Alasan Kurangi Isi Minyakita Terkuak! Pabrik di Karawang Langsung Ditutup

15 hours ago 3

Karawang -

Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Satgas Pangan Polri menutup salah satu produsen MinyaKita nakal yang terbukti mengurangi isi tidak sesuai dengan informasi takaran di kemasan. Produsen tersebut adalah PT Artha Eka Global Asia (AEGA) yang berlokasi di Karawang.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menjelaskan, bersama tim Satgas Pangan Polri sudah mendapat laporan terkait pengurangan isi Minyakita

Menindaklanjuti laporan itu, Kemendag bersama Satgas Pangan Polri langsung menurunkan tim ke lokasi produsen di kawasan Depok untuk mengecek langsung. Sayang, begitu sampai di lokasi, produsen tersebut ternyata sudah menutup pabrik kemasnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah melakukan penelusuran, ditemukan fakta Artha Eka Global Asia (AEGA) memindahkan lokasi pabrik kemasnya ke kawasan Karawang Sentra Bizhub, Karawang, Jawa Barat. Pabrik itu lah yang hari ini ditutup Kemendag dan Satgas Pangan Polri.

Bersamaan dengan penutupan pabrik kemas tersebut, Budi mengatakan pihaknya telah menyita 140 karton MinyaKita dengan isi volume kurang dari satu liter dan 32.284 botol kemas kosong berukuran 750-800 mL.

"Jadi PT AEGA pindah ke sini baru sekitar 1 bulan. Nah seperti teman-teman lihat, kita temukan banyak botol-botol yang berukuran 750 mL yang rencananya akan digunakan untuk produksi MinyaKita," kata Budi di pabrik kemas MinyaKita PT AEGA, Kabupaten Karawang, Kamis (13/3/2025).

"Ya ini akhirnya belum sempat diproduksi dan sudah ketahuan dari tim pengawas sehingga tidak bisa memproduksi lagi, dan ini perusahaan sudah tidak boleh berproduksi lagi," tegasnya lagi.

Alasan sunat isi Minyakita

Mendag mengatakan MinyaKita pada dasarnya merupakan minyak goreng rakyat yang didapat dari skema domestic market obligation (DMO) perusahaan-perusahaan eksportir CPO.

Setiap perusahaan yang ingin ekspor CPO diwajibkan untuk menyalurkan minyak goreng rakyat untuk pemenuhan stok domestik terlebih dahulu dalam bentuk Minyakita. Kebijakan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat.

Namun karena pasokan minyak goreng dari skema DMO ini terbatas, sesuai jumlah CPO yang diekspor perusahaan, maka Minyakita ini kemudian dicampur minyak goreng komersial.

"Ini karena perusahaannya memang nakal ya, dia kan ingin memproduksi banyak. Makanya dia memproduksi biar nggak ketahuan mungkin ya, makanya dia pakai yang non-DMO. Dengan pakai minyak komersial tadi dia produksi," jelas Budi.

Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag Moga Simatupang menambahkan sejauh ini temuan MinyaKita yang tidak sesuai takaran bukan minyak goreng rakyat yang berasal dari pasokan DMO.

Moga enjelaskan minyak goreng rakyat hasil pasokan DMO rata-rata hanya 160.000-170.000 ton per bulan. Padahal kebutuhan minyak goreng murah mencapai 257.000 ton per bulan.

Untuk menutupi selisih jumlah pasokan DMO itulah kemudian para produsen nakal mulai menggunakan minyak goreng komersial dan mengemasnya kembali dengan merek MinyaKita.

"Jumlahnya tidak sesuai kebutuhan di masyarakat. Rata-rata itu antara 160.000-170.000 ton. Sementara kebutuhan minyak goreng itu sebanyak 257.000 ton per bulannya," terang Moga.

"Untuk itu seperti kasus ini, karena pasokan DMO-nya hak ekspornya itu tidak banyak, pasokan tidak banyak, sementara dia mempunyai brand MinyaKita maka diisi dengan minyak non-DMO," jelasnya lagi.

Karena harga minyak goreng komersial lebih tinggi daripada minyak goreng hasil DMO, maka para produsen ini kemudian mengurangi isi MinyaKita tidak sesuai dengan informasi dalam kemasan.

"Supaya harganya tidak terlalu membuat perusahaan itu rugi, indikasinya ini menurut saya, makanya ukurannya dikurangi. Karena kalau minyak komersial kan bahan bakunya lebih mahal dibandingkan DMO. (Keuntungan dari) kurangi takaran," tegas Moga.

(hns/hns)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial