Bayang-bayang Pelecehan Seksual Layanan Ojek Online

1 month ago 20

Di jalan yang gelap nan gulita, Asti—bukan nama sebenarnya—memutuskan melompat paksa dari motor ojek daring yang ditumpanginya. Di sebuah warung bakso dengan beberapa laki-laki paruh baya di dalamnya, Asti meminta pertolongan.

“Terus aku minta tolong, ‘Pak, tolongin saya! Pak, tolongin saya! Saya mau dibawa kabur, Pak,’ kayak gitukan. Akhirnya ada bapak-bapak nolongin, lalu bapak itu bilang, ‘Masuk… masuk (ke warung)’. Terus bapak itu nanya aku mau ke mana, ‘Saya mau pulang ke Grand Duta City tapi saya malah dibawa ke sini’,” tutur Asti kepada detikX.

Pada 7 Desember 2024, pukul sembilan malam, sepulang bekerja Asti memesan ojek daring dari Stasiun Kranji menuju Grand Duta City. Ponsel Asti mati begitu ojek motor dari perusahaan berlogo hijau itu datang. Bukan masalah bagi Asti karena ia percaya dan toh tujuannya sudah jelas menuju rumahnya.

Namun keanehan mulai terjadi ketika driver mulai mendebat usulan Asti untuk melewati rute yang biasa ia lalui. Pelaku berkilah jalanan rute tersebut rusak dan ia memiliki jalan pintas yang lebih baik. Asti kukuh menolak, tetapi motor semakin melaju kencang, membawa Asti ke jalan yang tak ia kenal.

Aku mohon banget semoga ada undang-undang perlindungan yang kuat untuk kasus pelecehan seksual supaya perempuan bisa semakin aman dan nyaman. Karena kita kadang bingung, mau ngadu ke polisi atau gimana, tapi karena kasusnya pelecehan, terus UU-nya belum kuat, jadi nggak bisa diproses atau proses lama gitu sih, Kak.”

Kian jauh, melewati kolong tol yang sepi, ia merasa ada yang tidak beres. Ditambah driver memulai percakapan aneh mulai dari menceritakan rumah tangganya yang kandas hingga melontarkan pertanyaan berapa jumlah anak yang dimiliki Asti.

“Terus aku bilang satu, terus dia malah bilang, ‘Kalau saya lima, orang ngewe enak’. Wah, udah mulai ke situ kan, terus tiba-tiba dia bilang, ‘Mbak mah tenang aja kalau suaminya selingkuh apa gimana. Mbak tuh cantik, putih, saya aja mau sama Mbak’, pokoknya dia selalu ngulang-ngulang itu,” cerita Asti.

Sempat pelaku memegang lutut Asti dengan alasan supaya tidak terkena motor yang lalu lalang. Asti tak berani protes, perlahan ia memundurkan kakinya untuk memberi jarak.

Perasaan cemas menjalari tubuh Asti. Ia tak mungkin meminta berhenti dan turun saat itu juga karena, selain jalanan amat sepi, motor terus melaju kencang. Asti hanya bisa menunggu momentum yang tepat kalau ia menjumpai warung maupun keramaian.

Ketika Asti menemukan warung bakso yang tampak ramai, ia melompat paksa dari motor yang masih melaju. Asti bergegas meminta tolong. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, ternyata Asti telah berkendara 23 kilometer dari Stasiun Kranji. Jauh dari tujuan asalnya.

Pelaku meminta untuk mengantarkan Asti berkali-kali, tetapi Asti menolak. Seorang penjual bakso lantas mengusir pelaku yang tampak lalu lalang di depan warung.

Setelah berhasil mengisi baterai ponsel, Asti langsung menghubungi layanan aduan aplikasi ojek daring terkait. Sayangnya, tak ada jawaban berarti saat itu. Asti pun membuat utas di media sosial berharap aduannya bisa lekas ditanggapi. Namun tidak malam itu, baru esoknya perusahaan terkait menghubungi Asti untuk memberikan bantuan pendampingan psikologis. Ternyata layanan bantuan tidak secepat yang Asti duga.

Pengalaman itu berbekas, tak main-main bagi Asti, mimpi buruk dan serangan panik beberapa kali terjadi. Asti ingin pelaku ditangkap supaya tak ada orang lain yang mengalami seperti yang ia alami.

Laporan hukum ke polisi sudah Asti usahakan. Sayangnya, pihak kepolisian mengatakan proses mediasi mungkin baru bisa dilakukan satu atau dua bulan setelah laporan masuk.

“Aku mohon banget semoga ada undang-undang perlindungan yang kuat untuk kasus pelecehan seksual supaya perempuan bisa semakin aman dan nyaman. Karena kita kadang bingung, mau ngadu ke polisi atau gimana, tapi karena kasusnya pelecehan, terus UU-nya belum kuat, jadi nggak bisa diproses atau proses lama gitu sih, Kak,” tegasnya.

Pengalaman serupa dialami oleh Christie, perempuan disabilitas yang menggunakan jasa taksi online. Tubuh kanannya lumpuh karena stroke. Karena itu, ia memerlukan bantuan kursi roda dan orang lain ketika turun dan naik taksi online.

Mulanya semua tampak normal selama perjalanan, meski beberapa kali sopir melirik ke arah Christie melalui kaca spion mobil dan memujinya cantik. Keganjilan terjadi ketika sopir membantu Christie turun dari mobil.

“Biasanya driver sangat kikuk kalau aku pegang tangannya dan mereka risi serta sangat sopan, tetapi tidak dengan dia. Dia malah memegang tanganku mesra sambil senyam-senyum,” ungkap Christie.

Christie tak bisa mengelak karena takut jatuh. Jika ia jatuh, Christie berfirasat justru pelaku bisa melakukan apa pun terhadapnya. Namun kejadian selanjutnya semakin membuat Christie naik pitam.

Ketika Christie sampai di depan pagar rumahnya, pelaku tiba-tiba memegang kedua tangannya dan menciumnya. “Bukan itu saja, dia menarikku dan dia mencium pipiku sambil memelukku! Astagaaa!” tuturnya.

Akhir cerita, Christie melakukan serentetan aduan ke perusahaan taksi daring terkait. Proses awal mendapat respons yang menurut Christie cukup lama, terpaut lima jam dari waktu Christie melaporkannya. 

Kabar terakhir yang Christie terima, perusahaan hanya menangguhkan pelaku, tetapi belum memutus mitra kerja terhadapnya. Ini membuat Christie kecewa. Sebab, menurut aturan, pelaku pelecehan seksual akan diputus mitra kerjanya.

Christie melaporkan pelaku ke kepolisian, didampingi PPPA sampai menjalani sidang. Kini pelaku diputus 8 bulan kurungan dan denda Rp 10 juta.

Di luar pengalaman Asti dan Christie, nyatanya masih banyak perempuan yang hanya berkesempatan menceritakan kisah pelecehan yang mereka alami di media sosial.

Tak hanya itu, kekerasan seksual pun rentan terjadi. Beberapa waktu lalu, sopir ojek online memerkosa siswi asal Maros ketika hendak ke sekolah. Adapun kasus lain, ojek online di Kepulauan Riau ditangkap karena mencoba memerkosa dan merampok penumpangnya.

Kasus pelecehan dan kekerasan seksual pun sebenarnya tak hanya terjadi pada penumpang, tetapi juga marak terjadi pada driver perempuan. 

Komisioner Ketua Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, mengakui angkutan publik, salah satunya transportasi daring, menjadi ruang yang masih rawan pelecehan, terutama untuk perempuan.

Sepanjang 2019 hingga 2023, ada beberapa aduan kasus pelecehan seksual yang masuk ke Komnas Perempuan. Banyak di antaranya kasus berupa pelecehan verbal.

“Istilahnya dikatakan seksis gitu ya, misalkan ‘Mbaknya kok cantik’, terus kemudian ada yang sampai misalkan diputer-puterin gitu ya dengan tidak jelas, itu sih rata-rata begitu,” jelas Bahrul alias Cak Fu.

Menurut Cak Fu, driver yang telah melakukan pelecehan seksual yang paling ringan pun mesti ditindak tegas dengan memblokir mereka. Jika tidak, dikhawatirkan mereka akan melakukan modus-modus baru yang semakin berbahaya.

Namun diperlukan edukasi kepada masyarakat terkait dengan tindakan pelecehan dan kekerasan seksual karena sering kali korban yang rata-rata perempuan masih banyak disalahkan dan dianggap berlebihan ketika melaporkan kasusnya. Akibatnya, ini menjadi tantangan tersendiri dalam pelaporan kasus pelecehan seksual.

Menurut catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, aduan pelaporan kekerasan seksual masih di angka 0,01 persen. Padahal angka kasus kekerasan yang tercatat pada 2024 mencapai 11.441 kasus. Artinya, terdapat 22,6 juta kasus dan hanya 11 ribu yang melaporkannya.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ratna Susianawati mengatakan pelaporan kasus kekerasan seperti fenomena gunung es. “Artinya, masih banyak yang di luar sana yang belum terlaporkan dan belum tentu daerah yang kemudian melaporkan itu menjadi statusnya jelek, kan. Kadang-kadang gitu ya, ada daerah yang nggak mau lapor atau belum maksimal melaporkan karena itu dianggap nanti menjadi cap buruk bagi daerahnya,” jelas Ratna kepada detikX.

Ratna mengakui moda transportasi, salah satunya transportasi daring, masih menjadi salah satu ruang yang banyak terjadi tindakan pelecehan hingga kekerasan seksual. Oleh sebab itu, Kementerian PPPA terus menggalakkan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan transportasi online untuk melakukan pencegahan kekerasan seksual, baik terhadap penumpang maupun para driver.

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial