Pantas Tarif Tol di RI Sering Naik, Ternyata Ini Alasannya

1 day ago 17

Jakarta -

Sekretaris Jenderal Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI), Kris Ade Sudiyono, mengatakan karakteristik bisnis Badan Pengatur Jalan Tol (BUJT) yang secara umum memerlukan dana investasi sangat besar dan berisiko tinggi membuat para operator jalan tol kerap menaikkan besaran tarif tol yang dikelolanya.

Ia menjelaskan dalam data terbaru yang dimiliki ATI, modal yang dibutuhkan untuk membangun satu kilometer (km) jalan tol dapat mencapai Rp 200-400 miliar. Biaya pembangunan sebesar ini biasanya didapat BUJT dari entitas pemilik usaha atau modal pinjaman dari institusi keuangan seperti perbankan.

"Kondisi saat ini, data yang kami miliki untuk konstruksi per kilometernya Rp 200-400 miliar, tergantung dari desain konstruksi jalan tol yang akan dibangun. Apakah landed at-grade di atas permukaan tanah atau kah jalan tol layang atau elevated," paparnya dalam RDPU Panja SPM Jalan Tol dengan Komisi V DPR RI, Jakarta, Senin (26/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut ia menjelaskan setelah proyek jalan tol tersebut rampung, umumnya BUJT akan mendapat masa konsesi atau hak untuk mengoperasikan tol selama 30-50 tahun dari pemerintah. Di mana untuk 5-10 tahun pertama biasanya akan membuat BUJT mengeluarkan modal tambahan karena biaya operasional masih lebih besar dari pendapatannya.

"Di mana dalam periode ini, periode awal badan usaha umumnya mengalami yang disebut dengan kebutuhan cash tambahan akibat cash deficiency," terangnya.

Baru setelah periode awal itu, Kris Ade mengatakan BUJT baru masuk periode pengembalian modal alias mencicil dana investasi tadi kepada entitas pemilik usaha atau perbankan pemberi pinjaman. Periode ini biasanya berlangsung selama 10-15 tahun.

"Dengan demikian 15 sampai dengan 20 tahun umumnya kami masih disibukkan untuk mengembalikan pinjaman dan modal kepada pemegang saham," ucap Kris.

Namun dalam pelaksanaannya, kerap kali perhitungan pengembalian modal ini akan sedikit meleset yang diakibatkan oleh dua faktor, yakni kurangnya jumlah kendaraan yang melintas di jalan tol tersebut atau traffic dan faktor lain adalah rendahnya tarif jalan tol yang berlaku.

"Kondisi itu akan menjadi ideal kalau asumsi yang mendasari dari perencanaan bisnisnya terpenuhi. Sayangnya di beberapa kesempatan, di beberapa case bisnis jalan tol ada asumsi-asumsi yang tidak terpenuhi. Di antaranya selama periode pengembalian modal, kami mengalami risiko degradasi pengembalian atau namanya return fall," kata Kris.

"Penyebabnya adalah bisa karena asumsi traffic tidak terpenuhi. Karena sumber pendapatan jalan tol itu dua, traffic dan tarif. Kalau traffic-nya tidak terpenuhi berarti pendapatannya tidak terpenuhi. Lalu yang kedua tarifnya tidak terpenuhi, secara otomatis juga menjadi penyebab degradasi return," sambungnya.

Untuk menjamin salah satu faktor degradasi pengembalian modal investasi pembangunan jalan tol tersebut dari aspek tarif, pemerintah bersama dengan BPJT terkait menyepakati dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) adanya penyesuaian tarif. Di mana salah satu perhitungan yang mendasari kenaikan tarif ini adalah inflasi.

"Jadi dalam konsep model bisnis pengusaha jalan tol yang disepakati dan ditawarkan pemerintah, penyesuaian tarif mendasarkan kepada inflasi adalah bagian untuk mengatasi degradasi return karena periode pengembalian yang sangat panjang,"

Karena alasan inilah, Kris menegaskan kenaikan tarif jalan tol yang kerap dilakukan BUJT bukan untuk mencari tambahan keuntungan, melainkan semata-mata hanya untuk memastikan agar perusahaan dapat mengembalikan dana investasi baik itu dari entitas pemilik usaha ataupun modal pinjaman dari bank.

"Saya ingin menyampaikan karena ada opini di publik bahwa penyesuaian tarif itu untuk meningkatkan keuntungan, sebenarnya bukan. Ini betul-betul adalah nilai uang atas investasi yang ditanamkan sampai dengan periode konsensinya tadi 30-50 tahun, tentu nilai uangnya berbeda. Itulah sebabnya terdapat penyesuaian tarif dan itu model yang ditawarkan pemerintah dan tertuang dalam peraturan Perndang-Undangan yang saat ini ada," tegasnya.

Sebagai tambahan informasi, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2/2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No 38/2004 tentang Jalan, Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) boleh mengajukan kenaikan tarif tol setiap 2 tahun sekali.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan punya peran dalam persetujuan penyesuaian tarif jalan tol. Hal ini ditetapkan melalui penerbitan Keputusan Menteri (Kepmen) PUPR, usai hasil identifikasi dan audit dilakukan dalam menilai apakah seluruh syarat dan ketentuan untuk naik tarif telah terpenuhi.

(igo/fdl)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial