Sekjen PDIP Hasto Peluk Istri dan Teriak Merdeka Usai Sidang

9 hours ago 3

Jakarta -

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto telah menjalani sidang perdana dalam kasus dugaan suap pengurusan penggantian antarwaktu anggota DPR untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan. Hasto sempat memeluk istrinya, Maria Stefani Ekowati, setelah sidang selesai.

Momen itu terjadi usai sidang perdana selesai, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025). Hasto sempat berteriak merdeka kepada para pendukungnya yang hadir di ruang sidang setelah persidangan rampung. Hasto terlihat mengepalkan tangannya. Para pendukung kemudian kompak ikut meneriakkan merdeka.

Saat akan keluar ruang sidang, Hasto tampak memeluk istri dan saudara-saudaranya yang juga hadir di persidangan. Hasto juga terlihat memeluk Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hasto meyakini proses hukum yang dijalankannya merupakan bentuk kriminalisasi hukum. Dia mengatakan dakwaan dari jaksa penuntut umum pun telah didaur ulang.

"Saya semakin meyakini bahwa ini adalah kriminalisasi hukum, bahwa ini adalah pengungkapan suatu pokok perkara yang sudah inkrah, yang didaur ulang karena kepentingan-kepentingan politik di luarnya," ujar Hasto usai persidangan.

Hasto meyakini keadilan akan ditegakkan. Dia memastikan akan mengikuti seluruh proses hukum yang ada.

"Karena itulah saya mengikuti seluruh proses hukum ini dengan sebaik-baiknya, karena kami percaya bahwa keadilan akan ditegakkan, dan untuk itulah Republik Indonesia ini dibangun dengan pengorbanan jiwa dan raga yang luar biasa," ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum Hasto, Febri Diansyah, mengatakan pihaknya menghargai tugas yang dilakukan oleh KPK. Namun, menurutnya, terdapat banyak persoalan dalam dakwaan jaksa.

"Salah satu yang paling sederhana adalah bagaimana keberatan kecil yang tadi kami sampaikan. Ternyata benar dakwaan tersebut tidak disusun dengan ekstra hati-hati," ujarnya.

Febri menyoroti kesalahan penulisan undang-undang yang dilakukan oleh jaksa. Dia mengatakan seharusnya, pasal yang digunakan ialah Pasal 65 KUHP. Namun, kata dia, jaksa menuliskan Pasal 65 KUHAP.

"Meskipun ini hanya satu huruf, tapi perbedaan pengaturannya sangat luar biasa. Pasal 65 KUHAP yang ditulis di dakwaan sebenarnya adalah hak dari tersangka dan terdakwa untuk mengajukan saksi atau ahli yang meringankan," ujarnya.

Dia mengatakan pasal itu yang telah dilanggar oleh KPK pada saat proses penyidikan. Febri menyebut saat itu pihak Hasto telah mengajukan ahli yang meringankan.

"Jadi pasal itu diabaikan, tidak dilaksanakan demi mempercepat proses pelimpahan perkara," kata dia.

Lebih lanjut, Febri mengatakan terdapat perbedaan antara dakwaan Hasto dengan dakwaan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Menurutnya, perbedaan dakwaan itu menunjukkan sikap inkonsistensi dari jaksa.

"Jadi ada peristiwa di sekitar tanggal 17 Desember atau 19 Desember tahun 2019. Itu yang berubah. Apakah itu sengaja atau tidak sengaja, yaitu terkait dengan sumber dana Rp 400 juta," ujarnya.

Febri mengatakan dalam dakwaan Wahyu, uang Rp 400 juta diberikan oleh Harun Masiku kepada Saeful Bahri. Namun, dalam dakwaan Hasto, seolah-olah uang tersebut diberikan oleh Hasto.

"Pada dakwaan tadi kita dengar, itu diubah. Diubah sedemikian rupa sehingga seolah-olah 400 juta itu berasal dari Pak Hasto. Bagaimana mungkin KPK yang sama, lembaga yang sama membuat dua dakwaan dengan fakta uraian yang bertolak belakang," jelasnya.

"Apakah sedemikian rupa mengubah dakwaan hanya untuk menjerat Hasto Kristiyanto? Tentu itu yang menjadi pertanyaan kami. Karena ini kan satu perkara secara keseluruhan," imbuh dia.

KPK mendakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku yang sudah buron sejak tahun 2020.

"Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku," kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Selain itu, Hasto juga didakwa menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buronan.

"Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57,350.00 (lima puluh tujuh ribu tiga ratus lima puluh dollar Singapura) atau setara Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode tahun 2017-2022," kata jaksa.

(amw/ygs)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial