Bamsoet Sebut RI Punya Peluang Jadi Pusat Ekonomi Digital Berbasis Kripto

11 hours ago 5

Jakarta -

Anggota DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyebut prospek bursa berjangka aset kripto akan sangat bergantung pada bagaimana negara mampu menyeimbangkan dorongan inovasi dan kebutuhan perlindungan. Menurutnya, bursa ini bukan sekadar aktivitas perdagangan, tetapi berkaitan dengan upaya membangun kepercayaan di dunia baru yang cepat, kompleks, dan terdesentralisasi.

Jika berhasil, maka Indonesia dinilai bisa menjadi pionir di kawasan Asia, bahkan mencetak keunggulan kompetitif di ranah ekonomi digital global. Hal itu ia sampaikan usai mengikuti diskusi terbatas perkembangan perdagangan aset kripto di Indonesia dengan Direksi Central Finansial X (CFX) di Gedung CFX, Jakarta, Rabu (7/5)

"Indonesia memiliki potensi besar menjadi pusat ekonomi digital berbasis kripto. Populasi generasi muda, tingkat adopsi teknologi yang tinggi, serta pasar finansial yang masih berkembang menjadi fondasi yang kuat. Untuk mencapainya, dibutuhkan sinergi antar lembaga, seperti pihak regulator, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat. Pemerintah juga perlu membuat roadmap pengembangan industri kripto yang terukur dan terbuka terhadap masukan," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Kamis (8/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua MPR ke-15 ini menjelaskan bursa berjangka aset kripto membuka peluang lebih besar bagi masyarakat untuk berinvestasi dalam berbagai aset digital. Dia menjelaskan kemajuan inovasi teknologi di sektor keuangan, termasuk aset digital dan pasar kripto di Indonesia, terus menunjukkan pertumbuhan yang cepat dan signifikan.

Berdasarkan data Geography of Cryptocurrency tahun 2023 yang dirilis oleh Chainalysis, Indonesia berada di peringkat ke-7 dunia dalam adopsi aset kripto. Hal ini juga dapat dilihat dari perkembangan total nilai transaksi aset kripto di Indonesia sepanjang tahun 2024 mencapai Rp 650,61 triliun. Data per Januari 2025 menunjukkan nilai transaksi sebesar Rp 44,07 triliun.

"Meskipun angka ini mencakup pasar fisik (spot), minat terhadap derivatif kripto juga terlihat meningkat. Secara global, per 23 April 2025, total volume perdagangan derivatif kripto mencapai US$ 888 miliar atau sekitar Rp 14,98 kuadriliun, menandakan besarnya pasar ini," kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan peralihan kewenangan pengawasan perdagangan aset kripto dan derivatif keuangan dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang efektif per Januari 2025 menjadi tonggak penting. Melalui transisi tersebut diharapkan mampu meningkatkan kepastian hukum, perlindungan investor yang lebih kuat, dan integrasi yang lebih baik dengan sektor jasa keuangan lainnya.

OJK telah mulai menunjukkan perannya, termasuk dengan menerbitkan peraturan terkait derivatif keuangan dan menyatakan fokus pada pengawasan risiko, tata kelola, dan dampak sistemik. Perubahan ini menandai era baru di mana kripto tidak lagi sekadar komoditas, tetapi aset keuangan digital yang terintegrasi dengan sistem finansial nasional.

"Bagi bursa berjangka kripto seperti CFX, adaptasi terhadap kerangka regulasi OJK menjadi krusial. Meskipun izin awal diperoleh dari Bappebti, operasional selanjutnya akan tunduk pada arahan dan kebijakan OJK. Hal ini untuk memastikan standar produk derivatif yang ditawarkan, mekanisme pengawasan pasar, hingga perlindungan konsumen," ujar Bamsoet.

Sebagai informasi, transaksi kripto di Indonesia didominasi oleh 5 besar mata uang kripto (token) antara lain Tether USD (USDT), Bitcoin (BTC), Ripple (XRP), Solana (SOL) dan Ethereum (ETH). Sementara top market share perdagangan bursa kripto Indonesia didominasi oleh 6 besar pemain. Antara lain, Indodax, Tokocrypto, Pintu, Ajaib, Pluang dan Reku.


(akn/ega)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial