Demam Padel di Jakarta

7 hours ago 4

Dari arena eksklusif di Bali hingga ke rooftop trendi Jakarta, padel kini menjelma menjadi primadona baru di kalangan pecinta olahraga perkotaan. Menggabungkan elemen tenis dan squash, olahraga ini tidak hanya menawarkan tantangan fisik, tetapi juga menjadi sarana bersosialisasi yang seru dan inklusif. Salah satu penggemarnya, Anggreny Ratnasari, warga Sunter, merasakan langsung transformasi gaya hidupnya sejak mengenal padel sejak akhir 2024 lalu.

Padel merupakan olahraga raket yang berasal dari Meksiko dan berkembang pesat di Spanyol, lalu menyebar ke berbagai belahan dunia. Permainan ini dimainkan berpasangan di lapangan berukuran lebih kecil dari tenis dan dikelilingi oleh dinding kaca, yang membuat bola tetap dalam permainan lebih lama. Raket padel tidak memiliki senar seperti raket tenis, dan bola yang digunakan mirip dengan bola tenis namun dengan tekanan udara yang lebih rendah.

Olahraga ini berkembang cepat di Indonesia, khususnya di Jakarta dan kota penyangga karena lebih mudah dipelajari dibanding tenis dan tidak memerlukan kekuatan fisik ekstrem. Belakangan, pertumbuhan lapangan padel yang pesat di kota besar seperti Jakarta juga memudahkan masyarakat untuk mencoba dan jatuh cinta pada olahraga padel.

"Awalnya aku tahu padel dari teman-teman yang main di Bali. Tapi waktu itu aku masih fokus banget di tenis," ujar perempuan yang akrab disapa Reny ini. Sebelum terjun ke dunia padel, Reny lebih dulu aktif di olahraga tenis selama 3 tahun. "Waktu akhir 2024 aku mulai, lapangan padel masih belum banyak seperti sekarang. Sampai akhirnya aku coba-coba ikut coaching dan ternyata seru. Sekarang malah aku lebih fokus main padel dari pada tenis.”

Perempuan berusia 28 tahun ini kini rutin bermain padel di Tangkas Greenville, Jakarta Barat, dan berlatih seminggu sekali bersama coach Novela Reza. Ia tak sendiri dalam perjalanannya mengenal padel. Tunangannya yang tak memiliki latar belakang olahraga raket, justru lebih menikmati padel karena permainan ini bisa langsung dimainkan tanpa banyak teknik dasar seperti di tenis.

"Kalau tenis kan perlu waktu berbulan-bulan coaching untuk bisa main dengan nyaman. Kalau padel, tunanganku langsung bisa main meskipun baru pertama kali pegang raket," jelasnya. Ia juga menambahkan bahwa transisi dari tenis ke padel cukup natural bagi pemain tenis, meskipun tetap membutuhkan penyesuaian, terutama karena elemen kaca di lapangan padel yang menjadi tantangan tersendiri.

Menurut Reny, padel menawarkan pendekatan permainan yang lebih santai dan sosial. Padel dikenal sebagai olahraga yang sangat sosial karena dimainkan berpasangan, mendorong kerja sama, komunikasi, dan interaksi antarpemain. Berbeda dari olahraga individu, padel menciptakan suasana akrab di lapangan dan tidak selalu dimainkan dalam konteks kompetitif. Banyak orang memainkannya untuk bersenang-senang, bersosialisasi, atau sekadar berolahraga ringan. "Padel itu lebih banyak haha-hihi-nya, lebih chill. Meskipun kompetitif, tapi lebih ramah untuk pemula," katanya.

Lapangan padel pun sering dibangun di pusat komunitas atau rooftop mal sebagai tempat berkumpul. Bagi masyarakat urban, padel bukan sekadar olahraga, tapi juga gaya hidup dan sarana menjalin koneksi sosial secara menyenangkan. Lapangan-lapangan padel seperti di kawasan SCBD atau Pondok Indah misalnya, menjadi favorit pemain padel karena fasilitas lengkap. Bahkan ada pula yang menyediakan minuman seperti bir atau air mineral premium. "Main padel itu sekarang juga jadi gaya hidup. Banyak yang datang bukan cuma untuk olah raga, tapi juga buat sosialisasi. Bahkan aku dengar dari cerita teman, ada yang main sambil tipsy, sambil minum alkohol" cerita Reny. Meskipun lapangan padel makin menjamur di Jakarta, Reny menyebut slot bermain tetap sulit didapat, apalagi pada jam sibuk. Ia memanfaatkan aplikasi seperti Reclub untuk booking lapangan.

Selama bermain padel, Reny juga aktif mengikuti turnamen yang diadakan oleh komunitas atau penyedia lapangan padel. "Standar turnamen beda-beda tergantung komunitasnya. Ada yang prestisius banget kayak Padel Pro, bahkan sampai ada coach nasional yang main juga," ujarnya. Beberapa kompetisi yang sudah ia ikuti di antaranya kompetisi pertama bersama komunitas Happy Padel di Verde PIK 2 Level Bronze, kompetisi kedua di PadelPro Lebel Lower Bronze dan kompetisi ketiga di Smash TB Simatupang Level Upper Bronze.

Namun, ia juga mengakui bahwa padel bukan olahraga murah. "Sewa lapangan bisa Rp350 - Rp 400 ribu per jam. Raket bagus mulai dari Rp 2 jutaan, yang premium bisa sampai Rp 5 juta lebih. Sepatu, outfit, dan coaching juga lumayan. Coach standar saja bisa Rp 600 - Rp 800 ribu per jam," rinci Reny. Meski begitu, ia merasa investasi ini sepadan dengan pengalaman dan keseruan yang didapat.

Reny optimis olahraga Padel yang saat ini tengah naik daun akan bertahan lama. "Kalau misalkan olahraga sepeda sempat booming, tapi cepat turun karena faktor keamanan dan keterbatasan tempat. Padel beda, ada kompetisi, komunitas, dan sistem yang bikin orang bisa terus terlibat. Aku rasa padel bisa bertahan lama. Apalagi yang aku investasiin di sini udah lumayan juga nilainya," ujarnya Reny. Di samping kegiatannya sebagai pemilik online shop, Reny juga aktif membuat konten olahraga tenis dan padel di akun Instagramnya @reny.days. “Dari sana suka dapat endorse produk olahraga, lumayan untuk nutupin biaya olahraga aku.”

Sulitnya mencari partner main membuat Greeta Sadeli, perempuan berusia 33 tahun, memutuskan untuk membentuk sebuah komunitas padel bersama partner-nya. Sejak pertama kali mencoba olahraga ini pada November 2023, Greeta langsung jatuh cinta. Namun setelah itu, ia kesulitan menemukan orang untuk diajak bermain secara rutin. “Awalnya coba-coba aja, tapi makin penasaran dan pengen terus main. Sayangnya, nyari partner mainnya susah banget,” ujarnya. Dari situ muncul ide untuk membentuk wadah yang bisa menghubungkan orang-orang dengan ketertarikan serupa, jadilah ‘Padel Nyok’.

Nama ‘Padel Nyok’ dipilih karena terdengar akrab dan representatif, terutama bagi warga Jakarta. Dari hanya beberapa orang, komunitas ini berkembang pesat dan kini anggotanya datang dari berbagai daerah seperti Jakarta Selatan, BSD, Bogor, bahkan pernah mengadakan main bareng di Bali pada Juli 2024. Bagi Greeta, padel bukan hanya olahraga, tapi ruang sosial yang menyenangkan dan penuh energi positif. “Coba aja sekali, pasti nggak bakal cukup. Padel itu seru, fun, tapi juga bikin penasaran buat improve terus,” katanya.

Komunitas Padel Nyok kini aktif mengadakan berbagai kegiatan seperti mabar (main bareng), coaching session, hingga turnamen yang melibatkan brand sebagai sponsor. Salah satu kegiatan favorit mereka adalah event khusus perempuan seperti Girls Day Out, yang dikemas dengan konsep santai sekaligus menjadi ajang brand activation. Acara mabar terdekat dijadwalkan pada 17 Mei. Semua informasi kegiatan dibagikan lewat aplikasi Reclub, yang kini menjadi platform utama komunitas untuk berbagai komunitas olahraga. Saat ini, pengikut komunitas Padel Nyok sudah mencapai lebih dari 860 di Reclub dan sekitar 760 di Instagram @padelnyok. Dukungan dari berbagai pihak membuat mereka semakin aktif.

Beberapa turnamen yang digelar berbagai komunitas padel juga menghadirkan hadiah menarik berupa produk hingga uang tunai senilai jutaan rupiah. “Turnamen terakhir yang aku tahu itu hadiahnya empat juta rupiah buat juara pertama, belum termasuk produk sponsor. Jadi lumayan banget kalau rajin ikut turnamen,” ujar Greeta. Ia sendiri pernah ikut coaching hingga tujuh kali demi memperbaiki teknik dan strategi, terutama saat ingin turun di kompetisi.

Menurut Greeta, bermain padel tidak harus mahal, terutama untuk mereka yang baru mau mencoba bermain untuk pertama kali. Ketimbang membeli, pemain bisa lebih dulu mencoba dengan menyewa raket padel di penyedia lapangan. “Ada juga yang beli raket mahal buat gaya atau konten. Tapi menurut aku, skill dan semangat main jauh lebih penting,” katanya.

Yang membuat padel istimewa, menurut Greeta, adalah kemampuannya menyatukan banyak kalangan. “Padel itu bisa banget buat networking. Kita bisa ketemu siapa aja, nggak lihat status sosial,” cerita Greeta. Di sela-sela kesibukannya mengelola usaha retail baju, ia biasa bermain padel dua hingga tiga kali dalam seminggu. Olahraga padel juga bisa dijadikan ajang untuk merayakan ulang tahun, lengkap dengan makan bersama dan bermain di lapangan. “Misalkan ada yang ulang tahun mau traktir temennya, kita main padel abis itu makan-makan di lapangan,” katanya.

Olahraga padel juga menjadi tren baru di kalangan artis dan masyarakat urban kelas menengah ke atas di Indonesia. Kepopulerannya tak lepas dari citra padel sebagai olahraga yang stylish, sosial, dan eksklusif sehingga sering dikategorikan sebagai olahraga high-end. Banyak lapangan padel di Indonesia dibangun di kawasan premium, seperti pusat perbelanjaan mewah, private club, atau kompleks perumahan elite, yang makin memperkuat kesan eksklusif olahraga ini. Tak heran jika padel kini juga menjadi bagian dari gaya hidup, terutama karena banyak selebritas seperti Luna Maya, Denny Sumargo, hingga Wulan Guritno turut meramaikan tren ini.

Bagi pemula yang ingin mencoba olahraga padel di Indonesia, khususnya di kota besar seperti Jakarta, ada beberapa biaya yang perlu dipertimbangkan. Pertama, dari sisi sewa lapangan, tarifnya cukup bervariasi, berkisar antara Rp350.000 hingga Rp1.000.000 per jam. Namun karena padel dimainkan secara berpasangan, biaya ini biasanya dibagi empat, sehingga per orang.

Selain itu, pemain pemula bisa memilih untuk menyewa raket di lokasi dengan tarif sekitar Rp 50.000 hingga Rp 75.000 per sesi, atau membeli raket sendiri dengan harga mulai dari Rp 800.000 hingga jutaan rupiah, tergantung merek dan kualitas. Misalnya, bagi pemain menengah hingga mahir yang menginginkan performa lebih tinggi, tersedia opsi seperti Bullpadel Vertex atau Hack series, Nox ML10 Pro Cup, Adidas Metalbone, dan Wilson Blade Tour, dengan harga mulai dari Rp3 juta hingga di atas Rp6 juta.

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial