'Serangan Pesona' China Akan Ubah Peta Asia Tenggara? Gimana Posisi RI?

5 hours ago 4

Jakarta -

Saat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pertama kali menerapkan tarif impor terhadap China pada 2017, negara-negara Asia Tenggara diuntungkan. Saat itu, banyak perusahaan manufaktur berpindah ke Vietnam, Kamboja, dan negara-negara tetangga lainnya.

Strategi yang dikenal sebagai China Plus One ini bertujuan mengurangi ketergantungan pada China sambil mendukung visi Washington menjauhkan diri dari ekonomi China.

Namun, kebijakan tarif Trump edisi kedua justru berbalik arah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Vietnam dan Kamboja dikenakan tarif tinggi, masing-masing sebesar 46% dan 49%. Sementara Indonesia dikenakan 32%, dan Malaysia 24%.

Meskipun ada penundaan penerapan selama 90 hari, negara-negara yang sebelumnya menanggapi seruan AS untuk diversifikasi sekarang malah dicap "pengelak tarif".

China memanfaatkan momen ini dengan melakukan "serangan pesona" yang terencana. Dalam kunjungan regionalnya, Presiden China Xi Jinping mendorong negara-negara Asia Tenggara untuk "bersama-sama melawan proteksionisme."

Xi juga menjanjikan peningkatan impor Indonesia dan membangun citra China sebagai "pembela globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas" di tengah ketidakpastian global.

"Negara-negara Asia Tenggara selalu memainkan peran sebagai penyeimbang hubungan AS dan China," kata Ian Chong, Profesor Madya di National University of Singapore, kepada BBC.

garisBBC

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

garis BBC

Chong menambahkan bahwa kini kawasan ini makin dekat dengan China. Di sisi lain, sikap Trump secara signifikan merusak kredibilitas AS. Imbasnya, reputasi Xi Jinping meningkat "tanpa perlu bersusah payah".

"Yang menjadi pertanyaan adalah: apakah China dapat diandalkan? Negara-negara Asia Tenggara membutuhkan investasi dan pasar dari China."

"Walaupun Xi Jinping sudah menjanjikan banyak hal, apakah China benar-benar mampu memenuhinya? Apalagi mengingat tantangan domestik dan perlambatan ekonomi yang dihadapi negara itu."

Ketergantungan ekonomi timbal balik

Dengan populasi sebesar 680 juta penduduk dan memiliki status sebagai ekonomi terbesar kelima di dunia, posisi ASEAN begitu vital dalam rantai pasokan global.

Kawasan ini memproduksi semikonduktor untuk Intel, ponsel pintar untuk Samsung, dan sepatu olahraga untuk Nike.

Sejak perang dagang AS-China yang pertama, ASEAN menarik investasi manufaktur global yang masif.

Toko 'Made in Vietnam' dan pengendara motor di Hanoi, Vietnam, 03 April 2025.Seorang pengendara sepeda motor melintas di depan sebuah toko bertuliskan 'Made in Vietnam' di jalanan Hanoi, Vietnam, pada 3 April 2025. (EPA)

"Dalam banyak hal, China adalah pesaing sekaligus mitra ekonomi bagi negara-negara Asia Tenggara," ujar Susannah Patton, direktur Program Asia Tenggara di Lowy Institute, Australia.

Antara 2018 hingga 2022, perusahaan-perusahaan AS menyumbang 25% dari investasi manufaktur di ASEAN, jauh melampaui Jepang (11%) dan Uni Eropa (10%).

Pangsa pasar China tumbuh dengan cepat tetapi masih di sekitar 8%.

Di sisi lain, para pakar percaya angka sebenarnya lebih tinggi karena investasi yang disalurkan melalui Hong Kong dan entitas luar negeri.

Presiden AS Trump mengumumkan tarif baru pada 2 April 2025.Presiden AS Trump mengumumkan tarif baru pada Hari Pembebasan AS di Washington pada tanggal 2 April 2025. (EPA)

Aturan tarif baru AS mengancam strategi China Plus One sehingga negara-negara ASEAN berupaya meningkatkan investasi dari China.

Akan tetapi, tantangan ekonomi yang dihadapi China berpotensi menghambat ekspektasi ini.

Kesulitan yang dialami perusahaan-perusahaan tenaga surya China telah mengurangi penanaman investasi luar negeri (outbound investment) ke ASEAN pada 2024 silam, dan masalah serupa mulai muncul di sektor otomotif dan konsumen.

Beijing bahkan mungkin akan semakin membatasi investasi asing untuk melindungi lapangan kerja di sektor manufaktur dalam negeri.

China saat ini tengah mengalami pertumbuhan ekonomi yang lemah dan peningkatan angka pengangguran.

Langkah diplomasi China untuk menunjukkan niat Baik

Selain masalah ekonomi, ketegangan geopolitik tetap menjadi isu laten yang terus membayangi.

"China dan negara-negara ASEAN adalah tetangga,. Dengan kata lain: saling bergantung, tetapi ada juga banyak gesekan," jelas Profesor Ian Chong.

