Konawe Kepulauan -
Meski terletak jauh dari pusat kota, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) atau yang dikenal dengan Pulau Wawonii menyimpan banyak potensi alam. Dari sisi pertanian misalnya, tanaman jambu mente yang tumbuh subur di pulau ini menjadi ladang keberkahan bagi masyarakat setempat.
Salah satu petani mente di Desa Watuondo, Wawonii Timur Laut Karsum mengatakan sejak dulu, desanya memang terkenal dengan potensi mente. Apalagi tanah di desanya terbilang subur untuk ditanami jambu mente.
"Alasan memilih mente itu kita kalau menanam semacam cengkeh, mati. Karena saya juga kan, istilahnya (pernah) mencoba (menanam cengkeh) sekitar berapa tahun itu, baru berbuah langsung layu semua daunnya. Itu berarti nggak cocok. Kalau jambu mente kita tanam, subur-subur," ujar Karsum kepada detikcom belum lama ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karsum menjelaskan mente biasanya dipanen setahun sekali. Dalam satu kali panen, ia bisa mengumpulkan hingga 300 kilogram mete dari seluruh lahannya yang kini mencapai satu hektare.
"Kira-kira satu kali panen sekitar 300 kilo, ini kalau untuk panen semua pohon. Kalau satu pohon itu mungkin hanya tiga sampai lima kilo," ucapnya.
Selain mudah ditanam, Karsum mengungkapkan mente juga memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Bahkan, dalam sehari ia pernah mendapat omzet mencapai Rp 1 juta dari penjualan mete yang sudah dikeringkan.
"Alhamdulillah kalau mente ini kadang kita terima ada Rp 1,2 juta dalam satu hari," jelasnya.
Internet bantu petani mete memasarkan hasil panen. Foto: dok. Rafida Fauzia/detikcom
Dilirik Konsumen India
Kacang mente khas Wawonii hingga kini memang masih menjadi salah satu komoditas yang banyak dicari konsumen. Bahkan dahulu, mente di Wawonii banyak dilirik konsumen India.
Sekretaris Desa Watuondo Darwis mengungkapkan sekitar tahun 2000-an, dulu banyak warga India yang memborong kacang mente yang berasal dari desanya.
"(Dulu ada pembeli) dari India itu tahun 2000-an. Saya dulu punya bos orang India. Jadi kita dulu (kumpulkan) kacang mente dari seluruh Wawonii, kita beli," katanya.
Namun, kacang-kacang mente yang dibeli tentunya tak sembarangan. Darwisa mengatakan kacang mente harus disortir dahulu sebelum dijual.
"Kacang yang dijual, dijemur dulu, dia itu merah-merah. Kacangnya harus yang nggak bisa dipijit. Kalau belum kering, orang India itu nggak mau," ucapnya.
Internet bantu petani mete memasarkan hasil panen. Foto: dok. Rafida Fauzia/detikcom
Namun, saat ini produksi kacang mente di Wawonii sudah tak lagi dijual ke India karena banyaknya masyarakat lokal yang tak kebagian. Hal ini disebabkan karena harga jual mente ke konsumen India lebih mahal dibandingkan ke konsumen lokal
"Umpama kalau di Kendari itu mereka beli Rp 15 ribu. Kalau orang India itu sampai Rp 20 ribu," katanya.
Darwis menambahkan, proses penjualan ini bahkan Darwis hanya berlangsung tiga tahun saja. "Itu hanya tiga tahun berlangsung. Waktu itu (dihentikan) karena sudah kacau para penadah di Kendari. Mereka larang orang India masuk di Kendari karena mereka tidak dapat (kacang mente," lanjutnya.
Meski demikian, kacang mente di Wawonii masih banyak peminat. Proses penjualannya pun kini semakin mudah sejak hadirnya akses internet dan pembangunan Base Transceiver Station (BTS) yang dibangun BAKTI Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Kini, petani tak lagi repot-repot menunggu kapal datang. Berkat internet, Karsum mengaku bisa berkomunikasi langsung dengan pembeli.
"Dulu, sebelum ada internet, kita itu, lewat kapal, mengirim hasil jambu mente. Nanti, yang punya kapal itu, datang, ambilkan ini buku, bilang catatannya, sekian harga jemur mentemu-nya. Kita menunggu dari yang punya kapal, baru kita pergi kirim. Sekarang ada komunikasi, ada internet, bisa komunikasi dengan pembeli. Harga sekian, bisa kita telepon, datang ke rumah," pungkasnya.
detikcom bersama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengadakan program Tapal Batas untuk mengulas perkembangan ekonomi, wisata, infrastruktur, dan pemerataan akses internet di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Ikuti terus berita informatif, inspiratif, unik dan menarik dari program Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!
(prf/ega)