Profil PFN, BUMN 'Si Unyil' yang Sempat Jadi Dhuafa

10 hours ago 2

Jakarta -

PT Produksi Film Negara (Persero) atau PFN menjadi sorotan usai beredar kabar pengangkatan Riefian Fajarsyah alias Ifan Seventeen sebagai Direktur Utama (Dirut) BUMN yang memproduksi film 'Si Unyil' tersebut. Terlepas dari itu PFN adalah BUMN yang sudah lama berdiri di tanah Nusantara, bahkan sejak masa pemerintahan Belanda.

Dalam situs resmi perusahaan, sejarah panjang PFN dimulai dengan berdirinya Java Pacific Film atau JPF. Perusahaan ini didirikan oleh Albert Balink pada 1934 atau sebelas tahun sebelum kemerdekaan RI. Kala itu JPF berhasil memproduksi sejumlah film, salah satunya yang berjudul 'Pareh'. Film itu menarik perhatian di Belanda dan diakui sebagai salah satu karya sinematik terbaik Hindia Belanda.

Barulah kemudian pada 1936, JPF berubah menjadi Algemeen Nederlandsch Indisch Filmsyndicaat (ANIF)/Sindikat Umum Film Hindia Belanda. Salah satu film terkenal yang ANIF produksi adalah "Terang Bulan" yang berhasil meraih sukses besar hingga di tingkat internasional di tahun 1937.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun saat otoritas pemerintah Belanda di tanah Nusantara diambil alih Angkatan Bersenjata Kekaisaran Jepang pada 1943, ANIF ikut diambil alih dan diubah menjadi Nippon Eiga Sha/Perusahaan Film Jepang.

Langkah ini dilakukan oleh otoritas Jepang untuk memperkuat konten film bertema propaganda selama pendudukan Jepang di Indonesia. Nippon Eiga Sha memberikan peran yang cukup signifikan kepada Raen Mas Soetarto, seorang pribumi yang menjadi wakil pimpinan Nippon Eiga Sha.

Barulah setelah Indonesia merdeka, Nippon Eiga Sha kembali diambil alih pemerintah RI dan diubah menjadi Berita Film Indonesia (BFI) oleh R.M Soetarto pada 6 Oktober 1945. Pendirian BFI disaksikan langsung Menteri Penerangan Amir Syarifuddin. Perusahaan produsen film tersebut lalu bergabung menjadi lembaga di bawah Kementerian Penerangan.

Kementerian Penerangan sempat kembali mengubah BFI menjadi Perusahaan Pilem Negara (PPN) di 1950. Kemudian tidak lama kembali diganti menjadi Perusahaan Film Negara (PFN). Setelah menjadi PFN, pada 1957 unsur perusahaan dibagi menjadi empat badan yaitu Central Film Laboratory (CFL), Dinas Film Penerangan (DFP), Dinas Film Cerita (DIFTA), dan Kantor Peredaran Film (KPF).

Singkat cerita, Kementerian Penerangan lewat SK Menteri Penerangan Nomor 55B/MENPEN/1975 kembali memutuskan untuk mengubah PFN menjadi Pusat Produksi Film Negara (PPFN). SK ini terbit pada 16 Agustus 1975.

Lewat SK tersebut, PPFN bergabung di bawah Direktorat Jenderal Radio Televisi dan Film (RTF) Departemen Penerangan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT). Hingga pada 7 Mei 1988, PPFN resmi menjadi Perum PFN melalui Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1988.

Meski begitu seiring dinamika industri perfilman hingga penghentian suntikan modal dari negara pada tahun 1996, PFN kemudian mengalami guncangan. Hal ini terlihat dari hasil audit perusahaan yang terus merugi hingga jumlah karyawan BUMN 'Si Unyil' ini yang terus berkurang.

Bahkan dalam catatan detikcom, PFN yang pernah memiliki pegawai hingga 600 orang pada masa kejayaannya di 1980-1990an, pada 2013 lalu hanya menyisakan 88 karyawan berstatus PNS. Hal ini diakui oleh eks Direktur Utama PFN Shelvy Arifin saat berbincang dengan detikcom di kantor pusat PFN pada September 2013 lalu.

"Dulu PFN ketika terpuruk, pegawai PFN itu dipecah dua. Ada yang istilahnya direktur lama pernah mengeluarkan SK menunggu pekerjaan. Jadi SK ini membagi dua kelompok karyawan. Sebagian kerja di sini tapi menangani administrasi kepegawaian jadi mereka itu PNS Kominfo yang ditugaskan ke PFN. Jadi urusannya sama Kominfo. Sisanya mereka dirumahkan untuk menunggu pekerjaan lah tapi mereka tetap digaji," kata Shelvy kala itu.

Lama tak memproduksi film, PFN kemudian masuk masa kelam hingga jadi salah satu BUMN yang memiliki neraca keuangan negatif dengan utang mencapai Rp 11 miliar. PFN sempat menjadi BUMN Dhuafa. Setelah lebih dari dua dekade tak berkiprah, PFN akhirnya berhasil memproduksi layar lebar kembali pada Maret 2019. Hal ini menjadi sorotan banyak pihak.

Kondisi perusahaan diklaim sudah berangsur membaik. Bahkan PFN disebut telah mencetak untung, meski dia tak merinci berapa keuntungan yang diperoleh. Hingga waktu berlalu, pada 12 Oktober 2023 dilakukan penandatanganan akta pendirian PT Produksi Film Negara (Persero) di Gedung Kementerian BUMN.

Hal ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2023 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (Perum) Produksi Film Negara menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) yang diterbitkan Presiden Joko Widodo.

Terakhir, Direktur Utama PT Danareksa (Persero) Yadi Jaya Ruchandi melaporkan BUMN yang memproduksi film 'Si Unyil' masih memiliki pendapatan yang kecil. Dengan kondisi tersebut, gaji para direksinya pun hanya mampu dibayar setengahnya.

"Sekarang pendapatan PFN itu minim sekali, bahkan gaji direksinya pun dibayar hanya setengahnya," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, Senin (10/3/2025) kemarin.

PFN direncanakan untuk melakukan inbreng dan bergabung dengan Danareksa sebagai holding BUMN guna memperkuat posisi PFN sebagai BUMN pembiayaan perfilman. Sinergi ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pengembangan ekosistem perfilman Indonesia.

"Jadi memang pada saat ini PFN walaupun belum diinbrengkan ke Danareksa, kita sudah membuat rencana kerja terkait bagaimana bisnis modelnya ke depan," ucap Yadi.

Kini, BUMN 'Si Unyil' tersebut kembali menjadi sorotan setelah beredar kabar pengangkatan vokalis band Seventeen, Riefian Fajarsyah alias Ifan Seventeen, sebagai Direktur Utama (Dirut) Persero. Kabar pengangkatan ini mencuat karena banyaknya karangan bunga bertuliskan ucapan selamat kepada Ifan sebagai Dirut di depan kantor PFN.

(fdl/fdl)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial