Jakarta -
Jaksa menghadirkan ahli tindak pidana pencucian uang (TPPU), Yunus Husein, dalam sidang kasus dugaan korupsi rekayasa jual beli emas dengan terdakwa pengusaha Budi Said. Yunus mengatakan pembelian aset menggunakan nama sendiri dengan tujuan menyamarkan atau menyembunyikan hasil kejahatan merupakan cuci uang.
Mulanya, jaksa menanyakan pandangan Yunus soal pembelian saham atau modal usaha di sejumlah perusahaan menggunakan uang hasil kejahatan. Yunus mengatakan inti dari pencucian uang adalah tindakan mengubah bentuk, mentransfer, memindahkan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan hasil kejahatan.
"Jadi di dalam contoh ini yang paling penting adalah harus ada harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana, bisa pidana umum tadi yang di sana, penipuan atau penggelapan, bisa pidana perpajakan (Pasal) 39 ayat 1 UU tentang Perpajakan. Kalau ada hasil kejahatan, di mana pidana itu diatur dalam Pasal 2 lalu terhadap hasil tindak pidana ini dilakukan transaksi-transaksi yang pada intinya mengubah bentuk, conversion, dan mentransfer, memindahkan harta hasil kejahatan itu yang namanya pencucian uang. Tapi harus jelas dulu ada procedure crime dalam hal ini, ada transaksi-transaksi yang mengubah bentuk yang mentransfer yang melanggar Pasal 3. Dengan transaksi yang merubah bentuk dan mentransfer tadi ada tujuan menyembunyikan, menyamarkan lalu dapat dikatakan itu merupakan tindak pidana pencucian uang," jawab Yunus dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa kemudian memberikan ilustrasi seseorang yang mendapat setoran penjualan emas lalu membeli saham di sejumlah perusahaan. Yunus mengatakan semua transaksi, termasuk pembelian saham, dari hasil kejahatan berarti mengubah bentuk sehingga termasuk pencucian uang.
"Artinya ketika si A mendapatkan setoran dari hasil penjualan emas yang senyatanya diperoleh dengan tidak benar begitu, kemudian dilakukan pembelian saham untuk CV A, B, dan C itu. Apakah ini sebagai bentuk merubah bentuk atau seperti apa?" tanya jaksa.
"Yang dipakai membeli saham atau bertransaksi itu hasil kejahatan ya, dia membeli, menukarkan, mentransfer, menitipkan itu udah mengubah bentuk, conversion atau memindahkan hasil kejahatan dari bentuk awalnya kepada bentuk yang lain. Supaya itu hasil kejahatan dipakai transaksi yang mengubah bentuk atau memindahkan, dengan tujuan menyembunyikan, menyamarkan tadi, itu masuk cuci uang ya," jawab Yunus.
"Itu masuk kategori pencucian uang?" tanya jaksa.
"Iya, yang penting hasil kejahatan ada transaksi-transaksi yang mengubah bentuk, mentransfer, yang tujuannya menyamarkan, menyembunyikan hasil kejahatan itu masuk cuci uang," jawab Yunus.
Jaksa lalu menanyakan soal pembelian aset yang menggunakan nama pelaku pencucian uang. Jaksa menanyakan apakah hal itu juga masuk TPPU.
"Dalam hal dilakukan pembelian aset namun memakai, langsung si A sendiri, itu dalam pencucian uang itu apakah juga sebagai mengubah bentuk atau kategori seperti apa?" tanya jaksa.
"Bisa saja cuci uang atas nama sendiri, bisa saja," ujar Yunus.
Yunus memberikan ilustrasi pembelian rumah oleh pelaku pencucian uang di lokasi yang jauh dari kediamannya menggunakan atas nama sendiri. Yunus mengatakan pembelian aset itu bisa masuk modus pencucian uang.
"Saya ambil contoh misalnya kasus Bupati di Maluku, korupsi, dia beli tanah di Yogya, dia beli tanah. Atas namanya sendiri, cuman belinya di Yogya situ, ada upaya untuk menjauhkan hasil kejahatan dari dirinya sehingga tidak ketahuan sehingga sulit untuk menelusuri," ujar Yunus.
Yunus memberikan contoh pelunasan utang menggunakan uang hasil kejahatan. Menurutnya, hal itu juga merupakan pencucian uang.
"Atau misalnya bisa juga atas nama sendiri misalnya dia meminjam uang dari bank, atas nama sendiri tapi belum jatuh waktu dia udah lunasi juga dengan hasil korupsi. Walaupun atas nama sendiri itu masuk salah satu modus dari cuci uang," kata Yunus.
Dakwaan Budi Said
Sebelumnya, Budi Said didakwa melakukan korupsi terkait jual beli emas. Jaksa mengatakan Budi melakukan kongkalikong pembelian emas dengan harga di bawah prosedur PT Antam, yang merupakan BUMN, sehingga merugikan keuangan negara Rp 1,1 triliun.
Sidang dakwaan Budi Said digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (27/8). Jaksa mengatakan rekayasa pembelian emas di bawah harga resmi itu dilakukan Budi bersama mantan General Manager PT Antam Tbk Abdul Hadi Aviciena, Eksi Anggraeni selaku broker, Endang Kumoro selaku Kepala Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01, Ahmad Purwanto selaku general trading manufacturing and service senior officer, serta Misdianto selaku bagian administrasi kantor atau back office Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01.
"Terdakwa Budi Said bersama-sama dengan Eksi Anggraeni, Endang Kumoro, Ahmad Purwanto, dan Misdianto melakukan transaksi jual beli emas Antam pada Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 di bawah harga resmi emas Antam yang tidak sesuai prosedur penetapan harga emas dari prosedur dewan emas PT Antam Tbk," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa mengatakan Budi mendapatkan selisih lebih emas Antam 58,135 kg. Budi disebut membayar transaksi jual beli emas Antam yang tak sesuai dengan spesifikasi sebesar Rp 25,2 miliar.
Jaksa mengatakan kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp 1.166.044.097.404 (Rp 1,1 triliun). Kerugian keuangan itu dihitung berdasarkan kekurangan fisik emas Antam di Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 dan kewajiban penyerahan emas oleh PT Antam ke Budi Said.
Budi Said juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Jaksa mengatakan Budi menyamarkan duit korupsi hasil selisih pembelian emas itu.
(mib/haf)