Jakarta -
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat 154.421 wajib pajak orang pribadi dan badan belum lapor Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan di 2025 dibandingkan 2024. Dalam hal ini akan ditelusuri penyebabnya.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo mengatakan pada 2025 wajib pajak yang telah lapor SPT mencapai 14.053.221 sampai dengan 30 April. Angka itu menyusut dibandingkan periode 2024 yang mencapai 14.207.642 wajib pajak.
"Jadi selisih sekitar 154 ribu SPT yang coba kami lihat lagi kira-kira penyebabnya apa SPT tidak atau belum disampaikan di 2025 ini," kata Suryo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (7/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih rinci dijelaskan, terdapat 12.999.861 Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah lapor SPT. Jumlah itu turun 1,2%, padahal DJP telah melakukan perpanjangan batas waktu dari 31 Maret 2025 menjadi sampai 11 April 2025.
"Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi mengalami pertumbuhan yang sedikit berbeda, minus 1,2%. Ini yang sedang kami coba teliti lebih lanjut terkait pertumbuhan negatif ini," beber Suryo.
Sedangkan untuk Wajib Pajak Badan mengalami pertumbuhan yang lapor SPT, dari 1.048.242 di 2024 menjadi 1.053.360 sampai 30 April 2025.
"Wajib Pajak Badan tetap (batas waktu) sampai 30 April 2025. Untuk Wajib Pajak Badan alhamdulillah mengalami pertumbuhan jumlah SPT yang disampaikan, 0,5% di 2025 ini," tutur Suryo.
Target Kejar Pajak Rp 2.189 T
Suryo menyebut butuh upaya keras untuk mengumpulkan pajak sebesar Rp 2.189,3 triliun sesuai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Target itu naik 13,3% dibandingkan dengan realisasi 2024.
"Ini merupakan challenge sekaligus effort yang harus kami lakukan. Kebersamaan dalam mengarungi cerita pengumpulan penerimaan tahun 2025 ini betul-betul sangat kami harapkan," kata Suryo.
Suryo menyebut ada beberapa upaya yang akan terus dilakukan untuk mencapai target penerimaan pajak di 2025. Pertama, memperluas basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
"Kami coba lakukan dan konsisten akan terus kami lakukan pada waktu kita harus mengumpulkan penerimaan negara. Tujuannya pasti memperluas basis," ucap Suryo.
Kedua, mendorong tingkat kepatuhan melalui pemanfaatan teknologi sistem perpajakan, memperkuat sinergi, joint program, serta penegakan hukum. Ketiga, menjaga efektivitas implementasi reformasi perpajakan dan harmonisasi kebijakan perpajakan internasional untuk mendorong peningkatan rasio perpajakan.
Keempat, memberikan insentif perpajakan yang semakin terarah dan terukur guna mendukung iklim dan daya saing usaha, serta transformasi ekonomi yang bernilai lebih tinggi. Kelima, mendorong penguatan organisasi dan sumber daya manusia (SDM) sejalan dengan dinamika perekonomian.
"Plus satu lagi, bagaimana kami mencoba membuat administrasi kami lebih simple, lebih sederhana dan lebih cepat dengan cara implementasi Coretax di 2025," beber Suryo.
Sampai akhir Maret 2025, penerimaan pajak terkumpul sebesar Rp 322,6 triliun atau 14,7% dari target. Semua penerimaan tercatat tumbuh baik per jenis dan per sektor, lebih baik dibandingkan kondisi pada Januari-Februari 2025.
Suryo berharap pertumbuhan penerimaan pajak ini berlanjut hingga sisa tahun 2025. Hal itu bisa terjadi jika kondisi ekonomi bergerak paling tidak sama atau lebih bagus dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
"Kalau kami mencoba untuk melihat lebih jauh ekspektasi ke depan, sektoral based maupun per jenis pajak, harapan besar masih ada di sana sepanjang kondisi ekonominya bergerak paling tidak sama atau lebih bagus daripada kondisi ekonomi di bulan-bulan Desember, Januari, Februari dan bahkan Maret. Insyaallah penerimaan pajak di 2025 dapat tumbuh positif setelah Maret, April dan selanjutnya," pungkas Suryo.
(aid/kil)