Stimulus Kebijakan di Bidang Ekonomi untuk Kesejahteraan Masyarakat di 2025

1 month ago 17

Jakarta -

Jelang pergantian tahun 2025, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI (Kemenko Perekonomian) berupaya untuk dapat menjaga daya beli dan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Hal itu diwujudkan dengan menyiapkan paket insentif kebijakan di bidang perekonomian berupa pembebasan hingga keringanan perpajakan bagi berbagai lapisan masyarakat dan dunia usaha, yang akan diberlakukan pada awal tahun 2025 mendatang.

Dikatakan Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto, pihaknya menyiapkan berbagai fasilitas kebijakan. Kebijakan pertama yaitu PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1% dari kebijakan PPN 12% untuk minyak goreng sawit curah yang dikemas dengan merek 'MINYAKITA', sehingga PPN yang dikenakan tetap sebesar 11%.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"PPN DTP sebesar 1% dari kebijakan PPN 12% juga diberlakukan untuk tepung terigu, sehingga PPN yang dikenakan pada tepung terigu juga tetap sebesar 11%. Gula industri juga menjadi komoditas yang memperoleh fasilitas PPN DTP sebesar 1% dari kebijakan PPN 12%, sehingga dikenakan PPN sebesar 11%," ujar Haryo, dalam keterangan tertulis, Kamis (19/12/2024).

"Adapun gula industri tersebut merupakan input penting bagi industri makanan minuman, dimana industri makanan dan minuman memiliki share sebesar 36,3% terhadap total industri pengolahan," sambungnya.

Tak hanya itu, Haryo menyebut 16 juta Pemberian Bantuan Pangan (PBP), khususnya masyarakat desil 1 dan 2 selama 2 bulan (Januari dan Februari 2025), akan menerima bantuan berupa beras sebanyak 10 kilogram perbulan. Diskon sebesar 50% untuk pelanggan dengan daya terpasang listrik hingga 2200 VA selama 2 bulan (Januari-Februari 2025), dengan menyasar sebanyak 81,42 juta pelanggan, mencakup konsumsi 9,1 Twh/bulan yang setara 35% total konsumsi listrik nasional.

Selain menyasar rumah tangga berpenghasilan rendah, fasilitas kebijakan di bidang ekonomi yang didesain pemerintah juga memiliki peruntukan bagi masyarakat kelas menengah.

"PPN DTP Properti bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp 5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp 2 miliar. Skema insentif tersebut diberikan sebesar diskon 100% untuk bulan Januari-Juni 2025 dan diskon 50% untuk bulan Juli-Desember 2025," kata Haryo.

Menurut Haryo, PPN DTP Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) atau Electric Vehicle (EV) akan diberlakukan bagi kelas menengah dengan rincian sebesar 10% atas penyerahan EV roda empat tertentu dan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 40%, dan sebesar 5% atas penyerahan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 20% sampai dengan kurang dari 40%.

"PPnBM DTP EV sebesar 15% atas impor KBLBB roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan KBLBB roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (Completely Knock Down/CKD). Pembebasan Bea Masuk EV CBU sebesar 0%, sesuai program yang sudah berjalan," jelas Haryo.

"Pemberian insentif PPnBM DTP sebesar 3% untuk kendaraan bermotor bermesin hybrid. Insentif PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja dengan gaji sampai dengan Rp 10 juta/bulan yang berlaku untuk sektor padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur," sambungnya.

Haryo juga mengatakan bagi para pekerja yang mengalami PHK, pihaknya akan memberikan Optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai buffer. Dengan rincian berupa manfaat tunai 60% flat dari upah selama 6 bulan, manfaat pelatihan Rp 2,4 juta, kemudahan akses informasi pekerjaan, dan akses Program Prakerja.

"Diskon sebesar 50% atas pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) selama 6 bulan bagi sektor industri padat karya yang diasumsikan untuk 3,76 juta pekerja," kata Haryo.

Secara spesifik, Kemenko Perekonomian juga telah menyiapkan fasilitas insentif bagi dunia usaha terutama untuk perlindungan kepada UMKM dan Industri Padat Karya. Salah satunya perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% sampai dengan tahun 2025 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM yang telah memanfaatkan selama 7 tahun dan berakhir di tahun 2024.

"Untuk WP OP UMKM lainnya tetap dapat menggunakan PPh Final 0,5% selama 7 tahun sejak pertama kali terdaftar sesuai Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022, dan untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp 500 juta/tahun maka akan diberikan pembebasan PPh," kata Haryo.

Terakhir, Industri Padat Karya akan memperoleh pembiayaan untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas dengan skema subsidi bunga sebesar 5% dan range plafon kredit tertentu.


(akn/ega)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial