Terang Tanpa Mata

1 day ago 8

Jakarta -

Siang itu, Ade Ismail menjalani rutinitasnya seperti biasa. Ia memimpin rapat dengan staf, menerima tamu, dan sesekali mengajar di kelas-kelas. Sebagai Ketua Yayasan Raudlatul Makfufin, ia mengemban tanggung jawab besar dalam mengelola pendidikan Islam bagi anak-anak dengan disabilitas netra.

Yayasan Raudlatul Makfufin menaungi beberapa unit, termasuk Sekolah Islam Terpadu Yarfin, Unit Percetakan Braille Yarfin, Majelis Ta'lim Ikatan Jamaah Raudlatul Makfufin, serta Wahana Karya Yarfin. Namun, sebelum menjadi pemimpin yayasan ini, Ade lebih dulu menjadi bagian dari komunitas tersebut sebagai seorang santri.

Tiga dekade lalu, pria asal Balikpapan, Kalimantan Timur ini merantau ke Jakarta demi mendapatkan pendidikan Islam yang inklusif bagi disabilitas netra. Saat itu, ia merasa gelisah dengan minimnya akses bagi Muslim disabilitas netra untuk belajar agama. Banyak orang beranggapan bahwa Muslim dengan disabilitas tidak memiliki kewajiban yang sama dalam menjalankan ibadah. Akibatnya, fasilitas pendidikan Islam bagi disabilitas netra pun sangat terbatas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena banyak masyarakat pada saat itu berpikir bahwa teman-teman tunanetra, penglihatannya sudah nggak ada, (maka) dosanya dianggap berkurang. Padahal, para teman-teman disabilitas netra atau tunanetra ini, juga mempunyai kewajiban yang sama di hadapan Allah Subhanahu Wata'ala sebagai hamba-Nya, untuk beribadah, untuk menunaikan ibadah, seperti salat, berpuasa, membaca Al-Quran, berinfaq shadaqah (sedekah, red)," tutur Ade.

Saat mendengar tentang Raudlatul Makfufin yang fokus pada pendidikan Islam bagi disabilitas netra, Ade mantap berangkat ke Jakarta. Di sana ia belajar langsung dari Raden Halim Saleh, pendiri yayasan sekaligus seorang guru agama yang juga disabilitas netra. Dari Raden Halim, Ade makin sadar bahwa komunitas berperan besar dalam mendukung pendidikan Islam bagi disabilitas netra. Ia pun bertekad untuk melanjutkan perjuangan sang guru.

Perlahan Ade mulai dipercaya memimpin berbagai unit di yayasan. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah Terpadu Yarfin, sekolah khusus di bawah naungan Raudlatul Makfufin. Lalu pada 2023, ia resmi diamanahkan sebagai ketua yayasan.

Sebagai pemimpin, Ade berusaha memastikan disabilitas netra bisa belajar agama dengan lebih baik. Salah satu fokus utamanya adalah akses ke Al-Quran braille. Ia paham betul, minimnya ketersediaan Al-Quran braille ditambah kurangnya pengajar membuat banyak disabilitas netra kesulitan membaca Al-Quran.

Raudlatul Makfufin sudah mulai mencetak Al-Quran braille sejak tahun 2000. Ada empat jenis yang mereka produksi, Al-Quran braille dengan terjemah, tanpa terjemah, two-in-one (dua juz satu buku), dan three-in-one (tiga juz satu buku). Saat ini percetakan mereka bisa memproduksi hingga lima set Al-Quran braille setiap hari, selain itu juga mencetak buku-buku Islam lainnya dalam huruf braille.

"Mungkin mereka selama ini yang hanya mengetahui bunyi surah Al Fatihah, atau mungkin bunyi surah Al Ikhlas, tapi Alhamdulillah dengan adanya Al-Quran braille, mereka bisa mengetahui bagaimana tulisannya. Lalu apa arti dari ayat-ayat tersebut, dan bagaimana mereka mengkajinya," jelas Ade.

Ade masih memiliki banyak pekerjaan rumah dalam memajukan Yayasan Raudlatul Makfufin. Ia ingin semakin banyak disabilitas netra mendapatkan akses pendidikan Islam dan pendidikan formal yang layak. Harapannya, tidak ada lagi anak-anak disabilitas netra yang mengalami kesulitan seperti yang ia rasakan di masa lalu.

Bagi Ade, ajaran gurunya Raden Halim Saleh, menjadi pegangan hidup. Ia percaya bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk meraih masa depan yang cerah. Prinsip ini pula yang ia tanamkan kepada para santrinya di Raudlatul Makfufin.

"Ada sebuah kata bijak yang mengatakan bahwa, kalau telinga itu tidak mendengar, bukan berarti suara itu tidak ada. Kalau mulut itu tidak bisa bersuara, bukan berarti suara itu tidak ada. Kalau mata itu tidak melihat, bukan berarti, cahaya itu tidak ada. Jadi, dari analogi itulah, kami kemudian (meyakini) bahwa hilangnya penglihatan itu bukan berarti mereka itu kehilangan segalanya. Tapi mereka tetap mempunyai sesuatu yang sama. Cuma mungkin cara memperolehnya yang harus berbeda," pungkas Ade.

(nel/ppy)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial