Jakarta -
Imparsial mengkritik TNI soal pemusnahan amunisi di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Garut, Jawa Barat, yang memakan korban jiwa termasuk warga sipil. Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai adanya inkompetensi TNI dalam proses pemusnahan tersebut.
"Imparsial menyampaikan dukacita mendalam bagi para korban meninggal dunia dan luka-luka akibat insiden ledakan ini," ujar Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra mengawali keterangannya, Selasa (13/5/2025).
Ardi menilai TNI tidak kompeten dalam penataan wilayah pertahanan usai proses pemusnahan amunisi itu memakan korban jiwa. Dia pun mendorong investigasi dan evaluasi yang menyeluruh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Imparsial memandang jatuhnya korban jiwa dalam proses pemusnahan/disposal amunisi di Garut adalah bentuk inkompetensi penataan wilayah pertahanan termasuk proses perencanaan dan pengendalian wilayah pertahanan," ujarnya.
"Diperlukan adanya investigasi mendalam tentang jatuhnya korban yang bukan hanya dari kalangan prajurit. Sebab, hal ini menjadi sinyal kuat adanya kelalaian dalam pelaksanaan SOP disposal amunisi tersebut, sehingga evaluasi seharusnya menyeluruh mulai dari perencanaan hingga eksekusi dan tidak hanya menyasar pelaksana teknis semata tetapi juga menyentuh atasan yang bertanggung jawab," lanjutnya.
Ardi juga menyoroti adanya korban jiwa dari kalangan warga sipil. Dia menduga adanya kelalaian SOP disposal amunisi tersebut, khususnya terkait pengamanan area serta informasi kepada warga sekitar lokasi.
"Keberadaan warga sipil yang berada dalam jarak bahaya menunjukkan lemahnya pengamanan dari pihak TNI dan kurangnya sosialisasi kepada warga tentang jarak dan batas aman lokasi disposal. Seharusnya pengamanan berlapis diperlukan mengingat efek ledakan yang akan timbul cukup mematikan," ujarnya.
Lebih lanjut, Ardi menyinggung banyaknya keterlibatan TNI yang dinilai jauh dari urusan pertahanan, seperti penanganan kenakalan siswa hingga penjaga gedung kejaksaan. "Imparsial menilai peristiwa jatuhnya korban jiwa dalam disposal amunisi afkir menunjukan adanya gejala masalah yang lebih besar, yakni ketidakprofesionalan TNI akibat terlampau jauh ditarik dalam urusan-urusan non-pertahanan. Keterlibatan TNI dalam wilayah sipil seperti penanganan kenakalan siswa, program Makan Bergizi Gratis, program swasembada pangan, hingga menjadi penjaga gedung kejaksaan sesungguhnya meningkatkan potensi kelalaian pada tugas utamanya," kata dia.
Imparsial, ujar Ardi, mendesak pemerintah menanggung segala kerugian yang timbul akibat kelalaian tersebut, termasuk bagi keberlangsungan kehidupan keluarga korban yang meninggal dunia. Dia juga meminta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto melakukan evaluasi menyeluruh usai peristiwa tersebut.
"Panglima TNI untuk mengevaluasi jajaran termasuk melakukan investigasi terhadap pimpinan pelaksanaan operasi/ komandan yang bertanggung jawab," kata Ardi.
"Panglima TNI agar tegas dan tidak mengikuti permintaan sipil yang terlalu menarik-narik TNI ke ranah sipil. Panglima TNI agar menjaga profesionalisme TNI dengan tetap fokus pada tugas utamanya sebagai alat pertahanan negara," imbuhnya.
(fca/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini