dan dirujuk ke RS Bhayangkara. Namun karena ada indikasi penyakit lain, maka Sodikin kemudian dirujuk ke RS Drajat Prawiranegara Serang untuk diperiksa dokter spesialis dan dilakukan observasi kembali.
"Nah waktu itu di Rumah Sakit Drajat Prawiranegara, Bapak ada diagnosa penyakit lain yaitu stroke otak sebelah kiri. Yah lumayan menguras mental keadaan saat itu karena rasanya bertubi-tubi menjalani pengobatan, namun beruntung kita punya BPJS Kesehatan," ujar Dika.
Setelah mendapatkan perawatan di RS Drajat Prawiranegara, namun takdir berkata lain sang ayah ternyata lebih dulu meninggal dunia pada 4 April 2024 sebelum dilakukan operasi ginjal. Dika mengatakan meskipun ayahnya hanya sebagai peserta JKN mandiri kelas tiga namun selama proses pengobatan di rumah sakit Dika tidak merasakan pelayanan berbeda dengan peserta umum atau kelas 1 dan 2 peserta JKN.
"Kami sekeluarga sudah ikhlas, dan merupakan pejuang luar biasa selama ini. Selama berobat meskipun Bapak itu pakai Kartu KIS dari BPJS Kesehatan di kelas tiga namun pelayanan yang kita terima baik dan memuaskan, manfaatnya benar terasa karena berobat menjadi mudah dan dilayani dengan baik," ujar Dika.
Dika mengaku dirinya dan keluarga sangat terbantu dengan adanya JKN. Karena selain ekonomi yang sulit, almarhum juga sudah lama tak bekerja.
Tidak terbayangkan kalau harus menggunakan uang sendiri, sementara biaya tabungan sudah tidak ada karena Sodikin sudah lama tidak bekerja.
"Alhamdulilah sangat terbantu banget, pakai BPJS Kesehatan benar-benar semuanya kami rasakan manfaatnya secara gratis. Tidak terbayangkan kalau harus bayar sendiri, untuk cuci darah saja sudah berapa uang belum biaya rawat inapnya, untung banget kalau punya BPJS Kesehatan," ujar Dika.
Dika berharap BPJS terus eksis dan terus memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat serta terus memperbaiki pelayanannya. Putri bungsu dari tiga bersaudara itu mengaku, saat ini di dalam kartu keluarga hanya dirinya dengan sang ibu lantaran sang kakak sudah berkeluarga.
(hnu/ega)