Sengketa wilayah masih menjadi faktor krusial, terutama di Laut China Selatan. Seperti diketahui, klaim tegas China tumpang tindih dengan klaim Vietnam, Filipina, dan Malaysia.

Di sisi lain, mobilisasi komunitas etnis Tionghoa di negara-negara ASEAN oleh Beijing juga menimbulkan sensitivitas.

Bagi negara-negara mayoritas Muslim seperti Indonesia dan Malaysia, perlakuan China terhadap Muslim Uighur di Xinjiang menjadi poin pertikaian lainnya.

Pertemuan antara Presiden Vietnam Luong Cuong dan Presiden China Xi Jinping di Istana Kepresidenan, Hanoi, Vietnam, 15 April 2025.ReutersPresiden Vietnam Luong Cuong dan Presiden China Xi Jinping bertemu di Istana Kepresidenan di Hanoi, Vietnam pada tanggal 15 April 2025.

Risiko meningkatnya ketegangan di Selat Taiwan dan Laut China Selatan juga menjadi kekhawatiran negara-negara Asia Tenggara.

Kedua perairan itu merupakan jalur perdagangan penting bagi Asia Tenggara. Konflik apa pun di wilayah ini dapat mengganggu rantai pasokan global dan berdampak parah pada ekonomi ASEAN.

"Negara-negara Asia Tenggara ingin berelasi dengan China tetapi tetap berhati-hati," kata Chong.

"Mereka sangat menyadari risiko yang dapat ditimbulkan tindakan militer Beijing terhadap stabilitas dan kemakmuran mereka."

China menyadari dinamika regional ini.

Dalam kunjungannya ke Vietnam, Xi menekankan perjuangan bersama melawan kolonialisme. Tetapi dia menghindari topik sensitif seperti Perang Sino-Vietnam 1979 atau sengketa yang sedang berlangsung di Laut China Selatan.

"Dibandingkan dengan pendekatan garis keras China terhadap Filipina, pendekatannya terhadap Vietnam relatif lebih akomodatif," kata Carlyle Thayer, Profesor Emeritus di University of New South Wales, Australia.

Baca juga:

Di Kamboja, keseimbangan yang rumit lainnya terlihat jelas.

Diskusi tentang ekspansi Pangkalan Angkatan Laut Ream Kamboja yang kontroversial dan didanai oleh China diminimalisir selama kunjungan Xi.

Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mengadakan upacara peresmian pangkalan tersebut sebelum kedatangan Xi. Dia menekankan bahwa fasilitas itu tetap berada di bawah kendali Kamboja.

"Langkah yang disengaja ini menyoroti keinginan China untuk mempertahankan niat baik di kawasan," kata Thayer.

"Keputusan untuk mengadakan peresmian sebelum kunjungan Xi patut dicatat. Ini meredakan kekhawatiran internasional seraya melindungi kepentingan Vietnam."

Pergeseran keseimbangan regional

Meski terus mendekati negara-negara tetangganya, China dengan tegas menyatakan "secara kukuh menentang pihak mana pun yang mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan China.

Jika ini terjadi, China tidak akan pernah menerimanya dan akan dengan tegas mengambil tindakan balasan."

Sementara Trump mengatakan bahwa lebih dari 70 negara telah menghubungi AS untuk memulai negosiasi sejak tarif diumumkan.

Dengan kata lain, ini adalah situasi yang menantang bagi banyak negara di Asia Tenggara.

Warga melintas di depan gerbang pabrik Samsung Electro-Mechanics, menyusul pemberlakuan tarif 46 persen oleh Presiden AS Donald Trump terhadap Vietnam, di provinsi Thai Nguyen, Vietnam, 9 April 2025.ReutersOrang-orang berjalan melewati gerbang pabrik Samsung Electro-Mechanics, setelah Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif 46 persen pada Vietnam, di provinsi Thai Nguyen, Vietnam, 9 April 2025.

"Vietnam tidak dapat mencegah pemerintahan Trump yang merusak hukum internasional, perdagangan bebas, multilateralisme, dan globalisasi," kata Carl Thayer dari University of New South Wales.

"Vietnam juga tidak dapat mengubah geografinya."

Profesor Thayer mengatakan bahwa Vietnam juga harus mencari pasar baru di Timur Tengah dan MERCOSURblok ekonomi regional di Amerika Selatan.

Adapun Malaysia relatif "menang" karena tingkat tarif relatif lebih rendah yaitu 24%. Situasi ini membuat Malaysia diminati bisnis-bisnis yang ingin berpindah dari negara-negara dengan tarif lebih tinggi.

Media sosial China ramai dengan diskusi tentang relokasi pabrik ke Malaysia. Populasi etnis Tionghoa yang besar di negara itu dinilai mempermudah transisi bisnis.

Menjaga keseimbangan

Vietnam mempraktikkan apa yang mereka sebut sebagai "diplomasi bambu."

Istilah ini pertama kali dicetuskan mantan pemimpin Nguyen Phu Trong pada 2016 untuk menggambarkan pendekatan Vietnam dalam menyikapi politik kekuatan-kekuatan besar dunia.

Layaknya bambu, Vietnam tetap teguh pada kepentingan intinya, tetapi lentur ketika menghadapi tekanan dari dua kekuatan utama: China dan AS.

Pendekatan ini mencerminkan prinsip "non-blok" ASEAN yang sudah menjadi dasar diplomasi kawasan ini sejak Perang Dingin.

Harga saham di Vietnam merosot akibat kekhawatiran terhadap tarif Amerika Serikat, Hanoi, tanggal 08 April 2025.Saham-saham Vietnam anjlok di tengah kekhawatiran atas tarif AS, Hanoi pada 8 April 2025. (EPA)

"Vietnam secara umum berhasil dalam aksi menjaga keseimbangan ini. 'Diplomasi bambu' mereka menjadi maskot strategi kehati-hatian Asia," jelas Alexander L. Vuving, profesor di Daniel K. Inouye Asia-Pacific Center for Security Studies.

"Namun, tali yang harus mereka pijak kini terasa semakin tipis untuk dilalui."

Lebih lanjut, Profesor Vuving menilai Vietnam sadar bahwa akan tiba saatnya dimana mereka harus berpihak di tengah persaingan kekuatan besar.

"Namun, karena ini adalah hal terakhir yang ingin dilakukan Vietnam, mereka tidak pernah benar-benar mempersiapkan diri. Sekarang, saat itu telah tiba, dan mereka kaget."

Para pekerja mengemasi sepatu dan tas di pabrik sepatu dan tas wanita Patris di Bogor, Indonesia, 14 April 2025. Pabrik sepatu Patris mengelola sekitar 10 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan sekitar 300 pekerja UMKM. Pabrik ini mengandalkan platform daring untuk menjual produknya ke berbagai negara, termasuk Amerika Serikat. Alas kaki merupakan komoditas ekspor terbesar ketiga Indonesia ke Amerika Serikat.EPAPara pekerja mengemasi sepatu dan tas di pabrik sepatu dan tas wanita Patris di Bogor, Indonesia, 14 April 2025. Alas kaki merupakan komoditas ekspor terbesar ketiga Indonesia ke Amerika Serikat.

Indonesia pun menghadapi tantangan serupa meski sampai sekarang masih mempertahankan sikap netral.

Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menyatakan bahwa Indonesia akan terus berjuang untuk mandiri dan berkembang, terlepas dari tantangan pasar global.

"Kita tidak akan pernah mengemis," tegasnya.

Akan tetapi, ketergantungan ekonomi Indonesia yang terus meningkat ke China memperumit situasinya.

"Sepertinya tidak mungkin [bagi Indonesia untuk tetap netral]. Pada 2024, impor Indonesia dari China melonjak 33% dibandingkan tahun sebelumnya," ungkap Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS).

"Ini berarti, apa pun yang terjadi nanti, Indonesia akan semakin bergantung pada China dan makin dekat dengan BRICS.'"

Melangkah melampaui pilihan biner AS-China

Profesor Thayer menyimpulkan bahwa ada empat strategi umum untuk menghadapi situasi AS-China ini: penyeimbangan, mengikuti arus, "berjalan di atas tali", dan netralitas.

Negara-negara dapat beralih di antara berbagai strategi ini sesuai dengan kepentingan masing-masing

Dia mencontohkan Filipina sebagai contoh paling menonjol di Asia Tenggara dalam strategi penyeimbangan kekuatan; negara itu bersekutu dengan AS pada 1951 untuk melindungi diri dari China yang komunis.

Strategi "mengikuti arus" adalah ketika negara yang lebih lemah memilih untuk berpihak pada negara yang lebih kuat untuk menghindari konflik atau dengan harapan mendapatkan dukungan.

Dengan kedekatan hubungan mereka dengan China, baik Myanmar, Kamboja, maupun Laos, adalah contoh-contoh tipikal di Asia Tenggara.

Malaysia dan Vietnam adalah dua contoh paling menonjol di Asia Tenggara yang telah berhasil menerapkan strategi "hedging", yaitu ketika negara kecil menjalin hubungan dengan berbagai kekuatan secara bersamaan untuk menyeimbangkan pengaruh rival-rival yang lebih besar.

Sementara negara-negara seperti India dan Indonesia telah mengikuti prinsip non-blok.

Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menghadiri Konferensi Investasi ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia, 8 April 2025.Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Konferensi Investasi ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia, 8 April 2025. (Reuters)

ASEAN berusaha untuk menampilkan front persatuan dalam menghadapi tarif yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump.

Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang memimpin ASEAN tahun ini, mengatakan bahwa negaranya akan "memimpin upaya untuk menampilkan front regional yang bersatu" dan memastikan "suara kolektif ASEAN didengar dengan jelas dan tegas di panggung internasional."

Dr. Peng Nian, Direktur Pusat Penelitian Studi Asia di Hong Kong, melihat munculnya strategi yang lebih bernuansa.

"Negara-negara Asia Tenggara semakin melihat melampaui pilihan biner AS-China. Mereka mendiversifikasi kemitraan ekonomi ke arah Eropa dan pasar-pasar lain untuk mengurangi ketergantungan pada salah satu negara adidaya."

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial