Terungkap! Ini Alasan BUMN Nuklir RI Setop Operasi

8 hours ago 3

Jakarta -

Satu-satunya BUMN yang bergerak dalam teknologi nuklir, PT Industri Nuklir Indonesia atau Inuki memberikan penjelasan terkait alasan pencabutan izin operasional oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). Pencabutan izin ini tak lepas dari persoalan aset dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Direktur Utama PT Inuki R Herry, menjelaskan Inuki awalnya transformasi dari PT Batan Teknologi (Batantek) yang dibentuk oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1990. Kemudian, resmi menjadi PT Industri Nuklir Indonesia (Persero) pada tahun 2014.

"Kami bergabung dalam Holding BUMN Farmasi pada 2022 di bawah Bio Farma, namun keterlibatan itu hanya berlangsung dari Juli hingga Agustus 2022. Setelah itu, INUKI berhenti berproduksi," kata Herry dalam keterangannya, Minggu (18/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penghentian kegiatan produksi tersebut, bukan karena aspek teknis operasional. Herry menjelaskan hal itu disebabkan karena masalah administratif terkait status lahan fasilitas produksi. Lahan yang digunakan sejak era Batantek tidak pernah dialihkan secara kepemilikan kepada Inuki dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Inuki harus membayar tagihan sebesar Rp 7,2 miliar untuk periode 2015-2021.

"Pembayaran sudah dilakukan oleh PT INUKI pada Desember 2022 kepada BRIN," jelas dia.

Menindaklanjuti permintaan BRIN pada Maret 2022 agar aset Inuki dialihkan untuk kebutuhan kawasan tertutup khusus untuk riset dan inovasi nuklir berbasis reactor dan akselerator, pihaknya merespons dengan menyiapkan proses hibah berdasarkan restu dari Kementerian BUMN.

Kementerian BUMN dan PT Bio Farma (Persero) selaku induk holding INUKI menyetujui pemindahtanganan aktiva tetap dan persediaan Inuki ke pada BRIN pada Oktober 2024. Total nilai aset yang akan diserahkan ke BRIN mencapai Rp 20,9 miliar, termasuk persediaan bahan nuklir senilai Rp 6,4 miliar.

"Namun, pada tahap selanjutnya, BRIN mencabut pernyataan kesediaan penerimaan aset tersebut. Ini tentu menimbulkan ketidakpastian dalam penyelesaian permasalahan pengalihan aset. Padahal seperti dari awal, sudah ada statement dari BRIN bahwa biaya pelimbahan dan dekontaminasi akan ditanggung BRIN, sebagaimana dalam Berita Acara Wawancara dengan BPK RI," terang Herry.

Dalam rangka pengalihan aset Inuki ke BRIN, PT Inuki telah memenuhi aspek Good Corporate Governance (GCG) dengan berkoordinasi dengan BRIN, Bapeten, BPK, DJKN, Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara disingkat (Jamdatun), dan pendampingan dari BPKP dimana BPKP telah melakukan review dari aspek tata kelola (governance), manajemen risiko dan kepatuhan (compliance).

Terkait pencabutan izin operasional oleh Bapeten, Herry menegaskan proses tersebut merupakan prosedur administratif pasca-berhentinya produksi, bukan disebabkan oleh pelanggaran terhadap regulasi keselamatan atau teknis.

"Seluruh kegiatan INUKI selalu mengacu pada regulasi yang berlaku dan dalam pengawasan penuh lembaga berwenang," tegas Herry.

Pihaknya pun berkomitmen terhadap prinsip 3S (Safety, Security, dan Safeguards) sebagai bagian dari budaya kerja dan standar operasional, serta memastikan seluruh aktivitasnya sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dalam rangka kepatuhan terhadap ketentuan teknis, INUKI telah menjalani pra-inspeksi dari BAPETEN, dan hasil evaluasi menyatakan bahwa kondisi fasilitas dinyatakan baik.

"Ke depan, setelah seluruh proses pengalihan aset diselesaikan, INUKI akan kembali memfokuskan diri pada pengembangan dan produksi radiofarmaka, sejalan dengan core business Holding BUMN Farmasi," tambah Herry.


Tonton juga Video: Waka MPR-Hashim Djojohadikusumo Ketemu Tony Blair, Bahas Nuklir

(acd/acd)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial