Jakarta -
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 melambat ke 4,87%. Pertumbuhan itu menjadi yang terendah sejak tahun kedua pandemi COVID-19 atau kuartal III-2021 yang mencapai 3,51%.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan capaian pertumbuhan ekonomi itu patut dihargai meski alami perlambatan. Pasalnya hal itu terjadi di tengah ketidakpastian global hingga tekanan dari kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
"Ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh 4,87% ini merupakan sesuatu yang perlu kita hargai karena di tengah ketidakpastian global, di tengah tekanan dari kebijakan Trump, faktor geoekonomi dan geopolitik, Indonesia masih bisa tumbuh 4,87%," kata Amalia dalam konferensi pers, Senin (5/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan catatan detikcom, ekonomi Indonesia lebih banyak tumbuh di atas 5% setelah kuartal III-2021. Pertumbuhan di bawah 5% setelah kuartal III-2021 terjadi pada kuartal III-2023 sebesar 4,94%, kuartal III-2024 sebesar 4,95% dan kuartal I-2025 4,87%.
Jika dibandingkan dengan beberapa negara mitra dagang utama Indonesia juga mengalami tekanan pada kuartal I-2025. Seperti ekonomi Malaysia 4,4%, Singapura 3,8%, bahkan Korea Selatan alami kontraksi 0,1% dan AS 0,3%.
Konsumsi Rumah Tangga Melambat Meski Ada Lebaran
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 utamanya ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan kontribusi 54,53% dan tumbuh 4,89%.
Amalia mengatakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga itu melambat jika dibandingkan dengan kuartal I-2024 yang tumbuh 4,91%. Meski ada momen Lebaran, di tahun ini tidak ada momen Pemilu yang mendorong belanja seperti di tahun lalu.
"Kalau kita bandingkan ke kondisi tanpa Pemilu, sebenarnya di kuartal I-2025 ini relatif bagus dibandingkan dengan kuartal I tahun-tahun sebelumnya yang tanpa Pemilu," ucap Amalia.
Berdasarkan catatan BPS, pertumbuhan konsumsi rumah tangga kuartal I-2025 memang lebih baik dibandingkan kuartal I-2022 yang tumbuh 4,35% dan kuartal I-2023 4,53%. Pertumbuhan itu didorong oleh momen Ramadan dan Idul Fitri, di mana subkomponen konsumsi rumah tangga yang tumbuh tinggi adalah transportasi dan komunikasi, serta restoran dan hotel.
Alasan lain yang membuat pertumbuhan konsumsi rumah tangga kuartal I-2025 melambat dikarenakan momen Idul Fitri jatuh pada 31 Maret 2025. Dengan demikian libur panjang Lebaran tidak terekam dalam kuartal yang sama, melainkan pada April atau kuartal II-2025.
"Momen hari pertama Idul Fitri-nya jatuh di triwulan I, tetapi H+1 Lebaran, H+2 Lebaran, liburan selanjutnya itu tidak terekam dalam momen triwulan I, yang libur panjangnya itu nanti terekam di triwulan II-2025," jelas Amalia.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan kontribusi sebesar 54,53% dan tumbuh 4,89%. Kemudian disusul Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang kontribusinya 28,03%, namun tumbuh melambat 2,12%.
Komponen pengeluaran yang tumbuh tinggi adalah ekspor yakni tumbuh 6,78% didorong oleh kenaikan nilai ekspor nonmigas dan kunjungan wisatawan mancanegara. Di sisi lain, konsumsi pemerintah yang kontribusinya 5,88% mengalami kontraksi -1,38%.
Dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian mencatat pertumbuhan tertinggi dalam beberapa tahun terakhir yaitu sebesar 10,52%. Capaian ini berbanding terbalik dibandingkan kondisi triwulan yang sama pada tahun sebelumnya, ketika sektor pertanian mengalami kontraksi atau penurunan sebesar 3,54%.
"Kinerja positif sektor pertanian tahun ini didorong oleh adanya peningkatan produksi padi dan jagung sebesar 51,45% dan 39,02% sepanjang triwulan 1-2025 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, serta meningkatnya permintaan domestik," imbuhnya.
(aid/kil)