Jakarta -
Aturan tentang penahanan menjadi lebih rinci dalam draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Salah satu unsur tambahan adalah mengenai permintaan penahanan dari sisi tersangka atau terdakwa.
Seperti diketahui, DPR sedang melakukan revisi terhadap KUHAP. Dilihat dari draf rancangan revisi KUHAP, Rabu (26/3/2025), salah satu yang paling mencolok ialah aturan yang membuat tersangka atau terdakwa dapat memintanya untuk ditahan.
Permintaan itu dapat diajukan oleh tersangka atau terdakwa jika merasa keselamatannya terancam. Berikut ini aturannya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
5) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92, dilakukan terhadap Tersangka atau Terdakwa yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti yang sah jika Tersangka atau Terdakwa:
a. mengabaikan panggilan Penyidik sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
b. memberikan informasi tidak sesuai fakta pada saat pemeriksaan;
c. tidak bekerja sama dalam pemeriksaan;
d. menghambat proses pemeriksaan;
e. berupaya melarikan diri;
f. berupaya merusak dan menghilangkan barang bukti;
g. melakukan ulang tindak pidana; dan/atau
h. terancam keselamatannya atas persetujuan atau permintaan Tersangka atau Terdakwa.
i. mempengaruhi saksi untuk tidak mengatakan kejadian sebenarnya.
Aturan soal penahanan dapat dilakukan atas permintaan tersangka atau terdakwa tersebut belum diatur dalam KUHAP yang berlaku saat ini. Selain soal penahanan atas permintaan tersangka, draf revisi KUHAP juga mengatur soal lamanya masa penahanan.
Pasal 94 draf revisi KUHAP mengatur penahanan pada tahap penyidikan maksimal dilakukan selama maksimal 60 hari. Berikutnya, pasal 95 mengatur penahanan oleh penuntut umum maksimal selama 50 hari.
Pasal 96, 97, dan 98 draf tersebut mengatur penahanan oleh hakim, baik tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi, maupun Mahkamah Agung, ialah maksimal 90 hari. Jangka waktu penahanan yang diatur dalam draf revisi KUHAP untuk tingkat MA itu berbeda dengan KUHAP saat ini. Dalam KUHAP saat ini, MA dapat melakukan penahanan maksimal 110 hari.
Jika batas waktu yang telah ditentukan itu terlampaui, tersangka atau terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan. Namun masa penahanan itu bisa saja diperpanjang dengan sejumlah syarat. Berikut ini aturan dalam draf revisi KUHAP:
Pasal 99
(1) Jangka waktu Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 sampai dengan Pasal 98 dapat diperpanjang kembali berdasarkan alasan yang patut untuk kepentingan pemeriksaan Tersangka atau Terdakwa karena:
a. Tersangka atau Terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; atau
b. perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara 9 (sembilan) tahun atau lebih.
(2) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk paling lama 30 (tiga puluh) Hari dan dalam hal Penahanan tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk paling lama 30 (tiga puluh) Hari.
(3) Perpanjangan Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan permintaan dan laporan pemeriksaan dalam tingkat:
a. Penyidikan dan Penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan negeri;
b. pemeriksaan di pengadilan negeri diberikan oleh ketua pengadilan tinggi;
c. pemeriksaan banding diberikan oleh Mahkamah Agung; atau
d. pemeriksaan kasasi diberikan oleh Ketua Mahkamah Agung.
(4) Penggunaan kewenangan perpanjangan Penahanan oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara bertahap dan dengan penuh tanggung jawab.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya Tersangka atau Terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu Penahanan, jika kepentingan pemeriksaan sudah dipenuhi.
(6) Setelah waktu 60 (enam puluh) Hari, walaupun perkara tersebut belum selesai diperiksa atau belum diputus, Tersangka atau Terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
(7) Terhadap perpanjangan Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tersangka atau Terdakwa dapat mengajukan keberatan dalam tingkat:
a. Penyidikan dan Penuntutan kepada ketua pengadilan tinggi;
b. pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan banding kepada
Ketua Mahkamah Agung.
(8) Terhadap perpanjangan Penahanan dalam tingkat pemeriksaan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Terdakwa tidak dapat mengajukan keberatan karena Mahkamah Agung merupakan peradilan tingkat terakhir dan yang melakukan pengawasan tertinggi terhadap perbuatan pengadilan lain.
(haf/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini