Keluarga besar Joseph Ortega atau Papa Joe, berkumpul mengelilingi meja makan di rumah mereka di kawasan Jalan Knollcrest Drive, Covina, Los Angeles, California, Amerika Serikat, pada Rabu, 24 Desember 2008, malam. Terpancar wajah penuh kebahagiaan kakek berumur 79 tahun yang didampingi istrinya, Alicia Sotomayor Ortega, 70 tahun.
Semua anak-anaknya, bersama menantu, cucu, dan kerabat lain sebanyak 25 orang hadir merayakan Natal bersama. Seraya menikmati berbagai hidangan menu masakan khas Meksiko, mereka bercengkrama. Momen yang paling ditunggu bagi pasangan kakek nenek itu setiap tahunnya.
Selama ini semua anak-anaknya bersama menantunya hidup di luar kota atau negara bagian lain dan jarang pulang. Di hari Natal lah, sang kakek dan nenek berkumpul plus menerima ‘laporan’ anak dan menantu tentang kehidupan mereka di tempatnya masing-masing.
Usai santap malam, orang dewasa yang ada di dalam rumah itu ikut dalam permainan Texas Holdem, sebuah varian dari permainan poker, hingga larut malam, pukul 23.30 waktu setempat. Senda gurau yang sesekali ditingkahi gelak tawa pecah menambah suasana kian hangat.
Anak-anak dan remaja asyik dengan permainan sendiri. Sebagian menonton televisi, bermain video game, dan nongkrong dekat kolam renang di belakang rumah. Sebagian yang ada di lantai dua adalah para remaja yang terlihat saling curhat atau sibuk di depan komputer.
Kehebohan para bocil semakin menjadi menjelang detik-detik pergantian hari, Rabu, 25 Desember 2008. Mereka teriak kegirangan mendengar bel dan pintu di depan rumah diketuk orang dari luar. Mereka yakin malam itu Sinterklas datang untuk membagikan hadiah.
“Santa Claus! Santa Claus!” teriak semua cucu Papa Joe dan Alicia, seperti dilaporkan Los Angeles Times, edisi 31 Desember 2008.
Katrina Yuzefpolsky, 8 tahun, lari menuju pintu depan. Senyum di bibirnya mengembang ketika pintu terbuka dilihat pamannya, Bruce Bruce Jeffrey Padro, 45 tahun, datang mengenakan kostum sinterklas. Di tangan kirinya mendorong tumpukan kado di atas troli.
Tapi senyuman di bibir gadis kecil itu seketika lenyap. Dia menjerit dan langsung terjatuh ke lantai setelah suara letusan memekakkan telinga terdengar. Sebutir peluru melesat menembus rahang di pipinya.
Paman Bruce dengan tatapan dingin membiarkan keponakan kecilnya kesakitan. Di waktu bersamaan, James dan Charles Ortega, dua paman Katrina, datang. Dia terkejut melihat Katrina merangkak di lantai dengan luka tembak di sisi wajahnya.
Yang lebih mengejutkan, kedua putra tertua Papa Joe, melihat iparnya datang mengenakan kostum Sinterklas dan di tangannya menenteng dua pistol semi-otomatis Sig Sauer kaliber 9 milimeter dan tabung gas di dalam troli.
“Itu Bruce!... Lari! Lari!” teriak James dan Charles mengingatkan saudara-saudaranya yang lain.
Bruce langsung menembaki kedua iparnya. Walau terluka kedua adik kakak itu masih bisa bangkit dan berusaha mencegah Bruce masuk ke dalam rumah. Tapi luka tembak membuat kondisi tubuh keduanya melemah dan ambruk di lantai.
Sementara Papa Joe dan Alicia yang renta, tubuhnya semakin menggigil ketakutan melihat situasi mencekam. Kakek dan nenek bersama putri, menantu, keponakan dan cucunya berlindung di kolong meja makan. Leticia Ortega Yuzefpolsky, salah satu putri Joseph, di kolong meja sempat menelepon operator layanan 911.
“Saya mendengar suara tembakan,” ucap Leticia, yang tak lain adalah ibu Katrina yang pertama ditembak Bruce di depan pintu, kepada petugas operator 911.
“Saya butuh seseorang untuk datang dan menolong putri saya! Dia…berdarah. Dia tertembak di bagian samping wajahnya,” teriak Leticia lagi sebelum lari menuju lantai dua.
Rupanya usaha semua orang yang ada di dalam rumah untuk berlindung sia-sia. Bruce dengan wajah beringas menembaki satu per satu orang yang ditemuinya. Tak ada belas kasih di hatinya ketika nyawa ipar dan keponakannya dia tembaki.Suara letusan tembakan ditimpali suara jeritan kesakitan yang menyayat hati terdengar hingga ke luar rumah. Beberapa anak muda, cucu Joseph dan Alicia, di belakang rumah berlarian untuk mencari perlindungan. Semua loncat pagar dan berlindung di rumah tetangga.
Leticia yang berhasil lari ke lantai dua, bersama beberapa keponakannya keluar rumah melalui jendela. Mereka meloncat dari atap rumah sehingga beberapa orang mengalami cidera patah tulang, termasuk Leticia sendiri.
Sementera dikutip dari Associated Press dan The Huffington Post pada 25 Januari 2009, setelah Bruce menembaki semua orang di dalam rumah, dia mengambil tabung gas. Dia juga menyiramkan bensin ke setiap pojokan ruangan di rumah itu. Para korbannya masih ada yang hidup sambil mengerang kesakitan.
Bruce lalu menyalakan korek api dan langsung membakar apapun yang ada di sana. Terdengar suara ledakan tabung gas meluluh lantakan seisi ruangan di rumah itu. Bruce sendiri menerima tulahnya. Kedua tangannya ikut terbakar, kostum Sinterklas yang masih melekat di tubuhnya meleleh terbakar.
Bruce yang mengalami luka bakar parah masih bisa keluar rumah yang sudah terbakar hebat. Dia langsung kabur dengan mengendarai mobilnya merek Dodge Caliber 2008. Dia melajukan kendaraannya sejauh 40 mil ke kawasan Sylmar, Los Angeles.
Setelah sampai, sebelum masuk ke dalam rumah, Bruce memasang bom rakitan dari bubuk mesiu hitam dicampur ratusan amunisi peluru dalam sebuah kotak. Lalu dia memasang kawat yang dihubungkan ke baju kostum sinterklas sebagai pemantiknya.
Harapannya bila kostum sinterklas bekas terbakar itu diambil, maka meledaklah bom tersebut. Kemudian Bruce menuju rumah saudaranya yang kosong dan mendobrak pintunya. Dia terlihat kesakitan akibat luka bakar yang cukup parah di tubuhnya.
Wajahnya terlihat berkeringat, pucat dan gelisah. Dia duduk di bangku. Aksi berikutnya, moncong pistol yang dipegangnya dimasukan ke dalam mulutnya. Begitu pelatuk ditarik, peluru melesat di dalam mulut dan tembus ke tempurung kepala belakangnya.
Bruce tewas bunuh diri setelah membantai satu keluarga. Polisi menemukan jasadnya pada hari Kamis, 25 Desember 2008, pagi hari. Sementara mobilnya meledak, ketika Tim SWAT dari Kepolisian Los Angeles menjinakan bom, tidak ada yang mengalami luka-luka.
Aksi keji Bruce di malam Natal dengan menyamar sebagai Sinterklas menyebabkan sembilan orang tewas. Sebagian besar jenazah korban baru bisa ditemukan pada Jumat, 26 Desember 2008. Itu pun setelah puluhan petugas pemadam kebakaran menjinakkan api di rumah Papa Joe yang membumbung setinggi 40 kaki.
Korban yang ditemukan tewas, yaitu Josep Ortega ‘Papa Joe’, Alicia S Ortega, James Ortega (52, anak), Charles Ortega (50, anak), Sylvia Ortega Padro (43, anak), Alicia Ortega Ortiz (46, anak), Cheri Lynn Ortega (45, menantu), Teresia Ortega (52, menantu) dan Michael Andre Ortiz (17, cucu). Sebagian besar mengalami luka tembak dan terbakar.
Sedangkan, salah satu anak Papa Joe yang selamat adalah Leticia. Dia bersama keponakannya, seorang pemuda berumur 20 tahun, berhasil meloncat dari atap lantai dua. Juga seorang gadis berusia 16 tahun, yang mengalami luka tembak di punggungnya selamat. Katrina anak Leticia nyawanya berhasil diselamatkan tim medis.
Kepala Polisi Covina, Los Angeles, Kim Raney mengatakan, pelaku melakukan pembantain karena marah diceraikan oleh salah seorang putri Papa Joe, Sylvia Ortega. Bahkan dari informasi yang diterima, Bruce berencana akan membunuh ibunya sendiri yang sudah tua dan sakit-sakitan.
Bruce yang perawakannya tinggi besar itu juga berniat kabur ke Kanada setelah melakukan aksinya tersebut. Bukti tiket pesawat penerbangan dan uang sebanyak 17.000 Dollar AS di temukan di saku celananya. Dia akan pergi melalui Illionis, Minnesota, sebelum ke Kanada.
Di rumah saudaranya Bruce, polisi menemukan 4 pucuk pistol Sig Sauer dengan 200 butir amunisi peluru. Sementara di rumahnya di Montrose, California, polisi menemukan senapan Beneli M2 Tactical, jerigen berisi BBM beroktan tinggi.
Dari catatan pengadilan, Sylvia Ortega mengajukan gugatan cerai kepada Bruce pada 24 Maret 2008. Bruce dan Sylvia menikah pada 2006. Sylvia menggugat Bruce karena pria yang dinikahinya ternyata tidak sesuai dengan harapannya. Bruce karep menghamburkan uang dan banyak utang.
Simpanan orang tua Bruce pun habis dipakai untuk jalan-jalan dan foya-foya. Padahal orang tua Bruce tengah sakit-sakitan dan butuh biaya. Bruce makin frustasi menerima perceraian itu, apalagi harus menanggung biaya perceraian sebesar 10.000 Dollar AS dan uang tunjangan tiap bulan sebesar 1.785 Dollar AS kepada Sylvia.
Bruce pernah bekerja di ITT Electronic System and Radar System di Van Nuys, Los Angeles dari Februari 2005 hingga Juli 2008. Dia diberhentikan secara resmi pada Oktober 2008, karena sering bolos dan jalan-jalan tanpa izin di luar cuti ke wilayah Midwest atau Pantai Timur.
Raney mengungkapkan, Bruce memiliki riwayat pernah bekera di Laboratorium Propulsi Jet NASA dari 1985-1994. Tapi sayangnya pihak manajemen tidak memberikan jawaban yang pasti benar atau tidaknya. Bruce tidak memiliki pengalaman militer, tapi disebut memiliki gelar sarjana dan magister di bidang teknik elektro.
Semua kerabat, teman dan tetangga Bruce tidak habis pikir dan tak percaya orang yang dikenalnya bisa melakukan hal keji. Selama ini mereka mengenal Bruce sebagai sosok yang periang, selalu optimis dan penyayang binatang, khususnya anjing.
Sementara Jan Detanna, Kepala Pelanan di Gereja Katolik Holly Redeemer di Montrose mengisahkan, Bruce sebagai sosok yang supel dan ramah. Dia akan selalu tersenyum kepada orang yang ditemuinya dan selalu menjabat tangan dengan erat sekali.
Bruce juga sering menjadi relawan menjadi pelayan Gereja di setiap kebaktian di hari Minggu, khususnya saat Misa bagi anak-anak pada sore hari. Mereka tak tahu kalau Bruce dan Sylvia tengah proses perceraian.
"Semua orang yang mengenalnya terkejut. Kadang-kadang kita tidak tahu apa yang sedang terjadi." ucap Jan.
Sementara semua tetangga Papa Joe di Covina, dan terutama keluarganya mengutuk kekejian yang dilakukan Bruce. Hampir beberapa pekan diadakan doa bersama di lokasi kejadian.
"Pria itu (Bruce) adalah monster. Dia membunuh orang-orang baik, pekerja keras, yang punya banyak teman dan yang mencintai Amerika Serikat," ucap Chapa Ortega, salah seorang keponakan Papa Joe dengan nada emosional.