Regulasi Baru Pos-Kurir Bisa Jadi Peluang Emas Bisnis Logistik

7 hours ago 4

Jakarta -

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyampaikan apresiasi atas terbitnya Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial. Regulasi ini dinilai menjadi tonggak penting dalam penguatan ekosistem logistik dan kurir di Indonesia.

Aturan yang diresmikan Menteri Komdigi Meutya Hafid pada Jumat (16/5/2025) tersebut disebut sebagai bagian dari kebijakan "Merah Putih" pemerintahan Prabowo Subianto yang bertujuan memperkuat konektivitas nasional dan mendukung pertumbuhan ekonomi digital.

"Regulasi baru ini tidak hanya membuka lembaran baru bagi industri pos dan kurir, tetapi juga menjadi strategi penting dalam membangun ekonomi digital Indonesia," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto dalam keterangannya, Minggu (18/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Carmelita menilai regulasi ini menjawab kebutuhan akan standar layanan pos yang lebih terpadu dan menyeluruh, sekaligus menutup celah hukum yang selama ini menghambat pengembangan sektor pos komersial. Berdasarkan data, nilai transaksi e-commerce di Indonesia mencapai Rp533 triliun pada 2023, dengan pertumbuhan unit usaha 27,4% secara tahunan.

Melalui aturan baru ini, Kadin berharap pelaku industri pos dan logistik dapat lebih kompetitif dan efisien, khususnya dalam hal perluasan layanan, digitalisasi, dan standar operasional yang merata. Hal ini juga diharapkan mendorong persebaran layanan yang selama ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

"Regulasi ini memberikan arahan konkret lewat konsolidasi industri, efisiensi operasional, standarisasi kualitas layanan, hingga perluasan jangkauan pengiriman ke seluruh pelosok nusantara," tambah Carmelita.

Direktur Pos dan Penyiaran Ditjen Ekosistem Digital Komdigi, Gunawan Hutagalung, menjelaskan bahwa meski tarif layanan pos tidak diatur langsung oleh pemerintah, formula tarif kini dirinci secara transparan agar tidak menimbulkan praktik predatory pricing.

Formula tarif ini mengacu pada komponen biaya operasional seperti tenaga kerja, teknologi, kerja sama infrastruktur, hingga margin yang wajar. Pemerintah juga diberi ruang melakukan evaluasi tarif berdasarkan lima aspek, termasuk dampaknya terhadap masyarakat dan kinerja perusahaan.

Aturan juga mendorong perluasan jangkauan layanan pos dan logistik ke wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) dalam kurun waktu 1,5 tahun ke depan melalui kolaborasi industri. Targetnya, setidaknya 50% provinsi di Indonesia bisa terjangkau layanan ini secara merata.

Pemerintah menetapkan masa berlaku tarif batas sementara maksimal enam bulan, memberikan waktu adaptasi bagi pelaku usaha serta melindungi ekosistem industri dari persaingan tidak sehat.
Sistem monitoring juga dibangun agar transparansi dan keadilan usaha bisa terwujud, termasuk memastikan pelaku lokal di daerah punya kesempatan bersaing dengan pemain besar nasional.

Dengan regulasi baru ini, bisnis kurir diproyeksikan tumbuh pesat. Pemerintah memperkirakan nilai bisnis pos dan kurir bisa menembus Rp1.900 triliun pada 2030, menyerap belasan juta tenaga kerja. Data BPS mencatat, pada kuartal I 2025, sektor transportasi dan pergudangan (termasuk pos dan kurir) tumbuh 9,01% secara tahunan.

"Sektor ini telah menyerap lebih dari enam juta tenaga kerja. Ini menunjukkan posisinya yang strategis dalam menopang ekonomi rakyat dan ketahanan nasional," ungkap Menteri Meutya Hafid.

Pengamat komunikasi dari Universitas Dian Nusantara, Algooth Putranto, menilai regulasi ini menandai kolaborasi yang baik antar kementerian, namun masih perlu diikuti dengan sinergi di tingkat pemerintah daerah.

"Potensi pengiriman mencapai 15 juta per hari dan valuasi bisnis di atas US$2.400 juta per tahun bukan angka kecil. Ini harus disadari sebagai peluang besar oleh pemerintahan Prabowo," ujar Algooth.

(rrd/rir)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial